Formal dan Moral
Pendidikan di Indonesia merupakan salah satu aspek penting dalam menciptakan iklim bangsa dan negara yang baik. Pendidikan juga tertuang dalam Preambule Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea ke-IV yaitu "mencerdaskan kehidupan bangsa".Â
Kalimat tersebut kemudian menjadi patron bagi perjalanan pendidikan Negara Indonesia. Dalam artikel ini, akan dibahas dua bagian besar tentang pendidikan. Hal tersebut meliputi pendidikan formal dan pendidikan karakter.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dikatakan bahwa jalur Pendidikan Nasional terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling memperkaya dan melengkapi (Wiwoho, 2017). Pendidikan formal memiliki jenjang dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK), hingga Perguruan Tinggi.
Pendidikan karakter juga tidak kalah penting untuk mendorong berjalannya dinamika pendidikan formal di sebuah institusi pendidikan. Pendidikan karakter merupakan ajaran untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggungjawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya (Lickona, 1991).
Menurut Soemarsono Soedarsono (2003), setiap manusia memiliki identitas, jati diri, karakter, dan aspek-aspek kepribadian manusia lainnya. Dalam tulisannya, beliau menjelaskan bahwa sebuah karakter yang melekat pada diri manusia dapat diubah, dibentuk, serta dikembangkan. Sama halnya dengan bakat, manusia juga dapat mengasah dan memperkuat karakternya.
Karakter Menurut Pemerintah
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (2015) telah merilis 5 (lima) nilai karakter yang bersumber dari Pancasila dan akan digunakan sebagai pilar-pilar pembentukan karakter. Kelima nilai tersebut antara lain religius, nasionalisme, integritas, kemandirian, dan kegotongroyongan.
Sudah sewajarnya pendidikan yang mau mengembangkan pribadi peserta didik juga berangkat dari konteks, situasi yang ada. Sebagai seorang pribadi, tiap peserta didik memiliki konteks hidupnya masing-masing: latar belakang keluarga, cara orang tua mendidik saat di rumah, situasi ekonomi keluarga, lingkungan sosial tempat tinggal, teman-teman pergaulan, minat bakat yang dimiliki, dan sebagainya (Syenesius Suyitna, 2012).
Sebagai seorang peserta didik, karakter menjadi aspek vital dalam menentukan kehidupan berpendidikan terutama pada tingkat sekolah menengah atas dan tingkat perguruan tinggi. Kedua tingkatan pendidikan tersebut (SMA dan Perguruan Tinggi) nantinya akan dihadapkan oleh realita di dalam masyarakat ketika telah berhasil menempuh pendidikannya.
Peserta didik yang akan berproses pada jenjang tertentu dalam sebuah pendidikan akan lebih dibantu oleh konteks yang dimilikinya. Seperti yang sebelumnya dibahas, bahwa seorang individu (dalam hal ini peserta didik) akan dipengaruhi oleh lingkungannya.
Mengutip Nuqul (2005), Lingkungan mengundang dan mendatangkan perilaku. Selain itu, lingkungan dapat membentuk diri. Perilaku yang dibatasi oleh lingkungan dapat menetap sebagai penentu arah karakter. Terakhir, lingkungan dapat membentuk citra diri. Contoh dari ketiga pernyataan di atas adalah ketika seseorang berkunjung ke rumah ibadah, ia diharapkan untuk menjaga ketenangan.