Konsep wawasan kebangsaan dan nilai-nilai bela negara memiliki peran vital dalam membangun kesatuan dan keutuhan suatu negara. Seperti yang kita ketahui, wawasan kebangsaan diartikan sebagai cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, mengutamakan kesatuan dan persatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dewasa ini, kita mungkin dapat secara sederhana mengartikannya sebagai perspektif warga negara terhadap bangsa dan negara.
Namun, perlu disadari bahwa ide pokok mengenai wawasan kebangsaan bukan hanya berangkat dari tujuan untuk menjaga kedaulatan, tetapi lebih dari itu, terdapat sejarah panjang bangsa yang telah dilewati oleh para pendahulu hingga tiba di titik di mana kita bisa dengan merdeka mendeklarasikan ideologi, bendera, bahasa dan lambang negara. Maka, menjadi penting untuk memahami bahwa kegiatan bela negara bukan usaha untuk "menyelamatkan bangsa" semata, namun ada api semangat perjuangan yang harus terus menyala, seperti yang telah dimulai oleh para pejuang dan pahlawan kita.
Faktanya, dunia yang kita tinggali terus bergerak dan berkembang. Bangsa Indonesia telah melewati banyak proses industrialisasi, perkembangan teknologi dan informasi, berkali-kali pergantian pemimpin, melalui krisis-krisis ekonomi dan bahkan beberapa kali menghadapi wabah dan bencana. Hingga pada saat ini, kita telah memasuki era yang boleh disebut sebagai "interkonektivitas", di mana tidak ada batasan wilayah dan dimensi, di mana terdapat kompleksitas jaringan dan hubungan antar individu, organisasi bahkan bangsa dan negara. Era di mana semua orang dan semua hal dapat saling terhubung, seiring terus berjalannya proses globalisasi dan digitalisasi. Tidak terkecuali, tindak kejahatan.
Masyarakat Indonesia yang pada dasarnya sudah majemuk pada akhirnya harus menghadapi masifnya pergerakan informasi dari berbagai belahan dunia yang pada akhirnya menimbulkan berbagai persepsi, sudut pandang, pemahaman, dan cara pikir terhadap berbagai aspek kehidupannya, termasuk dalam berinteraksi secara sosial. Mudahnya akses terhadap berbagai hal yang bahkan tidak pernah terpikirkan pada tahun-tahun sebelumnya menimbulkan celah-celah untuk semakin luas dan beragamnya tantangan-tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia pada masa ini. Kita memang tidak lagi berperang secara fisik dengan senjata tajam atau laras panjang, namun ada banyak musuh yang semakin tidak terlihat dan dinamis pergerakannya, yang tidak mungkin bersifat lebih mengancam terhadap keberlangsungan hidup bangsa.
Salah satu isu kontemporer yang marak terjadi, setidaknya selama dua dekade terakhir dan mulai disadari dampaknya ialah tindak pidana pencucian uang (TPPU). TPPU sendiri didefinisikan sebagai proses atau kegiatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul atau kepemilikan barang atau harta benda yang berasal dari kegiatan illegal. Secara agregat, mungkin sangat mudah untuk kita bisa membayangkan dampak signifikan dari tindak kejahatan yang satu ini. Sebut saja, instabilitas perekonomian negara, terganggunya sektor keuangan publik, terancamnya keamanan nasional, terhambatnya pertumbuhan ekonomi, semakin besarnya celah kesenjangan sosial, hingga tercemarnya reputasi pada tingkat internasional.
Namun, pernahkah kita terpikir bahwa pada level yang lebih rendah, secara spesifik di tingkat masyarakat, terdapat setidaknya dampak sosial dan moral (yang mungkin tidak langsung dirasakan secara makro) akibat TPPU. Kembali pada fakta bahwa segala sesuatu di dunia ini sekarang bisa terhubung dalam sekejap melalui internet, uang hasil kejahatan yang kemudian disamarkan dan disembunyikan bisa masuk ke dalam berbagai sektor-sektor ekonomi informal, sektor di mana sebagian besar masyarakat kita hidup dan mencari penghasilan.
Hasilnya, akan lebih banyak lagi tindak kriminalitas yang menjamur dalam kehidupan bermasyarakat, sebut saja perdagangan barang ilegal, terorisme, narkotika, perjudian hingga prostitusi. Perkembangan teknologi dan informasi di satu sisi membuat mata kita semakin terbuka akan luasnya alam semesta, namun di sisi lain, ketika tidak diiringi dengan kesiapan terhadap dampak negatifnya, justru membuka banyak celah bagi lingkaran setan kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan bangsa. Tindak pidana pencucian uang, didukung dengan zaman yang semakin dinamis perubahannya, seperti seorang penyusup yang sedang bersembunyi di balik tirai, tinggal menunggu kita lengah hingga akhirnya dihancurkan.
Di sinilah implikasi terhadap wawasan kebangsaan kembali berperan. Jika kita berpikir bahwa seiring majunya peradaban maka prinsip-prinsip yang dirumuskan pada zaman kemerdekaan harusnya ditinggalkan, maka kita sesungguhnya sedang berjalan ke arah yang salah. Justru, dengan wawasan kebangsaan yang benar, kita diharapkan semakin sadar akan pentingnya integrasi nilai-nilai hukum, sosial dan moral yang benar sebagai bangsa negara. Dewasa ini, kegiatan bela negara tidak lagi bisa kita pandang sesederhana istilah "wajib militer" namun harus dimaknai sebagai tanggung jawab untuk melindungi negara dari ancaman apapun, termasuk kejahatan TPPU.
Tentu, ini tidak terlepas dari partisipasi aktif semua elemen masyarakat. Penegakan hukum yang adil dan tegas oleh para pemangku kebijakan harus kita sambut dan dukung dengan pengawasan sosial dan proses edukasi yang terus menerus. Dalam konteks menyelamatkan negara dari ancaman TPPU, kita dapat memperkuat fondasi bela negara dan wawasan kebangsaan dengan semangat untuk memastikan bahwa kekayaan nasional tidak hanya dijaga dari ancaman eksternal namun juga gangguan internal yang mengancam kemakmuran rakyat. Komitmen untuk menjaga integritas negara sebagai bagian dari upaya kolektif untuk melawan TPPU juga merupakan salah satu bentuk rasa cinta terhadap tanah air yang bisa kita lakukan untuk membela negara.
Catatan: Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas pelatihan dasar CPNS gelombang II angkatan III tahun 2024 oleh LAN RI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H