Manajemen jiwa adalah manajemen pembebasan. Kenapa demikian? karena manusia hidup hakikatnya haruslah menjadi manusia yang bebas; tidak perlu repot-repot untuk memasang topeng sana sini supaya dianggap sebagai manusia. Manusia yang sejati adalah manusia yang bisa mengenali dirinya sendiri sebagai manusia. Man ‘arafa nafsah faqad ‘arafa rabbah.Â
Mengenai makna kebebasan di sini juga dapat kita ta’wilkan bahwa bebas tidak boleh dimaknai dengan ‘tidak mengenal batas’, melainkan bebas adalah ‘mengerti batas’. Manusia dikatakan bebas ketika ia sadar bahwasannya tidak ada yang lebih mulia dari pada berbuat baik. Sedangkan berbuat baik itu ada seninya, tidak boleh dicampur adukkan.
Manusia dikatakan bebas ketika manusia sudah tidak terikat oleh belenggu-belenggu yang ia ciptakan sendiri seperti halnya membatasi keinginan ruhaninya untuk berbuat baik dengan menanamkan konsep negosiasi untung rugi. Juga, membatasi jiwa-jiwanya dengan bersikap hedonis dan materialis. Ini adalah kekacauan fatal yang sudah lumrah, dan kebanyakan dari kita sebagai manusia sendiri sering kali tidak menyadarinya.
Untuk mencapai kebebasan dalam bertindak manusia harus memahami fungsi-fungsi manajemen yang disingkat dengan kata ‘POACE’ yaitu; planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian) Actuating (perekrutan), controlling (pengendalian), dan evaluating (evaluasi).
Manusia dalam menjalani kehidupannya harus direncanakan, dalam artian ketika melakukan sesuatu harus dipikir secara matang, tidak grusak-grusuk atau gegabah, dan dalam pikirannya harus tertanam sebuah daya untuk membangun peradaban yang baik—Ma’a Allah wa ma’al khalqi.Â
Dilanjutkan dengan tahap pengorganisasian yaitu manusia menentukan sturuktur dan program kerja dalam tubuhnya. Â Misal; Apa saja proker-prokernya mata, tangan, kaki dan dsb. sehingga tidak melahirkan langkah yang tidak ngawur atau ben sromben.Â
Kemudian setelah itu Actuating yaitu perekrutan dan penjalanan proker sesuai dengan tugas dari anggota. Dan tugas-tugas anggota ini tidak boleh ditukar-tukar. Contoh sederhana: kepala disuruh jalan, kaki dipaksa untuk berpikir. Apakah ini bisa benarkan? Kan yang ada keseimbangan dalam tubuh tidak akan terjaga.
 Kemudian setelah semuanya berjalan harus ada yang namanya control/ pengendalian; seberapa efektif dan efesien kinerja tubuh manusia dalam menjalankan aktivitas-aktivitas kesehariannya.  Setelah itu manusia wajib melakukan evaluasi diri sebagai tahap terakhir dalam teori manajemen.
Teori manajemen menjadi sebuah alat bahwa manusia hidup harus mengerti bahwa yang setiap langkahnya berada didalam naungan organisasi baik itu mikro mau pun makro. Dalam menjalanan setiap aktifitas, manusia harus ber-ihtimam penuh dengan aktifitasnya; kira-kira yang dia lakukan itu baik apa tidak, bermanfaat apa tidak, melahirkan kontruksi akhlaq apa tidak, dsb. Wa Allahu A’lam.
Â