Mohon tunggu...
Maria Theressa
Maria Theressa Mohon Tunggu... Guru - Seorang praktisi pendidikan yang senang belajar, menulis, dan dikritisi. Karena segala pujian hanya milik Sang Pencipta semata. Akun twitter : @hommel_edu

Seorang praktisi pendidikan yang senang belajar, menulis, dan dikritisi. Karena segala pujian hanya milik Sang Pencipta semata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Mau Jadi Murid (lagi)?

8 Januari 2016   16:05 Diperbarui: 20 Januari 2016   14:36 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seseorang pernah mengatakan kepada saya, salah satu 'godaan' terbesar menjadi seorang guru yaitu ia suka menggurui namun tak suka jika digurui.  Sebagai seorang guru, mudah sekali bagi saya untuk (senantiasa) "menggurui" para murid.  Tapi, apakah saya sudah siap jika ada orang lain yang "menggurui" saya? Bisakah saya dengan rendah hati menerima pelajaran dari orang yang "menggurui" saya? Hmm.

Samar-samar, saya teringat wejangan yang pernah disampaikan oleh seorang rektor. Kala itu saya masih berada dalam masa 'penjajahan OSPEK'.  Di tengah-tengah ribetnya berbagai atribut aneh yang wajib dikenakan (oleh saya dan teman-teman),  sebuah wejangan berbunyi "Life Long Learning"  mendarat manis di telingga saya.  Pada dasarnya, seseorang tidak akan pernah berhenti proses belajarnya, kecuali saat ia sudah harus berpulang pada Sang Pencipta.

Belajar bisa kapan saja.  Belajar bisa dari siapa saja.  Belajar bisa di mana saja.  Informasi ada di sekeliling kita.  Orang-orang pintar yang ingin berbagi pengetahuannya pun bertebaran di mana saja.  Meminjam istilah salah satu dosen saya, "As the deer pants for the water".  Sumber pelajaran itu ibarat air.  Si pembelajar ibarat rusa yang haus.  Supaya dahaga terpuaskan, yah mau tak mau si pembelajar harus 'berjalan' untuk mencari hingga akhirnya menemukan lokasi sumber pelajaran itu.  Simpel.  

Di era serba teknologi seperti saat ini, ada begitu banyak fasilitas yang memudahkan seseorang untuk memperoleh informasi.  Tinggal pilih.  Tinggal klik.  Butuh informasi baru yang masih fresh?  Informasi yang telah terekam dalam lembaran sejarah?  Atau, informasi  mengenai masa depan yang diprediksi oleh para ahli?  Sebagai si pembelajar, sayalah yang memutuskan mau 'berjalan mencari air', atau tidak.  Lalu, 'air' seperti apa yang saya cari?

Baru-baru ini perhatian saya tertuju pada sebuah platform yang menyediakan kursus online terbuka.  Untuk mengikuti kursus online ini, tidak perlu  mengeluarkan biaya.  Semangat edukasi online yang diusung pun cukup menarik perhatian, yaitu "Enriching Lives Through Education".  Hmm, bisa seberapa 'enrich'kah saya setelah belajar melalui kursus online gratis ini?  Tambah 'kaya'?  Atau, sama saja seperti sebelumnya?  Saya pun memutuskan untuk menjelma menjadi seorang murid (lagi).

Di antara sekian banyak topik kursus yang ditawarkan, saya memilih 'Cyber Law: Rights and Obligations' yang dibawakan oleh Dr. Edmon Makarim, S.Kom, SH, LL.M (Ketua Lembaga Kajian Hukum Teknologi Fakultas Hukum Universitas Indonesia).  Tidak mudah bagi saya, seorang mantan mahasiswa eksakta, mengikuti topik pelajaran yang berbau mata kuliah sosial.  Kala saya sedang berkutat dengan materi kursus, tiba-tiba saja wajah para murid yang kerap saya jumpai di kelas bermunculan di benak saya.  Tak semua murid saya pintar di bidang eksakta.  Meski begitu, mereka tetap berusaha menuntaskan pelajaran yang saya berikan hingga akhir tahun ajaran.  Seketika itu juga, keinginan saya untuk menyerah luntur seketika.

Wah, malu dong saya jika saya harus buru-buru menyudahi kursus Cyber Law ini.  Memang tak ada konsekuensi berarti jika saya memutuskan untuk berhenti.  Saya tak harus mengalami predikat 'tak naik kelas', seperti yang harus dialami oleh murid-murid saya.  Tapi, apa artinya jika saya yang selalu menyerukan kata 'pantang menyerah' di depan murid-murid saya, namun saya justru melakukan kebalikannya?  Saya pun memutuskan untuk terus berusaha menyelaminya proses edukasi online ini hingga selesai.

Setelah saya menyelesaikan tahapan demi tahapan kursus online 'Cyber Law: Rights and Obligations', saya pun mereguk hasil penilaian akhir yang dikalkulasi otomatis berdasarkan hasil-hasil tes yang telah saya kerjakan di setiap akhir modul.  Biasanya saya yang kerap menilai hasil-hasil ulangan para murid, kini giliran saya yang dinilai.  Hasilnya?  Ah, sepertinya tak memenuhi KKM*), hehe.  Saya memang bukan seorang expert di ranah ilmu sosial.  Lewat proses ini, kini saya lebih memahami perasaan para murid saya yang memiliki kelemahan di ranah eksakta, sebuah bidang yang saya ampu.

 

Tapi di sisi lain, ada banyak pelajaran baru yang saya peroleh.  Saya tadinya tak tahu menahu perbedaan antara e-bussiness, e-commerce dan e-government.  Saya tadinya tidak terlalu paham mengenai pengaturan 'dunia online' di berbagai belahan dunia.  Saya juga tadinya tidak terlalu pusing dengan upaya pemerintah menetapkan Undang-Undang mengenai teknologi informasi.  Sekarang, saya punya wawasan baru.   Apakah saya sudah tambah 'kaya' sekarang?

Selanjutnya, saya beralih ke kursus 'Introduction to Broadcasting for Television' yang dibawakan oleh Wishnutama Kusubandio, Chief Executive Officer PT Net Mediatama Televisi (NET.), dan timnya.  Hingga tulisan ini dibuat, saya belum menyelesaikan kursus yang terakhir ini.  Karena memang kursus ini masih berjalan alias belum selesai.  Bagi saya yang memang memiliki minat terhadap dunia seni, topik ini terasa lebih ringan.  Dengan mudahnya, saya mengikuti topik demi topik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun