Mohon tunggu...
Marsyidza Alawiya
Marsyidza Alawiya Mohon Tunggu... Jurnalis - Sarjana Kertas

Manusia bodoh yang tak kunjung pintar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Doa Seusai Berpisah

16 Agustus 2024   23:03 Diperbarui: 16 Agustus 2024   23:06 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
form Ai ilustration

Mungkin, kau akan merindukanku, karena kau tidak akan menemukan sosok 'aku' dalam diri orang lain. Percayalah! aku pecinta diksi, dan kau pernah menjadi segelas bir yang memabukkanku atas segala diksi-diksi milik Tuhan. Dan kau harus percaya, segala diksi yang pernah kusuguhkan adalah buah dari ketulusan.

Hari ini, aku sudah bisa tersenyum melihat ombak yang sudah mulai tenang. Setelah kecamuknya membunuh pikiranku, setelah segalanya membuat hatiku perih, dan dahsyatnya ombak seperti tsunami yang menghujam keadaanku perlahan.

Dari ketenangan itu, aku berani menuliskan semua ini. Aku sudah bisa menerima kepergianmu, setelah semburat luka yang kau toreh, setelah kekecewaan beberapa kali menghantui perjalanan hidupku.

Aku akan mulai perjalananku yang baru, aku yakin aku bisa tanpamu. Masih banyak yang harus aku kejar, masih banyak yang harus aku capai. Dan tidak ada penyesalan ketika aku mengenalmu. Terima kasih atas segala bahagia dan lukanya.

Kau adalah laki-laki pertama yang membuat aku tahu bagaimana rasanya jatuh cinta, dan kau adalah laki-laki pertama yang kusuguhi segala diksi-diksi indah milik-Nya. Laki-laki yang kuharap dapat merawat segala diksi yang telah kurelakan menjadi milikmu. Laki-laki yang kuharap doanya menembus langit dengan segala kecintaanmu kepada-Nya.

Tapi, entah kenapa aku terlanjur kecewa dan terluka, setelah beberapa kabar yang membuatku dilema untuk mempertahankanmu dan kabar itu bersumber dari orang tuaku---orang tuaku tak meridlai kisah kita berdua.

Aku pernah menyangkal beberapa kali sampai orang tuaku menangis karena aku masih ingin mempertahankanmu dan terus membelamu; tak henti-hentinya mengatakan kepada mereka bahwa kau laki-laki yang baik. Aku selalu berusaha bercerita kepada Ibu dan Ayahku tentang segala kebaikanmu meski mereka selalu menyangkal dan tidak percaya. Bahkan, aku merasa sangat egois sekali kala itu, dan benar kata orang jika cinta mampu membuat seseorang keras kepala.

Sekali lagi, aku masih mempertahankanmu, dan Tuhan pun sepertinya mempertahankan perasaan dilema itu di dalam hatiku. Aku tidak ingin menjadi durhaka, tapi aku tidak ingin berpisah denganmu. Aku menangis di malam-malam-Nya meminta, "Tuhan, Jika memang dia benar-benar baik, tunjukkan kebaikannya, jika tidak, maka tunjukkanlah pula"

Kebesokannya aku ditelepon Ibuku dan beliau bercerita bahwa tadi malam beliau mimpi buruk dan langsung teringat kepadaku. Aku bilang pada Ibu bahwa 'semua akan baik-baik saja', dan kamu tahu! Ibu marah ketika berkata demikian. Ia sangat tidak menyukai hubungan ini dan aku keras kepala aku bilang pada Ibu, "Tidak bisa bu, aku sangat mencintainya".

 Kebesokannya lagi, Ayahku menelpon bahwa Ibu sakit lambung karena terus-terusan menangis karena memikirkanku, dan bilang Ibu terus mimpi buruk tentang aku. Kebesokannya lagi Ayahku marah-marah dan berkata padaku agar aku segera berpisah denganmu dan menyampaikan pesan Ibu bahwa jika aku tidak patuh bahwa selamanya aku tidak akan bahagia. Aku sungguh kalut, bahkan di sela-sela terakhir perkataan Ayah, Ibu menitipkan pesan bahwa aku tidak boleh berusaha memilikimu walau pun itu lewat doa. Ibu bilang, "Cukup lewat doa Ibu, hidupmu akan tentram Nay."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun