Saya masih percaya dengan philosofi ‘trah’ atau ‘terah’, atau keturunan. Dia keturunan Raja, trah-nya Raja, maka ada kemungkinan besar dia mewarisi garis keturunan menjadi raja, atau saudara raja, atau posisi yang strategis di kerajaan, atau tidak menjadi apa-apa namun memiliki wibawa sebagaimana leluhurnya yang pernah menjadi raja sehingga mewarisi sifat kalem, lembut, santun, cerdas dan berwibawa menjadi pemimpin.
Ada pula philosofi Jawa, karena yang saya tahu sebagai orang lahir di Juwono, Pati, saya cenderung mengakui ‘Bobot, Bibit dan Bebet’. Falsafah Jawa BOBOT, BIBIT, BEBET dapat menjadi alternatif tersirat dan tersurat performance seseorang dalam melakukan suatu tindakan yang memiliki nilai tantangan sosial yang besar.
Bobot adalah kualitas diri baik lahir maupun batin, meliputi keimanan, pendidikan, pekerjaan, kecakapan, dan perilaku. Filosofi Jawa ini mengajarkan, ketika kita memonitor seseorang maka alangkah baiknya menanyakan hal-hal tersebut kepadanya. BIBIT adalah asal usul atau keturunan, apakah memiliki garis keturunan yang baik atau tidak, sampai kepada genologi-nya apakah carrier terhadap suatu penyakit berbahaya atau tidak, sehingga jangan sampai seperti memilih kucing dalam karung, yang asal-usulnya tidak jelas, meskipun bukan“darah biru”.BEBET merupakan status sosial, harkat, martabat dan prestige. Status sosial sesorang bisa menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan posisi.
Dalam memilih pemimpin negeri, apakah itu kepala negara, gubernur, maupun jabatan-jabatan strategis lainnya, alangkah bijaksananya apabila saat mengajukan mereka ditelaah dulu bobot, bibit dan bebetnya, apalagi kalau calon pemimpin itu orang dari Jawa, atau ada keturunan Jawa. Secara nilai, bobot bibit bebet pun bisa diterapkan ke calon pemimpin dari asal luar Jawa.
Dalam pilkada atau pemilihan calon pejabat strategis, evaluasi bobot, bibit dan bebet ini dilakukan dalam bentuk Fit and Proper Test. Peserta FPT harus sudah lulus kualifikasi tertentu, terakreditasi keahlian tertentu secara teoritis, akademis dan praktis. Dalam FPT hendaknya terkonfirmasi hal tersebut, dan tidak kalah penting harus terkonfirmasi Bobot, Bibit dan Bebet-nya.
Mereka yang memiliki latar belakang keagamaan yang buruk harus gugur, yang memiliki attitute atau perangai yang buruk harus gugur, yang tidak sehat lahir batin harus gugur. Sehingga, siapapun yang lolos Fit and Proper Test ini, dan kemudian menjabati posisi strategis dan berkuasa, maka dia dipastikan pemimpin beriman, yang adil, yang bijaksana, yang bermutu, yang santun, dll.
Terkait dengan pilkada DKI Jakarta, meskipun saya tidak ingin men-drive pemahaman dan kesepakatan, saya tetap berkeyakinan bahwa Anies Sandi ini, sepanjang yang saya tangkap dari tindak-tanduk dan tutur katanya, mereka berdua memiliki bobot bibit dan bebet yang baik.
Hanya saja saya sesalkan, mereka datang terlambat. Betul harus diakui, dua calon gubernur ini datang terlambat ke KPUD DKI Jakarta. Harusnya mereka datang lima tahun lalu, menjadi petanding pasangan Jokowi-Ahok. Mereka harusnya memenangi Pilkada DKI Jakarta lima tahun lalu, agar jarum jam Indonesia ini teratur berbutar ke kanan, bukan ke kiri kembali ke tahun 65 seperti sekarang ini. (MBU)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H