Kemunculan Inggris di Semenanjung Arab dan Syam merupakan awal dari berbagai masalah besar yang kemudian muncul di Timur Tengah. Mulai dari terjadinya Pemberontakan Arab atau Arab Revolt, hingga pembentukan komunitas Yahudi di Palestina. Kedua hal ini muncul karena adanya kepentingan Inggris di dalamnya.Â
Pemberontakan Arab dimulai ketika Inggris memunculkan pandangan nasionalisme pada masyarakat Arab sehingga menyebabkan pemberontakan pada Kekaisaran Ottoman yang pada akhirnya berakhir bersamaan dengan runtuhnya Kekaisaran Ottoman. Sedangkan konflik Israel dan Palestina disebabkan oleh dicanangkannya Balfour Declaration yang berisi tentang migrasi penduduk Yahudi ke Palestina. Konflik antara penduduk Yahudi (Israel) dan Palestina tetap ada dan masih memanas hingga saat ini.Â
Pada masa Perang Dingin, kawasan Timur Tengah terbagi menjadi dua kubu yang sejalan dengan adanya bipolarisme pada politik internasional. negara-negara yang berbentuk monarki cenderung lebih dekat dengan Uni Soviet dan negara yang berbentuk republik cenderung dekat dengan Amerika Serikat.Â
Pada masa Perang Dingin, negara-negara di Timur Tengah cenderung terperangkap dalam politik negara besar atau Great Power Politics (Sayigh dan Shlaim, 1997:2) yang menyebabkan lambannya perkembangan demokrasi di negara-negara Timur Tengah. Namun, negara-negara di Timur Tengah dinilai memanfaatkan kedekatannya dengan negara superpowers untuk memanipulasi mereka, sehingga kepentingan negara-negara Timur Tengah dapat terpenuhi.Â
Adanya campur tangan dari negara-negara adikuasa pada masa Perang Dingin juga dimanfaatkan untuk memelihara dan menstabilkan rezim yang berkuasa pada suatu negara. Dengan begitu, rezim yang berkuasa akan semakin kuat dan masa pemerintahannya semakin lama. Rezim tersebut juga akan lebih tahan terhadap penggulingan kekuasaan atau kudeta.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H