Kamis malam sekitar pukul 20 :00 WIB, aku berjalan pulang dari Rumah Sakit. Kenapa tak menggunakan kendaraan pribadi, karena kendaraan roda dua yang biasa aku gunakan tiba-tiba ngambek, padahal sudah ku pastikan kondisinya baik-baik saja. Aku termasuk orang yang teliti mengurus kendaraan, tidak pernah telat dalam perawatannya, tapi mungkin kali ini Tuhan memberi tambahan bonus ujian untukku. Pasti ada hikmah di balik semua ini, sementara aku harus bergegas pulang karena harus mengambil sesuatu yang sangat di butuhkan di Rumah Sakit.Â
Awalnya ada niat meminta tolong pada keluarga, tapi aku sudah terbiasa anti merepotkan kecuali terpaksa. Terpikir untuk meminta anakku menjemput ke rumah sakit, tapi aku ingat dia masih menghadapi ujian, biarkan saja dia belajar. Aku lalu nekad pulang dengan berjalan kaki. Kebetulan arah menuju rumahku tidak di lalui kendaraan umum, kalaupun boleh hanya ada gojek. Tapi apesnya kali ini gojek tidak ada yang nangkring dan lagi data hp sudah berakhir sehingga aku tidak bisa menggunakan aplikasi. Wah rasanya udah campur aduk, ujiannya itu seperti serangan bertubi-tubi, dar der dor tanpa ampun.Â
Kususuri trotoar berjalan seorang diri menuju rumah yang berjarak sekitar 2 km dari Rumah Sakit. Malam yang dingin karena Lombok baru saja di guyur hujan, pohon-pohon besar di pinggir jalan semakin menambah sendu suasana, lampu-lampu jalan temaram menatapku heran, bulan enggan menampakkan diri dan memilih bersembunyi di balik awan, tak ada bintang yang terlihat, hanya ada kelap kelip lampu menyerupai bintang yang berjejer di bawah atap perkantoran yang ku lalui.Â
Ku pakai headset sambil mendengarkan musik, salah satu trik untuk mengurangi perasaaan takutku, sambil ikut bernyanyi aku tetap berjalan dengan langkah cepat dan dada berdegup, Nekad...Â
Melewati sebuah pemakaman Pahlawan, biasanya di tempat ini ada gelandangan atau ODGJ. Aku sering melihatnya tiduran di antara taman mini yang berada persis di depan gerbang makam Pahlawan di kota tempat tinggalku. Penampilannya kotor, berantakan, membawa karung yang entah apa isinya, dia berkeliling di siang hari namun malam hari dia selalu ada di sana. Kalau bertemu ODGJ itu aku sering menawari makanan apa saja yang aku punya, atau sengaja aku belikan, dan sedikitpun aku tak merasa takut karena bertemunya selain di malam hari.Â
Tapi kali ini aku ketakutan, karena malam sangat sepi aku sendiri. "di sana, sebentar lagi aku akan melewati makam itu, dia pasti di sana" pikirku... Biasanya dia membawa kayu panjang seperti tongkat, kepalanya selalu di ikat layaknya pendekar 212 seperti di film-film, bicaranya sering menggunakan bahasa campur aduk antara bahasa Sasak campur Jawa dan bahasa persatuan Indonesia, yaitu bahasa Indonesia.Â
Tuh kan...benar saja dia ada, ia menatapku seolah ingin menyapa, tapi hanya melotot saja mengikuti ke mana arahku berjalan. Aku mencoba tersenyum namun dadaku berdegup sangat cepat. Tidak fokus berjalan, aku sebentar-sebentar menoleh ke belakang takut dia mengejarku, merinding.Â
Tiba-tiba aku mendengar sekelompok pemuda tertawa, dua di antaranya bangun menghadangku. Ternyata mereka sekelompok pemuda yang sedang mabok, ada yang tertidur pulas, sepertinya sudah tak berdaya. Satu lagi dia bicara ngelantur tak jelas sambil terus tertawa dan bernyanyi, dua orang menghampiriku dan mencoba menarik tas yang ku bawa. Aku tak melihat mereka dari kejauhan karena mereka duduk di bawah pohon besar, luput dari pandanganku sebab aku terlalu fokus pada ODGJ tadi.Â
Dalam keadaan sangat ketakutan aku berlari, setelah sebelumnya tarik-tarikan tas dengan mereka. "Sini donk cantik kita nongki bareng" begitu kata mereka sambil terus menarik tasku, aku berusaha sekuat kemampuanku sambil berteriak "tolong...tolong"... ODGJ tadi berlari menghampiri kami sambil membawa kayu. Tentu saja pemuda-pemuda itu ketakutan, karena ODGJ tersebut memukul salah satu di antara mereka. Ketiganya berlari, satu di antaranya masih tertidur karena mabuk. Lalu ODGJ yang baik hati itu, memberi kode kepadaku untuk menyuruhku pergi. Aku yang masih dalam kondisi ketakutan lantas berbalik arak sambil berlari. Beberapa meter kemudian aku menoleh, kulihat ODGJ tersebut masih mengawasiku.Â
Dalam hatiku, dengan perasaan bercampur aduk sambil tak sadar meneteskan air mata, aku bergumam "trimakasih" ... Semoga Tuhan selalu melindungimu bapak ODGJ yang baik hati. Sebentar lagi aku tiba di rumah. Aku berlari kecil, setelah berbelok suasana sudah berubah. Karena di jalan ini di lalui banyak kendaraan yang menuju kampung. Alhamdulillah...aku selamat. Tuhan Trimakasih Tuhan. Tidak akan ku ulangi lagi nekad ini.Â
*