Selama 4 hari, pada tanggal 24-27 November 2015 pekan kemarin buruh menggelar aksi mogok nasional menuntut pemerintahan Jokowi segera mencabut Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 tentang Pengupahan.
Namun dalam pelaksanaannya, para buruh dilema karena aksi mogok nasional tahun ini terbilang gagal total tak seperti tahun sebelumnya 2011-2013 yang berhasil dengan gerakan Hapus Outsourching dan Tolak Upah Murah (Hostum) serta Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS).
Nampak sekali, diberbagai daerah kawasan industri terlihat melempem, bahkan Kabupaten Bekasi yang pusat Omah Boeroeh justru masive tanpa ada gaungnya.
Buruh pun banyak bertanya-tanya kenapa ini bisa terjadi ?
Ternyata, ada penyebab yang melatar belakangi kegagalan mogok nasional itu mulai dari internal buruh hingga eksternal buruh itu sendiri.
Pada bagian internal ada beberapa poin diantaranya :
a. Buruh sendiri justru tidak memahami kenapa PP Pengupahan itu harus dicabut, pengurus serikat pekerja kurang cerdas menjelaskan kepada anggotanya.
b. Dan juga ada buruh yang dahulu memilih Jokowi sebagai Presiden, ketimbang Prabowo. Mereka yang memilih Jokowi itu merasa segan untuk ikut terlalu jauh karena walau bagaimanapun, PP 78 itu dibuat oleh orang yang mereka pilih.
c. Poin penting lagi penyebab kegagalan mogok nasional salah satunya adalah adanya elit buruh sebagai penumpang gelap. Elit penumpang gelap, pimpinan serikat buruh ini menunggangi aksi massa buruh besar bukan murni membela buruh, tetapi punya kepentingan pribadi.
Misalnya, mereka ada ambisi pribadi demi diberi jabatan kursi Komisaris di pemerintahan. Mereka rela dibeli sama pemerintah. Padahal, menurut kacamata buruh sendiri, pimpinan Serikat buruh ini kecil estimasi pengikutnya. Namun, karena dia bisa bergabung kemana-mana dengan serikat buruh besar seperti KSPI, maka bargaining posisinya jadi makin tinggi.
Orang-orang seperti ini sangat mudah diliat. Dia hadir pada saat konferensi pers, tapi pada saat aksi tidak kelihatan batang hidungnya. Kalaupun kelihatan di aksi, dia hanya mencari wartawan utk diwawancara saja, setelah itu menghilang entah kemana. Jika kita telaah coba cek saja pada tanggal 30 Oktober kemarin di Istana, hanya Sekjen KSPI Muhammad Rusdi yang masih tetap bertahan, sementara yang lainnya ngabur entah kemana.
Beredar kabar di telinga para aktivis buruh dan bawahan-bawahan buruh, berembus ternyata dua tokoh buruh inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab mogok nasional kurang berhasil. Isunya keduanya mendapatkan posisi jabatan di pemerintahan Jokowi yaitu Presiden KSPSI Andi Gani mendapat posisi Komisaris BUMN, dan satunya Presiden KSBSI Mudhofir posisi di PT Pos Indonesia.