Abstrak
Penelitian ini menggunakan pendekatan tradisi kritis yang berusaha untuk membongkar makna film dokumenter
"Dirty Vote" yang ditayangkan pada masa tenang Pemilu 2024, tepatnya pada 11 Februari 2024 yang kemudian
mempengaruhi pikiran publik dalam proses Pemilu 2024. Fokus utama yang disoroti yakni hadirnya kericuhan
yang ditimbulkan dalam benak masyarakat setelah menonton film dokumenter ini menjelang pemilihan umum. Penelitian ini dilakukan untuk membuka pandangan masyarakat untuk memilih sesuai dengan hati nuraninya
masing-masing dan bersikap netral tanpa memihak atau bahkan menjatuhkan salah satu pasangan capres dan
cawapres. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan paradigma kritis. Paradigma kritis
menilai realitas sosial bukan sebagai sebuah realitas yang netral, melainkan sengaja dibentuk oleh kelompok-
kelompok yang dominan dalam masyarakat, khusunya mereka yang mempelajari dunia politik secara dalam.
Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur, observasi film, dan wawancara terhadap publik di media
sosial. Akan hal ini, teori yang muncul dari lahirnya fenomena dokumenter "Dirty Vote" adalah teori kultivasi.
Teori ini menjelaskan besarnya pemberitaan di media massa yang mampu mempengaruhi benak publik terlebih
dalam mengambil keputusan bersama.
Pendahuluan
Film dokumenter "Dirty Vote" adalah sebuah film drama politik yang menggambarkan kisah tentang
seputar kecurangan yang kotor dan penuh intrik dalam pemilihan umum. Film dokumenter ini
ditayangkan saat masa tenang pemilihan umum 2024 yaitu 11 Februari 2024 yang berdurasi sekitar 1,5
jam. Film ini menampilkan tiga pakar hukum tata negara, yaitu Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi
Hukum Indonesia Jentera, Feri Amsari dari Universitas Andalas, dan Zainal Arifin Mochtar dari
Universitas Gadjah Mada (UGM). Ketiga pakar itulah yang menjelaskan berbagai kelemahan,
manipulasi politik, dan kecurangan yang terjadi dalam sistem Pemilihan Umum di Indonesia. Film
dokumenter "Dirty Vote" menyoroti bagaimana media massa dapat dimanfaatkan untuk mempengaruhi
opini publik. Segala informasi yang menyesatkan dapat disebarkan di media massa yang tentunya
memberikan pengaruh bagi hasil pemilihan umum. Tak hanya itu, film ini juga menggambarkan
bagaimana politik dapat menjadi ajang pertarungan kepentingan pribadi, tanpa memperhatikan
kepentingan masyarakat. Atas informasi pemberitaan yang ditayangkan dalam film dokumenter
tersebut, tentunya mengundang perhatian banyak publik dan menimbulkan banyak pertanyaan
mengenai efektivitas penegakan hukum dan perlindungan terhadap proses demokrasi di negara ini.
Tradisi Penelitian Fenomena
Tradisi yang digunakan adalah tradisi kritis. Tradisi kritis berangkat dari sebuah asumsi yang kemudian dibentuk menjadi sebuah pendapat yang didasarkan dari pengamatan atas adanya kesenjangan dalam masyarakat akibat ulah orang-orang yang berkuasa (dominan). Fenomena ini diharapkan dapat membongkar makna film dokumenter "Dirty Vote" yang sering kali menimbulkan berbagai kontroversi dalam beberapa waktu terakhir menjelang pemilihan umum 2024. Dan tentunya, menginginkan setiap masyarakat dapat memilih sesuai dengan hati nurani tanpa adanya unsur paksaan maupun pengaruh dari media massa.
Paradigma Penelitian Fenomena Paradigma dalam penelitian ini menggunakan paradigma kritis yang menilai realitas sosial bukan sebagai sebuah realitas yang netral, melainkan sengaja dibentuk oleh kelompok-kelompok yang dominan dalam masyarakat, khusunya mereka yang mempelajari dunia politik secara dalam. Media massa, termasuk Youtube yang menampilkan film dokumenter "Dirty Vote" dapat menjadi alat untuk mengkritisi sistem politik yang korupsi dan mendorong perubahan sosial. Namun demikian, tentunya dibarengi juga dengan pemikiran yang lebih terbuka dan bersifat netral dalam proses pemilihan umum.
Metodologi Fenomena
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang digunakan untuk memahami makna dan interpretasi film dokumenter "Dirty Vote" dari sudut pandang pemilih. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, kalimat, dan/atau gambar yang memiliki arti lebih bermakna dan menimbulkan pemahaman lebih nyata daripada sajian angka. Dalam penelitian ini, peneliti menekankan catatan dengan deskripsi kalimat yang rinci, lengkap, dan mendalam guna menggambarkan situasi yang sebenarnya (Sutopo, 2006). Data dikumpulkan melalui studi literatur, observasi film, dan wawancara terhadap publik di media sosial. Temuan yang diperoleh kemudian diperkuat dengan studi literatur dari berbagai buku dan artikel jurnal ilmiah yang sesuai dengan kejadian serupa. Analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif model induktif.
Â
Teori Fenomena
Teori yang diangkat dari fenomena ini adalah teori kultivasi. Kultivasi berasal dari bahasa "Cultivation" yang berarti penguatan, pengembangan, perkembangan, penamaan atau pererataan. Hal ini menjelaskan bahwa terpaan media (khususnya TV) mampu memperkuat persepsi khalayak terhadap realitas sosial. Hal ini tampak pada hipotesis dasar analisis kultivasi yaitu "semakin banyak waktu seseorang dihabiskan untuk menonton TV (artinya semakin lama dia hidup dalam dunia yang dibuat TV), maka semakin seseorang menganggap bahwa realitas sosial sama dengan yang digambarkan TV. Televisia tau media lainnya memiliki peranan penting dalam bagaimana orang memandang dunia mereka.Peranan fenomena dokumenter "Dirty Vote" membawa pengaruh yang cukup signifikan bagi publik khusunya dalam menentukan pasangan capres cawapres pada Pemilu 2024.
Daftar Pustaka