Mohon tunggu...
Marni Apriliani
Marni Apriliani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran

Karena kau menulis, suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari. - Pramoedya Ananta Toer

Selanjutnya

Tutup

Film

Atas Nama Daun (2022): Marijuana Bukan Hanya Soal Kenikmatan tapi Juga Kemanusiaan

21 Juni 2024   22:02 Diperbarui: 21 Juni 2024   22:19 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: https://www.anatmanpictures.com/atasnamadaun

Alhasil Fidelis mengupayakan menanam tanaman ganja sendiri demi keberlangsungan hidup istrinya. Fidelis meminta dispensasi kepada BNN setempat untuk dapat menanan tanaman ganja demi keberlangsungan hidup istrinya, namun sayang izin tersebut tidak diberikan dan Fidelis akhirnya dipenjara. Saat Fidelis berada dibalik jeruji besi, kondisi istrinya semakin melemah karena tidak adanya perawatan dan tidak lagi bisa mendapatkan ekstrak ganja untuk pereda rasa nyerinya. Akhirnya pun saat Fidelis masih berada di dalam jeruji besi, sang istri tercinta meninggal dunia karena kondisinya yang semakin memburuk. Dari kisah Fidelis tersebut sangat disayangkan bahwa Fidelis yang sedang memperjuangkan hak hidup istrinya diberhentikan begitu saja akibat dari penggunaan ganja yang tujuannya untuk penyembuhan dan keberlangsungan hidup seseorang. Ini masalah nyawa, tapi pemerintah masih saja bersikukuh menerapkan hukuman atas dasar penggunaan ganja. Lalu bagaimana dengan hak-hak kemanusiaan yang seharusnya didapatkan oleh istri Fidelis dengan mengkonsumsi ekstrak ganja demi kesembuhannya, apakah nyawa seseorang dapat dibayar oleh pemerintah?

Dalam segi sejarah medis, ganja sudah digunakan sejak zaman dahulu sebagai obat yang ampuh untuk penghilang rasa sakit, obat nafsu makan, pencegah insomnia dan banyak manfaat medis lainnya. Dwi Pertiwi seorang ibu dari anaknya Musa yang mengidap penyakit cerebral palsy, melakukan terapi untuk anak tersayangnya di Australia pada tahun 2016 menggunakan ganja medis untuk mencegah gejala kejang yang dapat membahayakan seorang pengidap cerebral palsy, karena ditahun yang sama pula Australia telah melegalkan penggunaan ganja untuk keperluan medis dan riset. Dengan terapi penggunaan ganja yang di lakukan untuk Musa, banyak sekali perubahan signifikan yang dialami Musa mulai dari kejang yang jarang timbul, tidur Musa yang lebih nyenyak, dan dahak yang mengendap di tenggorokan menjadi mudah keluar. 

Namun sayang, Musa meninggal dunia pada 20 Desember 2020 akibat kondisi fisiknya yang terus menurun karena setelah kembali ke Indonesia Musa tidak dapat melanjutkan pengobatannya dengan ganja karena undang-undang yang melarang keras penggunaan narkotika golongan 1 termasuk ganja tanpa alasan apapun. Akhirnya Dwi Periwi dan ibu-ibu lain yang memiliki anak pengidap cerebral palsy berjuang dan memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk melegalkan ganja medis, diluar dari aspek rekresional dan kenikmatan semata, ganja merupakan secercah harapan bagi mereka yang memiliki anak pengidap cerebral palsy dan orang-orang yang mengidap penyakit lain yang hanya dapat disembuhkan oleh tanaman ganja.

Dimata masyarakat luas, ganja menjadi momok yang menakutkan, buruk, haram, kriminal, namun sebagian orang menyatakan bahwa penggunaan ganja dalam lingkup pribadi bukanlah suatu hal yang perlu dikriminalisasikan, ganja memiliki manfaat untuk mereka masing-masing tanpa harus merasa menjadi orang jahat dan buruk pada saat mereka mengkonsumsi ganja. Manusia, tumbuhan dan alam adalah segala sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan, Tuhan tidak akan menciptakan sesuatu dengan sia-sia dan tanpa tujuan yang baik (Prof. Dr. Komaruddin Hidayat,2011:5) . Segudang manfaat yang dimiliki tanaman ganja sirna begitu saja akibat stigma masyarakat yang terus meluas tentang begitu buruknya ganja, padahal dibalik itu semua banyak orang yang membutuhkannya untuk memperjuangkan hak-hak hidup mereka. Namun Mahkamah Konstitusi masih belum melegalisir tanaman ganja untuk kepentingan medis di Indonesia, karena mereka berpendapat bahwa kepentingan legalisir ganja untuk kepentingan medis berbeda disetiap negara, dan mereka juga menyatakan bahwa penggunaan tanaman ganja di Indonesia masih banyak bersifat merugikan daripada terlihat manfaatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun