Mohon tunggu...
Martin Herdika
Martin Herdika Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Undergraduate Student of Faculty of Economics and Management Bogor Agricultural University (Majoring in Economics and Development Studies) | Interested in Political Economics, Public Economics, and Development Economics | Former BEM FEM IPB Activist

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mengukir "Sesuatu" di Masa Muda

25 Januari 2011   18:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:11 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1295978755641979862

Masa muda adalah suatu masa dimana terjadi gejolak dalam diri untuk  menuntut sebuah idealisme menjadi sebuah kewajaran. Kurang lebih itulah definisi masa muda menurut pemikiran saya. Kadang terbersit di dalam pikiran saya bahwa saya belum mengoptimalkan masa muda saya. Mengoptimalkan dengan hal-hal bermanfaat yang kelak akan berguna bagi diri saya di masa depan kelak. Bukannya saya bersikap tidak bersyukur, namun ini hanya manifestasi rasa kekecewaan terhadap diri yang belum mampu memberikan yang terbaik. Merujuk pada definisi yang diberikan oleh Wikipedia, kita dapat menentukan bahwa masa muda terjadi pada usia 18 tahun hingga 39 tahun dan di bawah 18 tahun merupakan masa remaja. Jika menyesuaikan dengan usia pendidikan di Indonesia, pada umumnya kita melepas masa remaja menuju masa muda kita pada kelas tiga SMA atau sekarang lebih dikenal dengan kelas dua belas SMA. Masa SMA bagi sebagian besar orang merupakan masa terindah dan tidak terlupakan. Tawa, canda, sedih, tangisan, kegalauan, dan hal-hal yang lumrah terjadi pada remaja dan anak muda menjadi bahan nostalgia tersendiri. Saya pribadi juga mengakui hal tersebut. Namun terkait dengan achievement atau pencapaian, terkadang orang kebanyakan sering melupakannya. Di SMA ada beragam kegiatan kesiswaan yang kerap menyita waktu, tenaga, dan pikiran, yang juga dapat menjadi bahan nostalgia bagi para pelakunya. Mulai dari OSIS, Pramuka, PMR, Paskibra, dan ekstrakurikuler olahraga. Suatu ketika saat sudah lulus SMA, saya membaca sebuah testimonial dari teman saya di Buku Tahunan SMA. Ia menyatakan bahwa ia sangat bangga dan senang karena telah berhasil meninggalkan "jejak" di SMA. Jejak yang dimaksud adalah peninggalan hasil kontribusinya. Ketika SMA, ia berhasil membuat suatu acara yang tergolong mewah untu taraf SMA yaitu pentas seni. Dalam pentas seni tersebut, panitia berhasil mengundang salah satu artis nasional. Lalu ia berhasil mendirikan unit ekstrakurikuler yang bergerak di bidang jurnalistik. Alangkah senangnya ketika ia kembali ke almamaternya ketika beberapa tahun setelah lulus, melihat adik-adik kelasnya sibuk berkecimpung di unit ekstrakurikuler yang ia dirikan. Tentu menjadi kebanggaan dan kepuasan tersendiri. Itulah yang dimaksud dengan "jejak" tersebut. Namun ada hal yang jauh lebih penting di samping itu semua. Pengembangan diri. Ya, pengembangan diri merupakan suatu langkah progresif untuk menambah kualitas hidup seseorang. Dengan hal-hal yang telah ia lakukan, ia memperoleh banyak hal:

  1. Kecakapan berorganisasi,
  2. Jaringan/kenalan yang sangat bermanfaat untuk dunia pasca sekolah dan pasca kampus,
  3. Pengalaman di bidang kepemimpinan,
  4. Pengalaman di bidang jurnalistik,
  5. dan lain-lain

Itulah hal-hal yang tidak kita dapatkan di kelas. Di kelas kita "hanya" memperoleh ilmu-ilmu yang telah digariskan oleh GBPP yang disampaikan oleh guru. Namun di samping teman saya tersebut, banyak juga teman-teman saya - yang menurut pandangan pribadi dan ada kemungkinan mengarah pada subjektivitas - yang belum atau sama sekali tidak meninggalkan "jejak". Ada yang terlalu sibuk dengan akademisnya, ada yang sibuk dengan kekasihnya, ada pula yang sibuk dengan teman sepermainannya. Sangat disayangkan bila masa yang menurut sebagian besar orang adalah masa terindah tidak dimanfaatkan untuk pengembangan diri. Manusia selalu terlena dengan keadaan dan selalu merasa tenteram dan enggan beranjak dari zona nyaman. Kadang keterlenaan kita tersebut tanpa disadari membawa kita kepada hal-hal di luar batas. Misalnya kita mengabaikan kewajiban ibadah, terlalu banyak tertawa dan bercanda, menunda-nunda pekerjaan, bangga dengan perbuatan dosa, dan hal-hal negatif lainnya. Merujuk pada sebuah hadist yang menyatakan, "Dua nikmat yang sering dan disia-siakan oleh banyak orang: kesehatan dan kesempatan".  (HR Bukhari) Ketika memasuki dunia perkuliahan, yang pada umumnya menurut standar usia pendidikan di Indonesia berada pada usia 19 tahun, kita dihadapi pilihan untuk berkontribusi, mengukir sejarah, dan tentunya meninggalkan "jejak". Pengalaman saya pribadi, saya belum berhasil memanfaatkan kesempatan tersebut di tingkat pertama/persiapan. Saya hanya menjadi mahasiswa "kupu-kupu" (kuliah-pulang-kuliah-pulang) yang tidak mengenal sama sekali kehidupan di luar kehidupan akademis kampus. Saya hanya mendengar serunya cerita-cerita tentang asyiknya mengikuti kegiatan di luar kegiatan akademis melalui celotehan-celotehan teman-teman saya. Di tingkat dua, barulah saya merasakan nikmatnya mengikuti kegiatan di luar kegiatan akademik atau yang lumrah disebut kegiatan kemahasiswaan. Merasakan bagaimana senangnya bisa kenal dengan teman-teman antar jurusan hingga kakak-kakak kelas antar jurusan. Jaringan-jaringan itulah yang kelak dapat membantu kita ketika memasuki masa pasca kampus. Lalu kesempatan untuk pengembangan diri terbuka lebar. Mulai dari skill olahbicara, negosiasi, hingga leadership kita dapatkan disini. Di samping itu semua, keberadaan kita di kegiatan kemahasiswaan secara langsung memberikan sumbangan dan kontribusi positif bagi teman-teman kita yang lain. Misalnya dengan penyelenggaraan acara-acara bertemakan lingkungan dan pendidikan yang sasarannya adalah teman-teman se-fakultas. Banyak hal-hal besar yang dapat kita raih bila kita mau meninggalkan zona nyaman. Thomas Alva Edison misalnya, beliau telah melakukan lebih dari 10.000 eksperimen. Sebagian besar gagal dan yang berhasil salah satunya adalah lampu pijar, yang sangat berguna bagi masyarakat untuk penerangan. Sebenarnya bisa saja Edison setiap harinya diisi dengan bersantai, bermain, dan meninggalkan aktivitas eksperimennya. Namun berbekal tekad dan kemauan keras beliau berhasil menaklukkan rasa malasnya untuk menggapai mimpinya yang bermanfaat bagi orang lain dan generasi sesudahnya. Pemuda adalah agen perubahan. Mengapa demikian? Karena pemuda pada dasarnya berada pada masa di mana kondisi fisik seorang manusia mencapai puncaknya. Lalu, pemuda adalah kaum yang memiliki pemikiran-pemikiran brilian dan inovatif untuk memecahkan masalah. Sebuah kutipan terkenal dari Bung Karno, "Berikan aku sepuluh muda maka akan kuguncang dunia". Dan, pemuda adalah pewaris dan penerus dari generasi sebelumnya. Amanah pembangunan berada di pundak mereka. Namun yang dimaksud dengan pemuda sebagai agen perubahan itu pemuda yang mana? Jawabannya jelas, pemuda yang selalu haus akan pengembangan diri. Pemuda yang selalu tidak merasa puas dengan ilmunya dan terus berusaha meningkatkan ilmu dan kemampuannya. Tentu semua itu tidak diperoleh secara instan. Harus ada proses berkesinambungan untuk menggapainya. Pun tidak susah untuk direalisasikan, karena pengembangan diri masih terkait dengan kehidupan sehari-hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun