Mohon tunggu...
Markus Kocu IPB
Markus Kocu IPB Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa aktif S1 Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan IPB University.

Memiliki hobi membaca, menulis, dan diskusi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah Perampasan Lahan di Papua

25 Februari 2024   01:50 Diperbarui: 25 Februari 2024   01:55 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bagian 1 ; Sejarah Agraria di Papua.

a). Sejarah Agraria dan Transmigrasi di Papua

Historis dinamika Agraria Pertama kali terendus di Papua saat masih di pangkuan negara kolonialis Belanda (Netherland). Beberapa catatan sejarah menuliskan bahwa Belanda memasuki Papua sejak tahun 1606, 1623, dan hingga pada tahun 1660 saat itu diduga kuat bahwa Belanda masuk ke Papua melalui pintu kesepakatan bersama kesultanan Tidore. Tetapi sebenarnya kebanyakan orang asli Papua (OAP) mengatakan bahwa klaim kesultanan Tidore adalah sepihak. Pada masa itu OAP memang belum terjamah oleh pengaruh dari luar dan Masyarakatnya masih primitif, serta belum bersatu dan hidupnya masih nomaden. Kesulitan mengatur OAP yang masih primitif inilah menjadi langkah awal Belanda masuk melalui kesepakatan bersama Sultan Tidore, sebagaimana mengatakan bahwa Tidak ada Orang Eropa lain yang masuk ke Papua selain Belanda. Pada abad 16 hingga abad 20 Belanda eksis memanfaatkan tanah Papua sebagai penghasil sumber daya alam (SDA) di Papua. Tahapan pemanfaatan lahan dimulai dengan identifikasi tahun 1606, penelitian tahun 1623 ketika Jan Cartenz menduga adanya gunung es di Papua, dan ekspansi dan operasi pada abad ke 16 hingga abad 19. Masa kesultanan Tidore tidak ada catatan sejarah tentang penggunaan lahan dan diatur oleh sistem kerajaan dan kolonialis Belanda masa itu. Kehidupan masyarakat OAP primitif yang masih terkotak-kotak, sebenarnya sudah memahami teritorialnya menurut kearifan lokal (lokal wisdom). Memahami batas-batas teritorial dan hukum-hukum adat mereka. Menurut cerita yang diwariskan bahwa fakta adanya kanibal di Papua dipengaruhi oleh perang antar-suku dan sub-suku. Perang demi memperebutkan teritorial, hal ini masif terjadi hingga abad 19. Butuh beberapa abad demi membangun peradaban OAP, sejak abad 16 hingga 19 maka dibutuhkan 4 abad untuk meredam kanibalisme dan upaya membangun peradaban di Papua. 

Peradaban Masyarakat OAP berkembang dipengaruhi oleh penyebaran agama Kristen dan Katolik oleh para zendeling baik dari Jerman dan Belanda. Masuknya Pemerintah kolonialis Belanda selama 4 abad juga demi mencari SDA. Selama 4 abad, terjadinya pemetaan wilayah Papua oleh pihak Kolonial. Pemetaannya secara rahasia oleh pemerintah dan tentu membuat kebijakan yang manipulatif dan merekayasa secara sosial. Dalam sejarah Belanda menjadikan Papua sebagai pusat pengkajian potensi SDA, sebagai jajahan baru dan bagian dari rencana jangka panjang. Perkembangan ini memengaruhi mobilitas sosial yaitu Papua dijadikan tempat tahanan politik bagi Pemerintah Kolonial, target Transmigrasi kelas pekerja pemerintah Kolonialis baik dari luar Papua dan luar Indonesia. Sehingga memengaruhi peradaban OAP; mengenal pendidikan, pekerjaan, dan khususnya mengetahui hak-hak mereka sebagai warga. Para Transmigran ini pertama kali membentuk sekolah dan mengajar OAP menurut kurikulum versi kolonialis Belanda. Alih - alih membentuk kebijakan yang bersifat orientalis dalam pendidikan. Kebanyakan generasi OAP yang bersekolah merupakan kaum bangsawan tradisional, pegawai pemerintah, dan kelas pekerja yang mendapat previllege. Namun, jauh sebelumnya pada tahun 1855 ketika dua Zendeling Jerman Gerhard Herdring dan pendeta Johann Gottlob Geissler mendirikan sekolah penginjil di Mansinam. Kemudian pada tahun 1925 didirikan sekolah modern yakni sekolah pendidikan guru desa di Wasior. Beberapa sekolah di wilayah lainnya juga terdapat sekolah modern masa itu. Sebagai titik pencerahan OAP, sehingga sebenarnya masa itu merupakan puncak kesadaran nasionalisme Kepapuaan bagi OAP. Periode abad 16 hingga abad 19 membuat masyarakat OAP makin mengetahui batas-batas wilayah kepemilikan lahannya sejelas mungkin. 

Periode abad 19 hingga abad 20 sebagai puncak kesadaran Kepapuan menurut kaum intelektual Papua masa itu. Kesadaran ini diupayakan melalui aksi perjuangan yang terbentuk melalui dewan Niuw Guiniea Raad sebagai upaya awal walaupun, terkesan sebagai bentukan Belanda. Langkah kolektif ini diupayakan demi mempertahankan teritorial tanah Papua pada tahun 1960- an. Beberapa gerakan-gerakan sipil kemerdekaan sebagai upaya melindungi tanah Papua masif bermula pada masa itu. 

Perjuangan melalui diplomasi dalam dan luar Neger gencar dilaksanakan pasca pidato Presiden Soekarno di lapangan Ikada Jogjakarta, mendengungkan perebutan Irian Barat. Sebenarnya pada masa 1960 an Papua memiliki nama Niuw Guinea bukan Irian Barat. Sebaliknya, nama versi Soekarno merupakan istilah politis yang berarti Ikut Republik Anti-Nederland (Irian) Barat. Masa penuh semangat juang namun, alhasil tak berarti. Setelah terjadinya kudeta oleh PKI 1960 dan runtuhnya rezim orde lama menyebabkan dinamika politik Indonesia tidak stabil, sehingga Kolonel Inf. Soeharto ditunjuk oleh Presiden Soekarno demi mengamankan stabilitas Negara. Kelahiran orde baru melahirkan rezim otoriter tak hanya di Indonesia, tetapi meluas ke Papua yang merupakan bagian dari wilayah Belanda, sehingga juga dapat memengaruhi keputusan politik OAP. Akhirnya bermuara pada penyelesaian di PBB, Perjanjian rahasia New York aggrement 1962, Roma Aggrement, dan Resolusi PBB. Berdasarkan upaya referendum yang dikemas melalui Penentuan pendapat Rakyat (Pepera) pada akhirnya sebanyak 1024 OAP sebagai representatif dari 800.000 populasi OAP memilih ikut Indonesia. Sehingga keluarlah putusan PBB  dalam dokumen C 3 sebagai resolusi atas status Papua yang sebenarnya mayoritas negara anggotaPBB memilih abstain. Jauh sebelum status Papua log in ke NKRI, telah lahir regulasi ala Soeharto melalui UU No 5 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing demi investasi korporat, Freeport Mcmoran. Fenomena ini justru berbanding terbalik dengan usia kemerdekaan Indonesia yang berumur 18 tahun ketika mencaplok Papua tentu telah memiliki regulasi terkait Agraria. Namun, tidak diimplementasikan ke Papua sejak investasi Freeport Mcmoran tahun 1960. Sebelumnya telah dilakukan kebijakan Transmigrasi melalui kerja paksa dan mobilisasi warga dari luar Papua ke Merauke pada tahun 1950. Selanjutnya kebijakan ini genjar dilaksanakan oleh Soeharto pada tahun 1950 di wilayah Sorong Papua Barat dan wilayah Keroom Papua. Alasan kebijakan Transmigrasi adalah pemerataan penduduk yang akan berpengaruh signifikan terhadap kemajuan di wilayah yang belum merata. 

Titik awal penggunaan lahan tanpa konsensi bermula saat kebijakan Transmigrasi tahun 1950 khususnya di Kabupaten Sorong. Masa 1950 Transmigrasi lokal OAP belum ada, sebaliknya Transmigrasi non-OAP lah yang diprioritaskan. Beberapa translokal OAP kemudian menjadi partisipan yang sebenarnya sebagai pekerja perintis hutan dalam program Transmigrasi namun karena merasa cocok dengan medan yang baru dibuka akhirnya menetap dan otomatis sebagai warga translokal. Sistem kompensasi bagi Masyarakat pemilik ulayat nihil. Terjadinya klaim-mengklaim secara adat dan bagi warga Transmigrasi, barter lahan oleh OAP sendiri, dan tidak menutup kemungkinan adanya pemberian secara gratis. Wilayah Sorong Bagaikan tanah tak bertuan!, dalam sejarahnya.  Abad 19 dan abad 20 menjadi periode awal kesadaran akan kepemilikan maka Masyarakat melakukan upaya penandaan batas tradisional dan kemuadian pendataan melalui BPN Sorong. Sebagai dampak dari Ketidakadilan agraria inilah menyebabkan kecemburuan sosial, termarjinalnya OAP khususnya sub-suku Moi, ketimpangan di berbagai aspek dan bermuara pada kemiskinan struktural dan budaya. Berbarengan dengan keterbatasan SDM, masifnya ego-sektoral setiap suku, dan rendahnya persatuan bagi OAP itu sendiri sehingga terkesan masyarakat masih terkotak-kotak.

*Tulisan ini akan dilanjutkan....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun