Mohon tunggu...
Martina Maria
Martina Maria Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Hidup terlalu indah untuk saya sia-siakan Saya sangat menikmati hidup saya yang jauh dari sempurna ini.. Itulah saya.. :)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Diam

8 September 2011   11:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:08 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diam-diam, saya membuka lembaran masa lalu saya. Dan diam-diam pula, air mata menetes jatuh ke pipi. Teringat jelas masa-masa disaat kami tertawa bersama. Saya bukan merindukan bekas kekasih saya kawan, saya merindukan keluarganya. Ibunya, adiknya dan semua yang pernah hadir didalam hidup saya. Dulu dia bilang, tidak mungkin dapat hidup tanpa saya, tapi buktinya sekarang, dia hidup bahagia dengan orang lain.

Saya juga sedang jatuh cinta, dengan seseorang yang tentunya lebih dewasa. Dia seperti matahari yang menyinari. Tapi rasa-rasanya, saya tidak ingin terburu-buru memulai kehidupan cinta yang baru. Karena cinta yang lalu buru-buru, akibatnya sekarang saya jadi biru.

Diparagraf ini, saya sempat terdiam sebentar, dan hanya memandang layar karena kebingungan apalagi yang harus saya tulis. Apakah cara dia menyakiti saya? Atau, perasaan saya sekarang ini? Saya memilih untuk diam lagi, dan ternyata, air mata jatuh lagi.

Kenapa saya tidak bisa sekuat dahulu? Saya dulu kuat, tidak cengeng saat ditinggalkan. Sepertinya, cinta melemahkan saya. Saya hanya ingin diam, mengunci diri dan tidak keluar lagi. Tapi jika saya lakukan itu, bagaimana dengan kehidupan saya yang baru? Bagaimana saya harus membuktikan kalau saya ini sekuat baja?

Sesaat saya melihat keluar jendela kamar saya, melihat bintang-bintang yang sudah mulai bermunculan dan bulan yang malu-malu. Mereka mentertawakan saya yang hanya diam saja. Akhirnya, saya ikut tertawa, memandang diri ke kaca dan saya terdiam. Kali ini hanya sesaat, karena saya pergi keluar, tertawa bersama bintang dan bulan.

Ternyata, saya menemukan matahari saya, hati saya tersenyum malu-malu. Dengan diam dia menyapa, dengan diam dia katakan, “masa lalu hanya pelajaran, jangan dilupakan. Tapi, bolehkah saya menemanimu menyinari masa depan?”. Kali ini, saya terdiam lagi, air mata menetes lagi, tapi bedanya kali ini dengan senyuman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun