Mohon tunggu...
Martin Doloksaribu
Martin Doloksaribu Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penggiat Industri

Pemikiran harus diwujudnyatakan, disebarluaskan dan diperbincangkan selama daya pikir masih dapat dimanfaatkan.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Orangtua dan Anak: Beda Generasi, Namun Harus Berkolaborasi

7 Maret 2024   11:15 Diperbarui: 7 Maret 2024   11:17 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Masyarakat kita terdiri dari generasi tua dan muda. Masing-masing memiliki karateristiknya yang unik. Namun dua generasi tersebut mesti bersatu, mesti berkolaborasi. Walau bertumbuh di era yang berbeda namun mereka terikat. Saya selalu membayangkan betapa anehnya seorang ayah yang berumur 30-an atau 40-an harus "bermain" dengan bayi berumur satu atau dua tahun. Seorang ayah yang dapat berjalan tegap, tegas, cepat dan sangat terampil namun harus menunggu anaknya yang baru bisa berjalan terhuyung-huyung. Barangkali si anak juga bingung mengapa orang dewasa di hadapannya dapat berjalan begitu terlatih berjalan sedangkan ia mesti berjuang untuk sekedar menjaga keseimbangan. Si bapak bisa jadi berpikir mengapa si anak sulit sekali menyeimbangkan kedua kakinya.

Perbedaan era bertumbuh sebuah generasi menyebabkan disparitas dalam berbagai aspek tidak hanya pada aspek keterampilan. Seperti yang diulas pada buku "Generasi Phi: Memahami Milenial Pengubah Indonesia" yang ditulis oleh Muhammad Faisal mengatakan bahwa generasi yang lahir atau bertumbuh pada masa perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia akan memiliki karateristik yang berbeda dengan generasi yang lahir atau bertumbuh pada  masa setelah kemerdekaan. Generasi yang tumbuh pada era perjuangan kemerdekaan memiliki sifat visioner. Generasi yang tumbuh pada era setelah kemerdekaan memiliki sifat patriotik.

Sebuah keluarga dapat terdiri dari ayah-ibu dan anak yang tumbuh pada era yang berbeda. Sebuah generasi orang tua dan generasi anak memiliki jarak sekitar 30 tahun. Seorang ayah yang tumbuh pada era setelah kemerdekaan dapat memiliki anak-anak yang tumbuh pada era reformasi atau era digital yang serba cepat dan mudah dalam akses informasi. Isi pikiran ayah dan anak pasti berbeda seperti pada memilih pekerjaan. Bagi generasi yang tumbuh pada era pembagunan Indonesia setelah kemerdekaan, pekerjaan sebagai PNS merupakan pekerjaan impian. Namun untuk generasi milenial, PNS bukan lagi pekerjaan idaman. Generasi milenial yang tumbuh pada era digital memiliki jiwa yang lebih kreatif dan bebas.

Disparitas tersebut pasti menimbulkan masalah dalam komunikasi ayah kepada anaknya. Anak heran mengapa hal-hal yang dianggap kolot oleh mereka namun oleh masih dianggap yang terbaik oleh orang tuanya. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat memperlebar jarak hubungan antara anak dengan orang tuanya dan membuat hubungan orang tua dan anak menjadi karut marut. Namun mengapa takdir menyatukan orang tua dan anak dalam satu ikatan keluarga? Mengapa suatu generasi yang koheren dipisahkan saja dengan generasi sebelumnya yang memang berbeda? Masing-masing generasi tidak perlu disatukan dalam ikatan keluarga. 

Pola ini memang unik dan tentu ada maksud dari pola ini. Generasi muda tetap membutuhkan generasi sebelumnya yang bisa jadi berjarak 30-an tahun. Di luar perbedaan pada keterampilan atau apa yang disukai, ternyata ayah dan anak tetap perlu diikat sejak awal karena ada tujuannya. Ayah-ibu diberikan waktu untuk menanamkan visi, pola pikir, budaya yang positif ke anaknya atau ke generasi selanjutnya. Menanamkan visi misal visi bangsa ini mengenai bangsa memperjuangkan kemerdekaan, keadilan, toleransi memerlukan investasi waktu dan usaha. Butuh bertahun-tahun untuk menanamkan visi kepada generasi selanjutnya. Atau menanamkan budaya yang positif yang dimiliki oleh sebuah keluarga besar kepada generasi selanjutnya. Sebuah keluarga memiliki budaya (kebiasaan) peduli kepada lingkungan sekitar dan perlu ditanamkan kepada generasi selanjutnya agar terus dilestarikan dan menjadi keunikan keluarga besar tersebut. Pemahaman akan sebuah visi atau praktek budaya tertentu tidak bisa instan; perlu waktu, perlu dialami sendiri oleh generasi selanjutnya. Enkulturasi memerlukan waktu yang tidak sebentar. Para ayah-ibu memiliki peran yang vital walaupun terpisah secara generasi; menjaga generasi selanjutnya dari disrupsi budaya yang negatif. 

Pautan usia yang lebar antara orang tua dan anak memiliki manfaat lain. Orang tua dapat membuat perencanaan yang baik bagi anak sebagai generasi penerus. Orang tua dengan pengalaman dan pengetahuan dari generasi sebelumnya belajar untuk merencanakan dan menyiapkan keterampilan bagi anak untuk mencapai impiannya.  Pernyataan "our greatest national treasure is in the mind of our children” dari Buku Make It Happen, Now! sangat menginspirasi betapa vitalnya generasi muda bagi generasi sebelumnya. Generasi pendahulu memiliki peran untuk menyiapkan generasi selanjutnya baik pada lingkup sebuah keluarga besar atau lebih luas lagi pada lingkup suatu bangsa. Generasi masa depan membutuhkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh generasi pendahulu.

Orang tua kita semakin hari akan semakin tua, semakin lemah secara fisik. Namun generasi masa lalu tidak serta merta dianggap tidak berguna karena sudah tua atau lemah. Masa lalu memimpin masa kini. Generasi sebelumnya akan membentuk generasi masa kini dan generasi masa depan. Tidak pernah ada karakter generasi yang benar-benar baru, karakter sebuah generasi adalah memori kolektif yang diwariskan dari generasi terdahulu yang berpadu dengan karakteristik sebuah era. Masing-masing generasi baik yang tua dan muda perlu saling memahami di tengah perbedaan; jangan sampai ikatan generasi pendahulu dan generasi muda atau generasi masa depan terputus. Generasi tua dan muda wajib terus saling berkolaborasi agar generasi yang baik terus lestari.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun