Â
Indonesia kini tengah berusaha keras untuk meminimalkan sampah yang terus bertambah setiap tahun. Pertumbuhan jumlah sampah ini dipicu oleh belum efektifnya pengelolaan di berbagai daerah, yang terlihat dari banyaknya tempat sampah yang tidak dikelola dengan benar. Menurut Saputro (Khoirunnisa et al., 2021), penanganan sampah yang tidak memadai dapat merusak keindahan lingkungan, menimbulkan bau tidak sedap, dan menyebarkan Mikroorganisme yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu, pengelolaan limbah sampah plastik di lingkungan sekolah sangat diperlukan. Sarana dan prasarana untuk pengelolaan sampah yang belum memadai serta sampah plastik yang tidak terkelola menjadi masalah utama.
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 mengenai pengelolaan Sampah memberikan landasan hukum yang lengkap untuk pengelolaan sampah domestik skala nasional di Indonesia, serta peraturan tambahan untuk pengelolaan jenis-jenis limbah yang berbahaya. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 mengenai pengelolaan sampah domestik secara nasional. Definisi sampah dalam peraturan ini merupakan hasil dari aktivitas harian manusia dan proses alami yang berupa padatan dan masih bisa dimanfaatkan. Sampah mencakup limbah rumah tangga, dan limbah spesifik. Peraturan ini membagi pengelolaan sampah domestik menjadi dua, yaitu pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah mencakup kegiatan 3R (reduce, reuse, recycle) dari berbagai sumber seperti rumah tangga, komersial, dan fasilitas umum. Penanganan sampah mencakup pengumpulan, pengangkutan ke TPA, pengolahan (intermediate treatment), pemulihan energi, dan pembuangan akhir.
Pengolahan sampah plastik yang paling umum saat ini meliputi 3R (Reuse, Reduce, Recycle). Reuse adalah menggunakan kembali barang-barang plastik, sedangkan Reduce berarti mengurangi jumlah pembelian atau penggunaan barang-barang plastik., terutama yang sekali pakai. Recycle adalah mengubah bentuk dan menggunakan kembali barang-barang tersebut. Daur ulang melibatkan pemrosesan ulang barang-barang yang tidak lagi bernilai ekonomi. melalui proses fisik atau kimia untuk menghasilkan barang baru yang bisa digunakan atau dijual kembali. Salah satu bentuk implementasi 3R untuk sampah anorganik adalah konsep Ecobrick. Ecobrick merupakan metode pemanfaatan sampah non-biologis yang dipecah menjadi potongan-potongan kecil (brick) dan dimasukkan ke dalam botol plastik sehingga limbah plastik dapat tersimpan dan terjaga dalam botol tanpa harus dibakar atau menumpuk (Ristianti et al., 2021).
Ecobrick digunakan untuk memperpanjang masa pakai plastik sehingga dapat diolah dan digunakan lagi (Suidarma & Antini, 2023). Ecobrick juga bisa menjadi cara untuk mengubah limbah plastik menjadi produk baru yang memiliki nilai manfaat dan nilai jual (Leria et al., 2020). Proses ini mengubah limbah menjadi produk yang lebih bernilai. Ecobrick dapat dimanfaatkan untuk membuat berbagai furnitur seperti meja dan kursi. Peroses seperti ini bisa dilakukan oleh baik sendiri maupun bersama kelompok (Rizki et al., 2024). Ecobrick juga dapat meningkatkan kreativitas dan kepedulian terhadap lingkungan. Mengembangkan kreativitas anak usia dini melalui berbagai kegiatan sangat penting untuk pertumbuhan peserta didik  (Aprilian & Zulfahmi, 2024).
Teori konstruktivisme berperan penting dalam kreativitas peserta didik dengan mendorong mereka untuk aktif membangun pengetahuan melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Dalam pendekatan ini, siswa tidak hanya menerima secara pasif, tetapi terlibat dalam proses eksplorasi, diskusi, dan refleksi yang memungkinkan mereka menghasilkan ide-ide baru dan solusi kreatif terhadap masalah yang dihadapinya (Julia et al., 2024). Kreativitas berkaitan dengan kemampuan untuk menciptakan, menghasilkan, dan menemukan bentuk baru, serta menghasilkan sesuatu melalui keterampilan imajinatif. (Sit et al., 2016 hlm. 1 ). Daur ulang merupakan langkah kecil yang efektif, dan salah satu metode populer sekarang ini adalah mengolah kembali botol plastik dengan metode ecobrick (Istirokhatun & Nugraha, 2020). Ecobrick bertujuan untuk mengurangi sampah plastik dengan mendaur ulangnya menggunakan botol plastik sebagai media, yang kemudian diubah menjadi sesuatu yang berguna. Teknologi daur ulang ini diterapkan untuk meminimalisir sampah plastik di sekitar sekolah. Ecobrick adalah metode yang mengisi botol plastik dengan sampah anorganik bersih hingga botol tersebut menjadi keras dan padat (Thoyibah et al., 2021).
Penggunaan ecobrick dalam kurikulum sekolah dapat meningkatkan keterampilan motorik halus, seni, dan kognitif anak. Guru dapat mengembangkan Aktivitas Pembelajaran Ekstra (APE) dengan tema-tema yang relevan seperti hewan, transportasi, dan lainnya, menggunakan ecobrick sebagai media pembelajaran. Keterampilan motorik halus dapat diasah ketika anak-anak mewarnai gambar kucing, melakukan pelekatan, dan memotong saat menghias atau membuat mainan atau boneka dari ecobrick. Hal ini akan merangsang keterampilan motorik halus dan aspek seni anak-anak (Putra et al., 2024). Pembuatan ecobrick melibatkan kreativitas dan imajinasi masyarakat, memungkinkan masyarakat untuk menciptakan ide-ide baru dengan menggunakan limbah plastik sebagai bahan baku, sehingga meningkatkan kreativitas dan inovasi (Dinatha et al., 2023).
Pada tahap awal pembelajaran, siswa diperkenalkan dengan bahan baku dan teknik pembuatan ecobrick. Ini menumbuhkan rasa ingin tahu dan motivasi untuk belajar. Siswa kemudian mulai memproses bahan baku dengan memotong, mengisi, dan mengikat botol plastik. Hasil akhirnya adalah produk nyata seperti mainan, , hiasan, dan kerajinan yang memberikan rasa pencapaian dan kebanggaan. Setelah produk selesai, dilakukan refleksi untuk mengevaluasi proses pembelajaran dan hasilnya. Siswa dapat bereksperimen dengan warna, tekstur, dan bentuk untuk menciptakan karya seni yang unik. Proyek ecobrick sering melibatkan kerja tim dan kolaborasi intensif, yang mengarah pada keterampilan tim dan komunikasi yang efektif. meningkatkan kreativitas peserta didik menggunakan ecobrick, kita perlu menerapkan prinsip pendidikan yang menggabungkan kreativitas dan aspek lingkungan. Ecobrick merupakan teknik pengolahan sampah plastik ramah lingkungan di mana botol bekas diisi dengan limbah plastik kecil dan digunakan sebagai bahan kerajinan atau furniture (Yusiyaka & Yanti, 2021). Teknik pembuatan ecobrick melibatkan kreativitas dan imajinasi guru serta siswa. Prosesnya mencakup pengumpulan botol plastik bekas, pembersihan dan pengeringan, serta pemotongan plastik kecil untuk dimasukkan ke dalam botol (Palupi et al., 2020)
Pada tahap awal pembelajaran, siswa diperkenalkan dengan bahan baku dan teknik pembuatan ecobrick. Ini menumbuhkan rasa ingin tahu dan motivasi untuk belajar. Siswa kemudian mulai memproses bahan baku dengan memotong, mengisi, dan mengikat botol plastik. Hasil akhirnya adalah produk nyata seperti mainan, , hiasan, dan kerajinan yang memberikan rasa pencapaian dan kebanggaan. Setelah produk selesai, dilakukan refleksi untuk mengevaluasi proses pembelajaran dan hasilnya
Daftar PustakaÂ
Aprilian, A. D., & Zulfahmi, M. N. (2024). Analisis Kreativitas Anak Usia 5-6 Tahun Ditinjau Dari Media Ecobrick. Indonesian Journal of Early Childhood: Jurnal Dunia Anak Usia Dini, 6, 78–85. http://jurnal.unw.ac.id/index.php/IJEC