Mohon tunggu...
Marmut Itam
Marmut Itam Mohon Tunggu... -

pedagang - pegawai - pelajar

Selanjutnya

Tutup

Humor

Jokowi Kok Gitu...

25 Januari 2015   19:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:24 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

kegaduhan diawal tahun 2015 telah menyita sebagian besar energi masyarakat, media, lsm, pejabat negara, pemerintah. berbagai kepentingan saling tarik ulur mengemuka dalam episode klasik cicak buaya.
jika pada episode2 sebelumnya dengan pemain dan dalang yang berbeda dari saat ini, alur cerita cenderung lebih terkendali tidak sampai membuat rusuh yang panjang
dengan berubahnya pemain, dalang dan penonton pada cerita cicak buaya kali ini alur cerita juga sedikit berbeda dari sebelumnya
Mari mulai dari sisi pandang cicak, 2 lakon cicak pak samad dan pak bambang dibanding pendahulu nya pak bibit dan pak bambang cendrung memiliki kesamaan dalam karakter dan semangat anti korupsi, tegas dan relatif tidak ada kompromi terhadap kejahatan korupsi.
Lalu sang buaya, sebetulnya juga tidak berbeda jauh dengan pelakon sebelumnya tetap buas dan ganas dalam melawan mangsa. Tidak peduli siapa yang menggangu makan siangnya pilihannya 'sikat', tidak pernah berpikir bahwa yang dihadapi hanya sekelompok cicak, teroris atau cuma pengendara, ada peluang bereskan 86.
Kemudian pihak ketiga adalah 'rakyat ga jelas', sudah menjadi catatan sejarah bahwa rakyat selalu berpihak kepada kebenaran, sehingga ada adagium bahwa suara rakyat, suara tuhan. Pelakon rakyat dengan sangat mudah memainkan peran ini, relatif tanpa pencitraan, lebih tulus dan apa adanya.
Jika para pemain memang sudah memiliki karakter yang sudah terbentuk sedemikian rupa, maka alur cerita seharusnya berpulang ke sang dalang, sederhananya dalang lah yang harus mengatur ritme sandiwara besar ini.
Dalang akan dinilaj baik jika bisa melepaskan diri dari berpihak ke salah satu pelakon, baik yang protagonis atau antagonis, jika lakon antagonis sudah berlebihan memainkan perannya, tugas dalang adalah mengembalikan irama pertunjukan ke alur yang benar, cara diam dan pura2 tidak tahu hanya menimbulkan sudara gaduh penonton, sorak sorai penonton yang gaduh bisa-bisa berbahaya buat sang dalang, penonton mau tontonan yang baik yang bisa dicerna dengan akan dan nalar, bukan cerita liar yang hanya berisi adegan 'konflik dan konflik saja'.
Sang dalang jangan terlambat sebelum penonton tambah kesel dan terpancing anarkis..drama akan lebih amburadul kalau tiba-tiba ada penonton yang lempar sandal misalnya..
kalau rasa kesal penonton bisa diakhiri dengan tepuk tangan atau setidaknya perasaan lega. Episode-episode selanjutnya sang dalang bisa memberikan tontotan dan tuntutan yang lebih menarik dan bermanfaat untuk kebaikan semua...
Semoga tagar #jokowikokgitu tidak perlu jadi trending kan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun