Mohon tunggu...
Marsha Bremanda TR
Marsha Bremanda TR Mohon Tunggu... Lainnya - A learner, Dreamer, Achiever

Journalism and Digital Media Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyikapi Perbedaan Budaya Lewat Kajian Kultural Komunikasi

23 Februari 2021   17:37 Diperbarui: 23 Februari 2021   18:08 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halo Sobat Kompasiana!

Era globalisasi seperti sekarang ditandai dengan banyak munculnya interaksi antarbudaya. Hal ini terjadi mengingat dalam era globalisasi, teknologi menjadi semakin berkembang. Dalam hal ini, khususnya teknologi komunikasi. Terbukanya akses komunikasi ke berbagai penjuru dunia, sangat memungkinkan adanya interaksi antarbudaya yang tidak terbatas. Manusia dapat berinteraksi satu sama lain tanpa dibatasi oleh waktu, jarak dan tempat.

Setiap budaya memiliki sistem, nilai, norma dan kepercayaan yang berbeda. Cara masing-masing orang dalam berkomunikasi sangat bergantung pada budaya, bahasa serta norma yang berlaku dalam budayanya. Budaya menjadi pedoman seseorang dalam berkomunikasi dan berperilaku terhadap orang lain.

Kendala yang kerap ditemui saat berkomunikasi adalah ketika dua orang berkomunikasi dari latar belakang budaya yang berbeda. Kesulitan yang ditemui dalam berkomunikasi akan semakin besar. Hal ini dapat terwujud dalam bentuk perbedaan kebiasaan atau cara pandang sehingga menyebabkan komunikasi menjadi terdistorsi.

Tidak menutup kemungkinan komunikasi yang terjalin juga terjadi kesalahpahaman. Masalah utamanya karena setiap individu cenderung menganggap budayanya adalah suatu keharusan yang mutlak tanpa harus diperdebatkan lagi, Mulyana dan Rakhmat (dalam Lutfi, 2018).  Tindakan ini tentu sangat berbahaya karena menganggap budaya lain salah dan merasa budayanya sendiri yang paling benar.

Selain itu, perbedaan budaya kerap ditanggapi secara tidak bijak. Ambisi untuk menghapuskan perbedaan budaya dengan cara menyeragamkan budaya ini diwujudkan dengan munculnya konsepsi budaya adiluhung dan budaya massa. Namun, ambisi tersebut tidak dipahami secara betul apa makna sesungguhnya dari budaya adiluhung maupun budaya massa. Oleh karena itu muncul ambisi untuk 'membudayakan' atau 'menggantikan' budaya lain.

Menyikapi perbedaan budaya dengan menyeragamkan budaya tentu bukan menjadi hal yang benar. Dengan menganggap bahwa budayanya sendiri yang paling baik secara sepihak, dan merasa paling berhak menguasai dunia, akan menghasilkan perilaku yang tidak manusiawi. Pihak-pihak yang mendominasi, dipandang tidak bijaksana dari sisi kajian budaya.

Melihat situasi sekarang, dimana siapapun yang berbeda budaya dapat melakukan komunikasi dengan mudah, tentu juga dapat menimbulkan persoalan yang berdasar pada perbedaan budaya. Pada titik inilah cultural studies / kajian kultural komunikasi diperlukan. Kajian budaya memandang pihak lain sebagai significant others yang harus dihormati dengan segala keunikannya (Astuti, 2003). Kajian budaya memandang setiap pihak memiliki kesempatan yang sama untuk menempati dunia dengan budaya dan keunikannya masing-masing.

            Dalam perspektif cultural studies, setiap budaya bagaimanapun adalah sumber keanekaragaman hayati (Astuti, 2003).

Cultural studies lahir di tengah-tengah semangat Neo-Marxisme yang berupaya meredefinisikan Marxisme sebagai perlawanan terhadap dominasi dan hegemoni budaya tertentu. Melalui pengamatan dan penelitiannya, kajian budaya berupaya untuk membongkar praktik kuasa yang terkait dengan produksi makna. Selain itu, kajian budaya mencoba untuk menyikapi perbedaan budaya secara lebih manusiawi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun