Mohon tunggu...
Marlina Rahman
Marlina Rahman Mohon Tunggu... Guru - ASN

Seorang ibu rumah tangga yang bekerja sebagai ASN dan hobi halu

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Tuhan, Izinkan Aku Mengeluh! (Part 2)

1 Agustus 2023   19:54 Diperbarui: 1 Agustus 2023   21:55 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Sayup-sayup kudengar suara ketukan di pagar rumah. Kucoba tajamkan pendengaran dengan membuka mata perlahan, mencoba menggapai fokus di tengah rasa kantuk yang mendera, kuselipkan rambut agar pendengaranku tak terhalang. Bunyi yang sama kini terdengar lebih jelas. Sepertinya seseorang tengah mengetuk gembok gerbang rumahku. Refleks kutegakkan badan yang masih ingin bergelut dalam hangatnya dekapan selimut. Segera kuraih handphone yang biasa kuletakkan dekat bantal, sekilas kulirik jam yang tertera di layarnya, waktu menunjukkan pukul 02.00 WITA. Siapa yang bertamu dini hari begini, batinku. Kulihat dua buah hatiku tertidur pulas, ada perasaan nyeri merayap di hati melihat mereka. Pelan-pelan aku beringsut dari tempat tidur agar pelipur laraku tak terganggu. 

Kusingkap sedikit korden jendela kamar, namun pandanganku terhalang pucuk merah yang  kini tumbuh setinggi jendela kamarku. Kulirik sekali lagi kedua malaikat kecilku, berharap mereka tak terganggu dengan semua gerakanku. Dengan kaki berjinjit, kucoba buka pintu kamarku selembut mungkin agar suara deritannya tak mengganggu. Alhamdulillah, batinku lega.  Bersyukur dalam hati, karena berhasil membuka pintu tanpa deritan. Aku tersenyum melihat tingkahku sendiri. 

Ketukan dari gerbang rumahku masih terdengar. Segera kusingkap korden di ruang tamu agar sosok yang berada di depan rumahku segera terlihat. Ternyata sosok yang sangat kukenal. Laki-laki yang selalu dicari buah hatiku, yang telah sepekan menghilang tanpa ada kabar berita. Ingin rasanya tak peduli, ingin rasanya membalas rasa kecewa yang ia berikan padaku dan anak-anak. Namun, rasa itu kalah dengan rasa khawatir akan gunjingan para tetangga yang akan membahas perilaku suamiku yang takkan pernah habis. Dan tentu hal tersebut akan sangat menggangguku dan anak-anak. Tanpa berpikir panjang aku segera mencari kunci gerbang yang biasanya kuletakkan di meja makan. Dengan sedikit berlari aku menuju gerbang, aku khawatir ada yang melihat suamiku pulang dini hari. Segera kuberikan kunci padanya tanpa melihat wajah yang telah banyak memberikanku luka batin. 

Aku berbalik kembali menuju rumah setelah memberikan kunci. Biarlah dia buka pintu gerbang sendiri, batinku. Tak kuat rasanya untuk tidak marah setelah sepekan ia menghilang tanpa berniat menghubungiku, dan kini ia kembali tanpa membawa kendaraan. Entah kemana kendaraannya. Namun, berbicara langsung dengannya malam ini tentu bukanlah pilihan yang baik, karena hanya nafsu amarah yang menguasai diri.  Langkah kupercepat agar ia tak bisa menyusulku. Segera kuhempaskan diri di tempat tidur. Tak lupa pintu kukunci  agar ia tak bisa menemuiku. Ia terlalu banyak dan sering memberiku kecewa.

Baru saja kurebahkan kepala di bantal, mencoba memejamkan mata, berusaha menenangkan hati yang dikuasai marah. Tapi, tiba-tiba terdengar pintu kamar diketuk, pastilah ia ingin menjelaskan sesuatu padaku, namun aku tak meresponnya,  mencoba untuk tak peduli seperti yang kerap ia lakukan padaku dan anak-anak ketika menghubunginya. Untuk malam ini, aku tak ingin melihat wajahnya, tak ingin mendengar penjelasannya. Ia tak juga menyerah, ia terus mengetuk pintu dan memanggil namaku, aku mencoba untuk tetap tak peduli, hingga ketukan dan panggilan itu tak terdengar lagi.

Azan subuh berkumandang, segera kubangunkan sulungku untuk melaksanakan kewajibannya sebagai umat Islam. Tak sulit membangunkannya, karena ia kubiasakan mengerjakan ibadah salat sejak berusia lima tahun. Setelah menunaikan salat, tak lupa ia berdoa, meminta segala keinginan kepada Sang Pemilik Kehidupan, seperti yang selalu kuajarkan.

"Mintalah pada Allah apa yang kamu inginkan, Nak!" Ucapku padanya suatu hari ketika ia duduk di bangku sekolah dasar kelas satu.

"Apa saja, Ma?" Tanyanya lugu. 

"Iya, apa saja, mintalah!" Jawabku yakin.

"Ya, Allah! Aku minta papa cepat pulang dan jangan sering pergi-pergi!" Pintanya mantap.

Deg!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun