Timur Tengah merupakan kawasan strategis yang kaya akan budaya dan sejarah namun juga kaya akan kontroversi akibat munculnya gejolak-gejolak konflik pada negara-negara di kawasan tersebut. Kondisi politik, ekonomi, dan budaya yang ada di kawasan Timur Tengah ditengarai terbentuk dari berbagai faktor sejarah, salah satunya adalah sejarah pada masa kolonialisme hingga Perang Dingin.Â
Sejarah-sejarah kolonialisme tersebut menyebabkan adanya 'pendewasaan' bagi negara-negara terjajah di Timur Tengah hingga membentuk kondisi politik, ekonomi, dan sosial budaya di kawasan, seperti adanya pemerintahan otoriter, kebergantungan ekonomi pada negara-negara barat, hingga adanya ketegangan dan kebencian pada negara-negara barat.
Pada awalnya, Timur Tengah dikuasai oleh Kekaisaran Ottoman/Utsmaniyah dari Turki. Titik balik dari kekuasaan Ottoman di kawasan Timur Tengah dimulai ketika munculnya entitas kekuatan Eropa di Timur Tengah, atau lebih tepatnya ketika pasukan Napoleon Bonaparte datang ke Mesir pada tahun 1798. Sejak saat itu, ekspansi kekuatan dari negara-negara Eropa seperti Inggris dan Perancis mulai bermunculan di kawasan Timur Tengah. Ada tiga peristiwa kolonialisme yang dijelaskan pada buku MacQueen (2013), yaitu kolonialisme di Algeria, Tunisia, dan Mesir.
Ekspansi yang berujung pada kolonialisme ini pertama kali muncul di Algeria. Pada tahun 1830, koloni Perancis yang pertama muncul di Algeria. Koloni tersebut ditempatkan di tempat-tempat strategis di teritori Algeria, yang menyebabkan penduduk asli Algeria dipindahkan ke daerah-daerah terpencil yang tidak subur.Â
Adanya koloni dari Perancis ini pada akhirnya membuat angka penduduk asli Algeria semakin menurun karena timbulnya kekurangan bahan makanan di daerah terpencil di mana kelompok penduduk Algeria tinggal dan berujung pada adanya penyakit epidemi yang memusnahkan banyak penduduk asli Algeria.Â
Kolonialisme di Algeria bertahan selama 132 tahun, yakni sejak tahun 1830 hingga 1962. Kolonialisme oleh Perancis ini sangat membuat rakyat Algeria menderita. Hal ini dikarenakan kolonialisme yang dibawa oleh Perancis ke Algeria menyebabkan perpecahan besar pada tatanan sosial masyarakat Algeria, keruntuhan ekonomi lokal dan sistem edukasi, hingga tergerusnya budaya dan tradisi lokal masyarakat Algeria. Titik awal perjuangan di Algeria diprakarsai oleh migran-migran Algeria yang dipekerjakan di Perancis dan orang-orang Algeria yang bekerja sebagai tentara Perancis.Â
Kolonialisme Perancis yang terjadi di Tunisia dicanangkan pada Congress of Berlin pada tahun 1878 dan secara formal dilaksanakan pada La Marsa Convention pada tahun 1883. Pendudukan Perancis di Tunisia pada awalnya dilakukan sebagai salah satu cara Perancis untuk mendapatkan kepentingannya di perdagangan Mediterania. Namun lama kelamaan kekuasaan Perancis mengalami spill-over ke bidang politik, sosial, dan ekonomi.Â
Kolonialisme di Tunisia juga memiliki sedikit perbedaan dengan Algeria. Kebijakan kolonialisme di Tunisia memungkinkan penduduk asli Tunisia untuk mendapatkan pendidikan dan bekerja sebagai staf di departemen layanan sipil pemerintah Perancis di Tunisia. Akses ke pendidikan ini kemudian menjadi sebuah sarana bagi masyarakat Tunisia untuk mendapatkan pengetahuan dan ilmu sehingga timbul embrio perjuangan untuk memerdekakan Tunisia dari Perancis.
Pendudukan Inggris di Mesir menurut penulis merupakan pendudukan terlicik diantara ketiga kolonialisme ini. Kekuasaan Inggris pada awalnya tidak sama seperti yang dilakukan Perancis di Algeria dan Tunisia yang menekankan kontrol pada teritorial dan kawasan. Inggris hanya menekankan kontrolnya pada poin-poin strategis tertentu yang dapat memfasilitasi kontak dengan koloninya di India.
Namun hal ini berubah setelah pembangunan Kanal Suez pada masa pemerintahan Said Pasha yang selesai dibangun pada tahun 1868. Pembangunan kanal ini menyebabkan pemerintah Mesir berhutang dengan jumlah yang besar pada Bank Eropa sehingga berujung pada ketidakmampuan Mesir untuk melunasi hutang tersebut. Akhirnya, pemerintah Mesir menjual saham pemerintahan mesir kepada Inggris. Inggris kemudian dapat menguasai Mesir secara utuh pada akhir abad ke-19.Â
Berbagai peristiwa politik yang terjadi di Mesir kemudian memunculkan beberapa tren politik di Mesir seperti liberalisme sekuler, revivalisme agama, hingga nasionalisme. Pada tahun 1928 muncullah gerakan The Muslim Brotherhood yang mencoba menegakkan syariat-syariat Islam di tengah terbukanya pintu terhadap liberalisme dan penguatan dominasi Eropa. Ideologi dari gerakan ini berakar pada doktrin-doktrin agama.