Mohon tunggu...
Marshanda Safa N.
Marshanda Safa N. Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Airlangga Departemen Bahasa dan Sastra Inggris

Nothing is impossible.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Perlukah Bertuhan?

25 November 2020   10:43 Diperbarui: 26 November 2020   09:05 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo source: Pexels

Menyenggol agama ataupun keyakinan menjadi hal sensitif bagi banyak orang. Sudah tidak asing bagi kita untuk melihat orang yang tidak beragama bahkan tidak percaya adanya tuhan sekali pun di kehidupan ini. Pada hakikatnya, sejak lahir manusia mempunyai fitrah untuk bertuhan bahkan ada pula yang menyebutkan bahwa manusia memiliki bakat untuk bertuhan. Akan tetapi, adanya akal dalam diri manusia membuat manusia berpikir sebenarnya untuk apa dan kenapa kita diharuskan untuk bertuhan. Sebetulnya, pemikiran seperti ini muncul kepada orang-orang yang kecewa dan marah kepada Tuhannya yang tidak hadir ketika mereka sangat membutuhkannya, sehingga mereka memutuskan untuk tidak percaya adanya Tuhan dan hidup tanpa agama.

Hal ini ditulis oleh salah satu filsuf berkebangsaan Inggris yang memiliki fokus penelitian; filsafat awal-modern, filsafat agama dan filsafat moral, John Cottingham, dalam bukunya yang berjudul How Can I Believe? pada tahun 2018, ia menceritakan bahwa terdapat seorang turis yang ketika melihat keluar jendela hotel di Amman atau Marrakesh ia mendengar ratapan aneh dari adzan yang melayang di atas kota dalam cahaya pagi yang cerah, dia mungkin merasakan sedikit kekaguman akan budaya yang setiap hari masih dimulai dengan puji terhadap Tuhan. Kekacauan dan kotoran di hari lain akan segera dilepaskan, tetapi di sini ada momen penegasan yang tak lekang oleh waktu. Terdapat ruang singkat yang disisihkan untuk mengakui ketergantungan umat manusia pada suatu kekuatan yang tidak dapat sepenuhnya dipahami tetapi ia merasa sangat dibutuhkan.

Kejadian seperti hal tersebut disebutkan kembali oleh Cottingham dengan sebuah peristiwa seorang pengunjung yang sedang pergi ke Yerusalem saat semua toko dan kantor terdiam pada Jumat malam dan lampu sabat menyala. Tidak ada kesulitan atau kesusahan hidup manusia yang hilang, tetapi di sini terdapat jeda singkat di mana waktu sekuler memberi jalan kepada waktu sakral, waktu pembaruan dan refleksi, dimana mengikuti kebiasaan yang diturunkan dari generasi ke generasi dalam iman dan harapan bahwa kehidupan manusia memiliki signifikansi yang lebih dalam daripada keharusan utilitarian untuk bekerja dan bertahan hidup.

Menurut John Cottingham, keyakinan agama bukan hanya masalah memberikan persetujuan terhadap doktrin tertentu, atau menemukan ajaran kredal tertentu yang masuk akal secara intelektual. Agama secara integral terikat dengan praksis – dengan pola tindakan dan perilaku serta ketaatan yang diintegrasikan ke dalam rutinitas harian hingga mingguan dengan cara memberikan struktur dan memberikan makna.

Melalui agama manusia diberi kesadaran untuk tidak merasa paling, paling pintar, paling hebat, paling benar, dan lain sebagainya. Manusia tidak bisa menjawab semua pertanyaan yang ada di dalam dunia yang luas ini, di atas langit masih ada langit merupakan gambaran dari pernyataan tersebut. Manusia yang tak bertuhan tidak mempunyai kepastian dalam menjalani kesehariannya lantaran mereka tidak memiliki pegangan hidup. Seperti yang kerap kita temui, kebanyakan manusia yang tidak bertuhan atau tidak memiliki agama akan hidup tanpa tujuan. Kita akan berpikir melalui logika, hati, dan spiritual ketika kita bertuhan. Lalu dampaknya manusia akan hidup dalam ketenangan dan kenyamanan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun