"Bergerak adalah obat". Motto ini memang cukup sederhana namun merupakan bukti dari sekian banyak penelitian mengenai manfaat aktivitas dalam mencegah berbagai macam penyakit, terutama di era saat ini yang mengharuskan sebagian besar orang untuk hidup secara sedentari. Olahraga yang teratur dapat meningkatkan kebugaran tubuh, menurunkan tekanan darah, memperbaiki kualitas tidur, meningkatkan memori, serta mencegah depresi dan demensia.Â
Namun, olahraga yang cenderung berlebihan dan melewati batas toleransi tubuh dapat menyebabkan kelelahan hingga ancaman kematian mendadak. Kematian mendadak saat berolahraga merupakan kematian yang terjadi selama atau dalam waktu satu jam setelah berolahraga. Sekitar 92% kasus terjadi pada olahraga yang bersifat kompetisi, seperti basket, bola kaki, dan badminton. Kematian mendadak ini paling sering diakibatkan oleh masalah jantung (baik yang memiliki riwayat sakit jantung atau riwayat keluarga dengan sakit jantung). Â Berhentinya aktivitas jantung ini biasanya tanpa didahului tanda dan gejala yang bermakna sehingga memiliki dampak yang cukup fatal.Â
Seorang pakar dari American Heart Association(AHA) mengatakan kematian jantung mendadak berhubungan dengan aktivitas fisik pada usia pertengahan (antara usia 40-60 tahun) dan dewasa tua (>60 tahun) dengan adanya bukti plak/sumbatan dalam pembuluh darah. Resiko kematian mendadak lebih besar ditemukan pada laki-laki yang jarang berolahraga dibandingkan yang rutin berolahraga dan pada wanita. Kasusnya sendiri lebih sering ditemukan pada atlet dibandingkan orang biasa.Â
Penyebab kematian jantung mendadak ini dapat disebabkan oleh gangguan mekanik dan gangguan kelistrikan jantung. Secara mekanik, sumbatan pada aliran darah jantung dapat mengakibatkan menurunnya fungsi jantung secara mendadak. Namun, lebih dari 90% kasus disebabkan oleh masalah kelistrikan jantung dalam bentuk gangguan irama/aritmia yang mengakibatkan kegagalan pompa jantung. Resiko gangguan jantung ini ditemukan lebih besar pada orang-orang yang jarang berolahraga dibandingkan yang rutin berolahraga setidaknya 1 hingga 2 kali dalam seminggu.Â
Bila demikian, lantas olahraga seperti apa yang disarankan ?Â
Olahraga berintensitas ringan hingga sedang seperti berjalan cepat, jogging, dan berenang untuk tujuan rekreasi masih menjadi pilihan yang baik. Selain itu, bersepeda dengan kecepatan kurang dari 10 kilometer per jam, tennis (permainan ganda), yoga, dansa, dan line dance juga disarankan untuk menjaga kebugaran tubuh. Menghindari olahraga yang bersifat kompetitif terutama pada individu yang jarang berolahraga membantu menurunkan resiko kematian jantung mendadak. Untuk populasi umum, AHA menyarankan olahraga berintensitas sedang dengan durasi minimal 150 menit per minggu, atau 3-5 kali seminggu dengan durasi minimal 30 menit per sesi.Â
Dr.Brandee Waite, seorang ahli kedokteran olahraga dari UC Davis Health, California menyarankan untuk memeriksakan diri terlebih dahulu ke dokter sebelum memulai suatu rutinitas olahraga, terutama pada orang yang memiliki riwayat penyakit jantung, asma dan diabetes sebelumnya. Pemeriksaan rekam jantung / elektrokardiografi sangat berguna untuk menemukan ketidaknormalan jantung pada seseorang, bahkan direkomendasikan bagi siapapun yang suka berolahraga walaupun hanya sekedar hobi.Â
Masih dalam memperingati Hari Jantung Sedunia pada tanggal 29 September kemarin, kita senantiasa diingatkan untuk menjaga kesehatan jantung kita dengan aktivitas fisik yang cukup selain diet makanan yang bergizi dan seimbang.Â
Sebelum terlambat, sayangi jantung Anda!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H