Bahasa figuratif identik dengan penggunaan kata-kata atau ungkapan yang tidak harus diartikan secara harfiah, tetapi memiliki makna kiasan atau simbolis. Sebagaimana kita ketahui, kata-kata atau ungkapan yang digunakan dalam bahasa figuratif bertujuan untuk menciptakan efek artistik, emosional, atau deskriptif yang lebih kuat. Terutama dalam penulisan karya sastra, bahasa figuratif menjadi salah satu komponen penting dalam memberikan keindahan dari setiap kata yang dirangkai. Penggunaan bahasa figuratif dalam sebuah karya sastra dapat memberikan kekayaan dan keindahan ekspresi, serta menciptakan gambaran yang kuat dan menghidupkan imajinasi pembaca terhadap tulisan yang dibaca.
Beberapa contoh bahasa figuratif dapat kita temukan di dalam kumpulan cerpen Kabut Negeri si Dali karya A. A. Navis yang merupakan seorang sastrawan Indonesia yang dikenal sebagai salah satu pengarang cerpen terkemuka. Di dalam kumpulan cerpen tersebut terdapat beberapa bahasa figuratif yang sering digunakan seperti metafora, alusio, simile, personifikasi, sinekdoke, metonimia, sarkasme, ironi, sinisme, dan alegori. Berbagai bahasa figuratif yang digunakan oleh A. A. Navis ini memperlihatkan sikap dan cara pandangnya yang cenderung menyampaikan sikap kritik melalui ungkapan yang metaforis.
Namun sayangnya, bahasa figuratif yang sering kita temukan pada karya sastra yang dihasilkan oleh sastrawan dahulunya sudah sangat jarang kita temukan dalam karya sastra modern saat ini. Baik itu cerpen ataupun novel pada saat ini lebih banyak ditulis dan dihasilkan dengan bahasa yang logis dan to the point. Membaca karya sastra hasil karya sastrawan dahulunya bisa dirasakan sangat menarik dan meninggalkan kesan yang mendalam bagi kita sebagai pembaca. Kita bisa membacanya berulang kali tanpa rasa bosan. Jauh berbeda dengan karya sastra saat ini, dimana hanya beberapa lembar saja kita baca sudah muncul kejenuhan. Tidak jarang akhirnya buku cerita dan novel tersebut hanya tersimpan rapi di rak buku.
Sehingga patut menjadi pertanyaan bagi kita. Apa yang salah dengan karya satra modern saat ini? Kemana menghilangnya bahasa figuratif yang dulu dapat memukau dan memikat pembaca? Tentunya ini perlu menjadi perhatian bagi semua pihak apalagi diantara gempuran bahasa asing yang masuk melalui berbagai media dan sarana komunikasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H