Mohon tunggu...
Marniatun Labbang
Marniatun Labbang Mohon Tunggu... -

Hanya ingin belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Siapa yang Merusak Bahasa Indonesia?

30 Maret 2015   13:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:47 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1427697902454265124

[caption id="attachment_406522" align="aligncenter" width="551" caption="ivanlanin.org"][/caption]

Seperti kita ketahui bahwa penggunaan bahasa Indonesia secara resmi telah deklar pada konggres pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 beberapa tahun sebelum republik kita tercinta ini lahir. Namun dalam perkembangan ke depannya tidak sedikit bahasa yang kita pakai sehari-harinya ini mengalami kemerosotan yang signifikan dikarenakan pengaruh negatif dari kaum alayer yang mencoba merusak bahasa kita baik secara sadar maupun tidak. Ditengarai sekelompok orang-orang alay ini sudah ada eksistensinya jauh sebelum kita mengenal seperti sekarang ini, terbukti jejak mereka telah ada dengan adanya beberapa bahasa baku yang berubah 180 derajad dengan arti yang sesungguhnya. Untunglah bahasa ciyus miapah yang sempat dipopulerkan oleh golongan alayer ini segera redup sebelum berkembang lebih jauh menambah kontribusinya terhadap kerusakan bahasa Indonesia.

Tidak sedikit ulah orang-rang alay ini menjadikan bahasa baku yang resmi menjadi hilang digantikan dengan bahasa versi mereka yang akhirnya menjadi populer dan menggantikan bahasa yang baku hingga kini.

Sebelum kita bahas lebih jauh mari kita tengok apa makna alay menurut istilah sehari-hari. Alay adalah perilaku malas, manja dan berbuat seenaknya yang tentu saja menjengkelkan dan merugikan banyak orang. Ulah perilaku alay ini dapat kita temukan jejaknya sejak bahasa Indonesia ini digunakan secara luas sedari tempo dulu hingga kini yang sepertinya selalu ada hingga lintas generasi.

Contoh bahasa Indonesia yang menjadi korban kaum alayer yang sepertinya sulit dipulihkan :

1.Bajingan, arti sebenarnya adalah sais pedati yang ditarik sapi. Sekarang maknanya berubah 180 derajad dari arti kata yang sebenarnya.

2.Bangsat, arti sebenarnya adalah kutu busuk yang sering menghuni sela-sela kursi rotan anyaman. Sekarang maknanya sudah beda dengan bahasa aslinya akibat ulah alayer.

3.Permen, sebenarnya adalah gula-gula yang mengandung mint atau mentol yang mempunyai sensasi dingin semriwing apabila dimakan. Sekarang semua gula-gula dibilang permen dan telah menjadi bahasa baku.

4.Bule, arti sebenarnya adalah albino. Dulu kata-kata bule ini sering dipakai untuk menamakan kerbau yang kulitnya putih atau belang sebagian, ada juga orang bule yang albino karena kekurangan pigmen pada kulit. Sekarang kata-kata orang bule dilekatkan pada semua orang barat baik Eropa barat ataupun Eropa timur dan Amerika Utara akibat ulah orang-orag alay sehingga arti bule yang sebenarnya dilupakan orang.

5.Baru-baru ini sedang trend istilah mengamini atau diamini. Sepertinya istilah ini sedang dipopulerkan oleh wartawan alay yang tidak bertanggung jawab. Sebagai wartawan harusnya ikut mencerdaskan bangsa dengan penggunaan bahasa yang baik jangan justru ikut-ikutan alay. Kalau ditilik kata-kata mengamini berasal kata dari Aamin yang arti sebenarnya adalah “Ya Tuhan kabulkanlah” tetapi di tangan wartawan diartikan lain. Ya wartawan, segera sadarlah jangan membodohi rakyat sebelum terjerumus lebih dalam lagi.

Mungkin masih banyak kata-kata alay lainnya yang belum terdeteksi keberadaannya. Bukan apa-apa tetapi ini adalah bibit-bibit kerusakan terhadap bahasa Indonesia yang sudah baku. Akibat ulah para alayer yang tidak bertanggung jawab akhirnya bahasa Indonesia menjadi korban yang kemudian diikuti penggunaannya secara luas sehingga menjadi bahasa baku.

Pernah juga penulis sedang menonton acara TV tepatnya Trans7 sedang menayangkan acara “Tau Gak Sih”. Nara sumber acara tersebut sedang ditanya oleh host acara, tentang apa artinya gurita atau bisnis yang menggurita. Nara sumber menerangkan bahwa itu diambil dari namaikan gurita yang banyak kaki atau tentakel yang menyamakan dengan bisnisnya di mana-mana. Padahal ikan gurita sendiri mengambil nama dari gurita yaitu popok bertali banyak yang dipakaikan pada anak bayi yang baru lahir atau perempuan yang baru bersalin untuk menahan perut agar tidak kendor. Kalau anak-anak sekarang ditanya gurita pasti langsung menyebut ikan gurita, padahal gurita sendiri sampai sekarang masih banyak digunakan, jangan lantas dilupakan gara-gara ada ikan yang bernama ikan gurita.

Demikianlah cara-cara menggunakan bahasa Indonesia, harus diperlakukan secara baik dan benar. Seharusnya kita berterima kasih kepada pendahulu kita yang mempopulerkan bahasa Indonesia ini bisa dipakai secara luas. Maka kita harus bisa merawatnya agar tidak rusak makna bahasa Indonesia yang sesungguhnya. Jangan sampai terjadi bangsa ini perang saudara gara-gara tidak ada bahasa nasional seperti yang terjadi pada negara tetangga kita di Asia selatan yang pernah perang saudara gara-gara tidak memiliki bahasa nasional.

#savebahasaindonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun