Pagi ini hampir di sepanjang jalan Kebagusan Raya berkibar bendera kuning. Sejak dini hari kampung yang masih didominasi warga Betawi ini sudah geger dengan berita kematian massal warganya. Bukan kali ini saja Kampung Kebagusan digegerkan oleh berita sensasional yang sempat menghiasi layar kaca. Kebagusan mulai dikenal publik sebagai tempat tinggal mantan presiden Indonesia, Megawati Sukarnoputri. Lapangan luas di depan rumahnya sering dijadikan ajang berbagai kegiatan warga. Mayoritas untuk mendukung program kampanye Beliau; menanggap wayang semalam suntuk, sunatan massal, pembagian sembako gratis hingga lokasi TPU tahun 2004 yang menyedot media berdatangan untuk melihat kelingking bertinta Ibu Megawati.
Masih segar dalam ingatan, penemuan korban mutilasi sang penjagal, Ryan di Kebagusan I pertengahan 2008 silam. Eksekusi dilakukan di Depok namun, mayat tersebut dibuang di kebun kosong samping SD Kebagusan 14 Pagi. Beberapa hari pasca ditemukannya Mayat tersebut, banyak orang yang takut melintas kebun tersebut terutama jika berjalan kaki.
Belum habis kekagetan warga Kampung Kebagusan atas penemuan mayat termutilasi tersebut, muncul lagi berita heboh lainnya. Kemeriahan tahun baru 2009 diredupkan oleh berita munculnya aliran sesat Satrio Satrio Piningit Weteng Buwono yang berbau mesum di daerah Kebagusan II. Karena aliran ini mengharuskan pengikutnya untuk berhubungan suami istri di depan pemimpinnya Agus Iman Solihin alias Agus Noto Soekarnoputro (40). Aliran ini mirip dengan Children of God yang pernah muncul di Bandung tahun 1970-an. Kemiripan keduanya adalah mengeksploitasi seks dalam ritual keagamaan.
Selang setahun kemudian, nama Kampung Kebagusan kembali mendapat sorotan. Berita kematian massal yang awalnya beredar dari mulut ke mulut sejak Minggu malam, kini sudah menjadi konsumsi media. Senin pagi diberitakan 7 orang meninggal dunia dan beberapa masih kritis. Korban meninggal terus berjatuhan sejak Minggu malam. Berita terakhir yang saya dengar sejak pulang tarawih tadi, korban jiwa sudah 15 orang dan 5 orang masih kritis. Angka 15 orang diperoleh dari Bapak2 yang bertugas memandikan mayat-mayat korban sejak pagi hingga sore tadi. Salah satu korban kritis adalah teman bermain saya waktu kecil. Sofyan Hadi, Jejaka 24 tahun yang sejak lama memang gemar minum-minuman keras. Ia dan teman2nya mendapat minuman dari tempat penjual jamu yang sebetulnya masuk dalam wilayah kelurahan Jagakarsa. Ironisnya lokasi penjual jamu tersebut, tidak jauh dari masjid megah al-Wiqoyah yang masih dalam tahap penyelesaian pembangunan.
Padang di Kebagusan
Kebagusan adalah sebuah kelurahan yang terletak di Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan dan memiliki kode pos 12520. Kelurahan ini berbatasan dengan Pasar Minggu di sebelah utara, Ragunan di sebelah barat, Lenteng Agung di sebelah timur dan Jagakarsa di sebelah selatan. Daerah Kebagusan memiliki nama kampung yang terbagi atas Kebagusan Besar, Kebagusan Kecil dan Kebagusan Wates. Kebagusan mempunyai sejarah yang cukup tua seiring dengan masuknya zaman para Wali Songo datang ke tanah Jawa dan tidak terlepas dari rangkaian sejarah masuknya Islam ke tanah Jawa saat itu. Daerah Kebagusan dahulunya adalah hutan jati yang cukup lebat, meliputi kawasan Kebun Binatang hinggga Pejaten dan daerah Cilandak serta Jagakarsa sekarang. Asal muasal nama Kebagusan timbul dari nama seorang wanita cantik berasal dari Banten, yaitu Nyai Tubagus Latak Lanang. Ia adalah seorang wanita yang cantik baik ahklak maupun fisiknya, sehingga banyak lelaki yang ingin mempersuntingnya. Oleh karena beliau tidak menyukai hal-hal maksiat dan yang bersifat negatif lainnya, maka beliau menyepi ke daerah selatan dengan niat bertapa serta mendo'akan kawasan ini sejahtera tata tentram kertarahardja. Hingga kini makam Ibu Tubagus (begitu sebutan warga Kelurahan Kebagusan) masih terpelihara dengan baik di Jl. Kebagusan II Rt. 001/07. Pada suatu ketika pada saat fajar terjadi kebakaran besar yang menghanguskan hutan jati (sekarang terkenal daerah yang bernama Jati Padang artinya hutan jati yang setelah kebakaran menjadi terang = padang). Sama seperti kejadian beratus tahun lalu, Kampung Kebagusan kembali didera "kebakaran moral" beberapa gelintir orang yang menyebabkan image negatif dilingkungan sekitar terutama kepada keluarganya. Padahal ini adalah bulan Ramadhan. Seperti Ibu Tubagus, sepantasnya, manusia menghindari kemaksiatan dan sifat negatif lainnya. Barangkali sudah semakin sedikit orang yang mendo'akan kawasan ini sejahtera tata tentram kertarahardja sehingga Kampung Kebagusan kembali terbakar.
Martina 23/08/10
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H