Mohon tunggu...
Marsha Bremanda TR
Marsha Bremanda TR Mohon Tunggu... Lainnya - A learner, Dreamer, Achiever

Journalism and Digital Media Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Punya Temen Ambis? Nyebelin Nggak Sih?

13 Oktober 2020   22:03 Diperbarui: 14 Oktober 2020   12:56 2418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perilaku ini bisa kita analisis melalui dimensi nilai Hofstede yang mana perilaku ini termasuk dalam nilai individualisme yang mungkin melekat pada diri kita tanpa kita sadari sedikitpun.  

Samovar (2017) dalam bukunya menjelaskan bahwa budaya individualisme lebih menekankan kemandirian daripada ketergantungan yang mengakibatkan setiap individu ini merasa menjadi satu-satunya unit terpenting dalam masyarakat. Selain itu, dalam budaya ini prestasi seorang individu itu ingin selalu dihargai karena mencerminkan perilaku yang mementingkan dirinya sendiri.

Selain itu, jika perilaku ini dimasukan dalam orientasi nilai waktu Kluckhon dan Strodbeck, maka termasuk dalam orientasi jangka Panjang (masa depan). 

Samovar (2017) dalam bukunya menjelaskan bahwa dalam budaya ini berorientasi pada masa depan yang biasanya menghargai apa yang akan datang dan mengharapkan masa depan bisa lebih baik dari masa kini atau masa lalu. Ciri pada budaya ini adalah suka mengambil kesempatan , membawa perubahan serta bersikap optimis pada kejadian apapun.

Ilustrasi: Pinterest/jatibs
Ilustrasi: Pinterest/jatibs
Seseorang yang memiliki sifat ambis, sebenarnya ia mengkhawatirkan masa depannya. Akan seperti apa masa depannya nanti jika ia tidak bertindak secara cepat dan tepat. 

Maka dari itu, terkadang seseorang yang ambis ini sering berpikir dengan orientasi jangka Panjang karena ia memikirkan masa depannya nanti. Hal ini didukung dengan prestasi-prestasi yang ingin terus ia dapatkan yang malah nantinya bisa menjadikan dia berperilaku individualisme, hanya mementingkan kepentingan dirinya sendiri tanpa melihat lingkungan sekitarnya.

Penulis pernah mengalami problematika memiliki teman yang ambis. Ia selalu menjadi yang pertama dalam melakukan kegiatan/tugas yang ada di kelas maupun sekolah. 

Ketika ada soal yang diberikan oleh Guru, sebelum diperintahkan menjawab, ia sudah mengangkat tangan tinggi-tinggi sambil berkata dengan lantang "Saya Bu, Saya Bu!".  

Apalagi, ketika sudah disediakan soal oleh Bapak/Ibu Guru, ia hampir tidak pernah menyisakan soal agar dikerjakan oleh teman-teman yang lain.

Sampai-sampai ia dijuluki "Si Ambis" oleh teman-teman penulis. Tak hanya itu, ia juga punya julukan lain yaitu "Si Caper" karena teman-teman penulis merasa bahwa apa yang ia lakukan ini cukup dliuar batas kewajaran. Masa iya sampe semua soal dibabat habis nggak nyisain temennya buat dikerjain. Ya teman-teman lain tidak bisa mendapatkan poin keaktifan karena sudah ia rebut semua.  

Menjadi Ambis, bukan berarti kita bisa sewenang-wenang dalam berperilaku. Ingat, kita juga sebagai makhluk sosial yang mana tidak bisa hidup sendiri, perlu bantuan orang lain. Jika kita berperilaku egois, semaunya sendiri, ya tidak akan ada yang mau berteman dengan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun