[caption id="attachment_288751" align="aligncenter" width="614" caption="Peta Indonesia"][/caption]
Muncul fenomena menarik ketika menyaksikan perkembangan politik di Aceh. Tanggal 16 Desember 2013, sebagai pertanda bahwa Aceh berhasil untuk melepaskan diri dari NKRI. Lepas dalam tulisan ini memang bukan berarti Aceh merdeka menjadi sebuah negara, tetapi dimaksudkan lepas kendali dari Pemerintah Pusat. Dalam sistem pemerintahan, seyogyanya Pemerintah Pusat dapat mengontrol pelaksanaan tata pemerintahan di Pemerintah Daerah, termasuk Aceh. Namun dalam prakteknya, secara perlahan eksekutif dan legislatif di Aceh berhasil mendikte Pemerintah Pusat untuk menjalankan kebijakan “semaunya” sendiri.
Tanggal 16 Desember 2013, DPR Aceh mengukuhkan Malik Mahmud sebagai Wali Nanggroe. Pengukuhan tersebut masih bermasalah, karena Qanun Wali Nanggroe sebagai dasar hukum lembaga tersebut masih belum diterima oleh Pemerintah Pusat karena substansi dari Qanun tersebut banyak yang tidak sesuai atau melanggar aturan Perundang-undangan yang berlaku seperti UU Pemerintahan Aceh. Dalam UU Pemerintahan Aceh pasal 96 menyebutkan bahwa Lembaga Wali Nanggroe adalah lembaga adat, bukan sebagai lembaga politik dan lembaga pemerintahan. Namun dalam Qanun No 9 tahun 2013 tentang perubahan atas Qanun No 8 tahun 2012 tentang Wali Nanggroe terdapat pasal-pasal mengenai kewenangan Wali Nanggroe dalam bidang politik dan pemerintahan. Karena belum dilakukan perubahan atas Qanun Wali Nanggroe sesuai klarifikasi Kemendagri, maka Pemerintah Pusat menganggap bahwa pengukuhan tersebut adalah ilegal.
Masalahnya, Malik Mahmud sebagai seorang mantan petinggi GAM telah dikukuhkan sebagai Wali Nanggroe. Walaupun secara hukum dianggap ilegal oleh Pemerintah Pusat, namun secara de facto bahwa Malik Mahmud telah dianggap sah menjadi Wali Nanggroe oleh sebagian rakyat Aceh. Malik Mahmud telah melakukan kunjungan ke daerah-daerah di Aceh dan mendapat sebutan sebagai Paduka yang mulia. Hal tersebut menyudutkan Pemerintah Pusat, sehingga secara terpaksa seolah-olah pemerintah pusat harus mengakui Malik Mahmud sebagai Wali Nanggroe, walaupun proses Malik Mahmud menjadi Wali Nanggroe telah menyalahi aturan.
Pemerintah Pusat Perlu Tegas
Belajar dari pengukuhan Malik Mahmud sebagai Wali Nanggroe, seharusnya Pemerintah Pusat perlu menunjukkan sikap tegas. Bahwa segala sesuatu yang dijalankan di Republik Indonesia harus sesuai dengan hukum dan mekanisme yang berlaku. Walaupun Malik Mahmud telah menjadi Wali Nanggroe dengan cara yang tidak sesuai prosedur, namun lembaga Wali Nanggroe harus tetap dijalankan karena merupakan amanah UU Pemerintahan Aceh dan MoU Helsinski. Hanya saja Pemerintah Pusat harus tegas, agar Qanun Wali Nanggroe segera di revisi supaya sesuai dengan hukum yang berlaku.
Pemerintah Pusat tidak perlu menyetujui anggaran operasional Wali Nanggroe sebesar 50 milliar rupiah apabila Qanun Wali Nanggroe tidak direvisi. Walaupun muncul wacana yang menyebutkan bahwa apabila Pemerintah Pusat tidak menyetujui anggaran Wali Nanggroe, maka dana operasionalnya akan diambil dari 52 Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA), hal tersebut sudah masuk dalam ranah korupsi karena menggunakan anggaran tidak sesuai dengan peruntukkannya.
Sehingga dalam menyikapi manuver politik elit GAM di Aceh terkait Wali Nanggroe, Pemerintah Pusat harus bersikap tegas sesuai aturan yang berlaku. Tanpa diintervensi oleh kepentingan kelompok atau kepentingan lainnya termasuk Pemilu 2014 yang akan datang. Di tengah tuntutan agar Pemerintah Pusat semakin tegas, muncul isu tak sedap bahwa beberapa pejabat Kemendagri justru menerima uang “sogokan” guna mendukung langkah dari Gubernur dan DPR Aceh untuk segera mengukuhkan Wali Nanggroe. Mungkin hal itulah yang menyebabkan, mantan petinggi GAM yang duduk di eksekutif dan legislatif begitu percaya diri untuk melanggar aturan dan mekanisme yang ada.
Jangan Sampai Terulang
Sikap DPR Aceh yang bersikukuh mengangkat Malik Mahmud sebagai Wali Nanggroe menunjukkan bahwa elit GAM yang duduk dalam DPR Aceh ingin segera mungkin membagi-bagi kekuasaan terhadap mantan petinggi GAM di Aceh. DPR Aceh hasil Pemilu 2009, bisa dikatakan didominasi oleh Partai Aceh yang merupakan partai hasil metamorfosis dari GAM. Sehingga sebelum Pemilu 2014, kader Partai Aceh mendesak segera memberikan jabatan kepada Malik Mahmud untuk menjaga-jaga bahwa dalam Pemilu 2014 Partai Aceh tidak lagi mendominasi DPR Aceh.
Bisa dipastikan, bahwa setelah berhasil mendudukan Malik Mahmud sebagai Wali Nanggroe, maka kader Partai Aceh di DPR Aceh akan segera mendesak realisasi dari Qanun Lambang dan Bendera Aceh yang menggunakan Lambang dan Bendera GAM. Hal tersebut dilakukan untuk menarik simpati dari masyarakat Aceh yang mendukung perjuangan GAM, sehingga Partai Aceh dapat memenangkan Pemilu 2014 kembali. Jika hal tersebut terjadi, dan Partai Aceh kembali memenangi Pemilu 2014, bukan tidak mungkin ke depannya DPR Aceh mengeluarkan Qanun tentang Referendum bagi rakyat Aceh.
Saat ini, bendera bulan bintang (bendera GAM) mulai dikibarkan di beberapa wilayah di Aceh. Tentunya hal tersebut merupakan strategi untuk menekan Pemerintah Pusat. Modusnya hampir sama, menekan Pemerintah Pusat seolah-olah hal tersebut merupakan keinginan rakyat Aceh, sehingga Pemerintah Pusat didesak untuk “mau tidak mau” terpaksa mengakui. Jika hal tersebut benar-benar terjadi maka dapat dipastikan, Aceh tidak lagi hanya lepas dari kendali dari Pemerintah Pusat tetapi Aceh bisa saja lepas dari bagian NKRI.
Oleh karena itu, sikap tegas Pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden, mutlak diperlukan dalam menangani manuver politik mantan elit GAM. Pemerintah Pusat bisa membatalkan Qanun yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Di sisi lain, Polri perlu menindak siapa saja yang berupaya mengibarkan bendera bulan bintang karena aturannya belum disetujui pemerintah. Sikap tegas mutlak dibutuhkan dalam mengelola situasi di Aceh saat ini. Demi keutuhan dan masa depan Indonesia yang lebih baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI