Peningkatan kegiatan-kegiatan usaha yang bersifat internasional seperti kegiatan pelayaran, transportasi perairan darat, dan penerbangan yang melewati batas-batas yurisdiksi perpajakan suatu negara, memiliki risiko terjadinya pajak ganda (international double taxation). Wajib pajak harus memikul beban pajak dengan jumlah yang lebih banyak dikarenakan adanya pengenaan pajak ganda. Wajib pajak bukanlah satu-satunya pihak yang akan terbebani karena hal ini, tetapi penerima pajak negara-negara yang bersangkutan juga akan mengalami kerugian.
Misalnya, penerapan sistem domisili yang dimiliki oleh negara lain yang saling tumpang tindih. Dikarenakan hak pemajakan oleh kedua negara yang berbeda, sehingga memicu wajib pajak yang beroperasi internasional untuk menghindari pembayaran pajak. Akibatnya, pertumbuhan perekonomian negara semakin menurun.Â
Intinya, suatu persetujuan untuk menghindari pajak berganda termasuk dalam kegiatan menghindari pajak secara Yuridis. Pada hakikatnya, pasal-pasal yang ada di dalam persetujuan tersebut termasuk dalam distributive rules, yang berarti hak pemajakan antara dua negara tersebut dibagi, sehingga dapat menciptakan kebebasan yang positif.
Sudah sejak lama, ranah pajak internasional mendiskusikan isu permasalahan pajak berganda atas penghasilan dari kegiatan pelayaran, transportasi perairan darat dan penerbangan. Pada era sebelum tahun 1900, penanganan permasalahan pajak berganda atas kegiatan pelayaran, transportasi perairan darat, dan penerbangan tidak mendapat peran P3B yang optimal, namun sampai saat ini peran P3B masih terus dimaksimalkan.
Jika suatu permasalahan pajak berganda antar negara terjadi, terdapat payung hukum yang dapat dipakai untuk mengatasi hal tersebut, yaitu P3B. P3B memiliki definisi sebagai perjanjian internasional yang ketentuan hukumnya tunduk kepada hukum internasional publik dan mengikat dua atau lebih negara. Vienna Convention on the Law of Treaties (VCLT) mengatur prinsip dari hukum internasional publik dan metode interprestasi.Â
- P3B adalah perjanjian internasional yang tunduk dengan hukum perjanjian internasional dan dilaksanakan dengan niat baik (good faith).
- P3B merupakan penyesuaian antara aturan pajak domestik masing-masing negara yang mengadakan perjanjian. Membatasi ketentuan dalam ketentuan pajak domestik masing-masing negara adalah tujuan P3B.
- Masing-masing negara berkompromi dalam perjanjian tersebut dengan mengadakan P3B, maka  apabila terdapat benturan ketentuan,  P3B akan lebih diutamakan.
- Berdasarkan prinsip lex specialis derogat legi generali, P3B memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada ketentuan pajak domestik.
Untuk menentukan pemajakan, kita dapat memperhatikan persyaratan ketentuan pemajakan dalam Pasal 8 ayat (1) OECD model adalah penghasilan tersebut berhubungan dengan pengoperasian kapal atau pesawat yang dioperasikan di jalur internasional.
Pada pasal 15 UU PPh, terdapat ketentuan mengenai pajak domestik atas penghasilan yang diperoleh subjek pajak perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri. Ketentuan ini juga  diatur lebih lanjut dalam KMK  No. 417/KMK.04/1996  tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto bagi subjek pajak Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri. KMK 417 menetapkan jumlah pajak penghasilan sebesar 2,64 % dari peredaran bruto bagi subjek pajak perusahaan penerbangan atau pelayaran luar negeri.
Menurut KMK 417, peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh subjek pajak perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri dari pengakutan barang atau orang yaitu:
- Yang dimuat dari satu Pelabuhan ke Pelabuhan lain di Indonesia
- Dari Pelabuhan di Indonesia ke Pelabuhan di luar negeri.