Mohon tunggu...
Martien Herna Susanti
Martien Herna Susanti Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Negeri Semarang

Hobi: menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Penguatan Civics Smart Gen Z melalui Literasi Politik Jelang Pilkada 2024

11 Juli 2024   19:36 Diperbarui: 11 Juli 2024   19:44 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tahun 2024 menjadi tahun penting perjalanan politik bangsa Indonesia, karena baik Pemilu Legislatif (Pileg) maupun Pemilihan Presiden (Pilpres) berlangsung di tahun yang sama. Keberhasilan penyelenggaraan Pilpres dan Pileg 2024 menjadi catatan sejarah Indonesia dalam berdemokrasi. Setelah sukses melaksanakan perhelatan Pilpres dan Pileg, maka tanggal 27 November 2024 mendatang akan kembali diselenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di 508 kabupaten/kota, dari 37 provinsi se-Indonesia. 

Satu-satunya provinsi yang tidak menyelenggarakan Pilkada adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pasal 18 ayat 1 huruf (c) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, menyebutkan Calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur adalah warga negara Republik Indonesia yang harus memenuhi syarat bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon Gubernur dan bertakhta sebagai Adipati Paku Alam untuk calon Wakil Gubernur.

Kemeriahan Pilkada tahun 2024 tentunya akan berbeda dengan Pilkada serentak tahun 2019. Mengingat di tahun 2019 Pilkada hanya diikuti 270 daerah, meliputi 9 (sembilan) provinsi, 224 Kabupaten, dan 37 Kota. Dengan kata lain daerah yang menyelenggarakan Pilkada tahun ini mengalami kenaikan sebesar 215 persen. Jumlah yang sangat fantastis yang perlu disiapkan secara cermat oleh Penyelenggara Pemilu mulai dari pembentukan PPK, PPS, dan KPPS hingga hari pemungutan suara. Jika daerah yang menggelar Pilkada mengalami kenaikan dua kali lipat, pertanyaannya adalah bagaimana antusiasme masyarakat dalam menyambut Pilkada?

Pertanyaan ini mengemuka, mengingat data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan persentase partisipasi pemilih pada Pilpres 2024 hanya sebesar 81,78%, sedangkan Pilpres 2019 sebesar 81,97% atau lebih tinggi 0,19%. Merujuk hasil survei tim Riset Litbang Kompas, 60 persen pemilih dari berasal dari generasi milineal dan Z, dimana kaum milineal (lahir tahun 1981-1996) dan gen Z (lahir tahun 1997-2012) yang bersedia berpartisipasi dalam Pemilu 2024 sebesar 86,7 persen, 10,7 persen masih menimbang, dan 2,6 persen menolak mengikuti Pemilu. 

Persentase angka yang menolak berpartisipasi dalam Pemilu tampak kecil, namun jika dikaitkan dengan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mencatat Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilu 2024 mencapai 204.807.222 pemilih, dimana sebanyak 66.822.389 (33,60 persen) merupakan gen milenial dan Z sebanyak 46.800.161 (22,85 persen), maka angka tersebut sangatlah besar. Jumlah pemilih dari dua gen mencapai 56,45 persen dari total keseluruhan pemilih sebanyak 66.822.389 atau 33,60 persen.

Fenomena pemilih yang menolak Pemilu atau apatis ini disinyalir kurangnya pemahaman kritis mereka tentang literasi politik. Literasi politik menurut Westholm, dkk (1990) sebagai konsep dan fakta dasar yang merupakan kondisi yang diperlukan untuk memahami isi debat publik. Denver dan Hands (1990) mendefinisikan literasi politik sebagai pengetahuan dan pemahaman tentang proses politik dan isu-isu politik yang memungkinkan masyarakat menjalankan peran mereka sebagai warga negara secara efektif. Selanjutnya Wormald (1988) mengartikan literasi politik adalah pendidikan tentang menentukan pemerintahan sendiri, pemahaman politik, serta prosedur dan tujuan pemungutan suara. 

Literasi politik menurut Zaller (1992) yaitu pemahaman individu terhadap suatu peristiwa politik dan kesadaran politiknya. Literasi politik tidak hanya sekedar memiliki pengetahuan politik, fungsi-fungsi institusi politik dan pemerintah, namun juga keterampilan dan nilai-nilai politik. Keterampilan yang dimaksud di sini terkait kesempatan untuk berpartisipasi aktif sebagai warga negara dalam memengaruhi keputusan publik, kemampuan memahami sudut pandang orang lain, menyadari pengaruhnya terhadap dirinya serta menanggapinya secara etis. Nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai yang diperlukan dalam kehidupan demokratis yang selanjutnya menjadi gaya hidup.

Literasi politik yang baik akan menghasilkan good citizen atau warga negara yang baik. Yaitu warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya, memiliki sikap kritis terhadap kebijakan, taat hukum, serta memiliki kesadaran sosial atau disebut good citizen. Menurut Naula (2019) good citizen melibatkan berbagai komponen, termasuk nilai, norma, cita-cita, etika, perilaku, dan harapan. Good citizen juga berkaitan dengan beragam persoalan kontemporer, seperti pola partisipasi politik, makna demokrasi dan hak kemanusiaan, gagasan budaya sipil, persamaan hak, serta peran teknologi dalam era digital.

Tantangan besar literasi politik adalah persepsi tentang Golongan Putih (Golput) yang dimaknai cara untuk menyatakan ketidakpuasannya terhadap sistem politik. Arbi Sanit, menjelaskan Golput adalah gerakan protes politik yang didasarkan pada masalah kebangsaan dan sasaran protesnya adalah Pemilu. Pembenaran atas pilihan Golput juga akibat dari regulasi Pemilu kita yang menetapkan memilih bukan kewajiban melainkan hak. 

Hal ini berbeda dengan Australia, dimana datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) adalah kewajiban, sedangkan memilih di bilik suara merupakan hak. Berdasarkan fenomena di atas, maka solusi yang dapat dilakukan adalah melalui literasi politik kepada dua generasi ini. Dengan kata lain literasi politik menjadi salah satu strategi tepat untuk membentuk civic smart dengan berani mengambil peran dalam memastikan “yang terburuk tidak akan terpilih”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun