Mohon tunggu...
Markus Eko Susilo
Markus Eko Susilo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Perjalanan = > Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menyambut Kematian Dengan Rasa Bahagia

3 September 2013   10:35 Diperbarui: 4 April 2017   17:39 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENYAMBUT KEMATIAN DENGAN RASA BAHAGIA

Tulisan ini ku dedikasikan buat seseorang yang telah memberikan inspirasi mengenai hal ini (Thanks buat Githa Naffeza) dan kepada kawan-kawan semua. Semoga tulisan ini memberikan manfaat buat kawan-kawan yang membaca.

Tidak disangka, berawal dari obrolan yang tidak disengaja di Facebook, ternyata dapat memberikan suatu pandangan baru dan pemahaman yang baik buat ku dalam menyikapi makna kehidupan tentang kematian.

Benar dan sangat nyata ungkapan yang sering ku dengar, bahwa guru kehidupan ada disekitarmu, belajarlah dari setiap orang dan belajar lah kepada alam semesta ini, ketika engkau mau merendahkan hati untuk menerima pengajarannya maka engkau akan menjadi pribadi yang ditambah-tambahkan, menjadi pribadi yang bijak dalam menyikapi setiap problematika kehidupan, menjadi pribadi yang memberikan inspirasi bagi sesama dan pada akhirnya menjadi pribadi yang bermanfaat bagi semua orang. Pepatah Minang juga dengan jelas dan tegas menyatakan hal ini : “Alam takambang jadi Guru-Alam raya jadi Guru”. Pandangan ini ingin menegaskan bahwa kita dapat memperoleh pengetahuan, wawasan dan pengalaman dari siapa saja dan kapan saja. Hal yang diperlukan untuk itu adalah kerendahan hati dan peka terhadap keadaan sekitar. Karena point pentingnya adalah setiap pribadi dan materi yang ada di bumi ini merupakan guru kehidupan yang bermanfaat untuk meningkatkan pertumbuhan kualitas kehidupan kita.

Pada awalnya aku tidak (terlalu) tertarik dengan topik yang berkaitan dengan kematian, buatku kematian merupakan suatu kejadian yang pasti terjadi dan tentunya suatu peristiwa yang mengerikan. Pemahaman ku hanya sampai pada batas ini, bahwa manusia pasti akan mati. Lantas kemudian aku tidak menghiraukan topik ini, karena dahulu aku berpandangan, tidak lah terlalu penting untuk membahas mengenai hal-hal seperti ini-topik yang sering menjadi bahan perenunganku adalah eksistensi manusia di bumi [atau dalam bahasa kerennya : Apa tujuan Manusia diciptakan??] Namun untuk apa mati dan kenapa harus mati tidak pernah terlintas dalam pikiranku. Akan tetapi setelah beberapa peristiwa yang terjadi pada ku beberapa waktu yang lalu, aku seperti tersadar dalam lamunanku[akan dunia ini]. Aku seperti diajak untuk belajar memahami apa makna dibalik sebuah kematian. Mungkin Sang Pencipta ingin memberikan suatu pelajaran yang berharga buatku saat ini untuk menggapai hari-hari bahagia yang telah dipersiapkan-Nya untuk hidupku di masa depan.

Sebelum kalimat ini keluar dari dirinya (Hidup ini belum lengkap kalau belum merasakan mati, karena kematian merupakan penyempurna kehidupan, Naffeza, 2013) terlebih dahulu sebelumnya aku membaca sebuah status yang ditulis oleh seorang anak muda yang saat ini sedang menempuh pendidikan di bangku sekolah Dasar, tepatnya kelas 6 SD, yang berbunyi : “Semua orang ingin masuk surga tapi tak satupun orang yang menginginkan mati” sekilas kalimat yang dilontarkan olehnya tampak biasa, dan pada awalnya ekspresi yang kutunjukkan adalah tersenyum sembari manggut-manggut pertanda mengangumi pemikiran pemuda ini, namun setelah obrolan yang ku lakukan bersama seorang teman di Facebook, dan juga [tanpa disengaja] menyentil mengenai hal ini, membuatku semakin penasaran, ada apa dibalik dari pandangan ini.?? Kisah berikutnya, tanpa diduga-duga, setalah membaca buku Sejarah Filsafat tiongkok yang tulis oleh Budiono Kusumohamidjojo [yang berbunyi : “Hidup adalah awal dari manusia, kematian adalah akhirnya. Jika awal dan akhir dari manusia diperlakukan dengan baik, jalan kemanusiaan itu menjadi lengkap. Karena itu fungsi perkabungan adalah untuk menjelaskan makna hidup dan mati. Dan hal yang menjadi point penekanan adalah : Sikap yang benar adalah memperlakukan kematian sebagaimana yang kita ketahui dan sebagaimana yang kita harapkan, ditulis oleh Xunzi, murid dari Konfusianis, seorang tokoh pemikir Tiongkok”] ini, aku semakin diteguhkan. Dua peristiwa yang terdahulu ternyata memiliki keterkaitan-apakah hal ini sebagai pertanda bahwa aku harus mengubah pandanganku mengenai kematian??? Pertama membaca status, kedua obrolan via Fb dan ketiga membaca buku Sejarah Filsafat Tiongkok.

Peristiwa demi peristiwa ini seperti sedang menuntunku. “Engkau harus memahami makna kematian!!!” Begitu kira-kira perintahnya padaku. Suara ini semakin jelas, dan [sedikit memaksa] menuntunku agar menelusurinya lebih jauh. Sehingga beberapa hari ini, konsentrasi dan waktu yang ada padaku, ku arahkan untuk mendalami hal ini.

Pertama-tama aku mencoba menelusuri ingatan yang ada dalam memori kepalaku. Merenung sejenak... dannnn.. yaaaaa. Aku mengingat nama seorang warga Kompasiana yang pernah menulis mengenai hal ini [aku dahulu sempat sekilas membaca, namun tidak merenungkannya sampai mendalam]

Terlebih dahulu aku mencoba menelusurinya melalui pertemanan sesama warga kompasiana. Namun aku tidak menemukan hasil apa-apa. Fasilitas search yang ada di kompasiana tidak juga dapat membantuku dengan baik. Pada akhirnya aku beralih ke situs search egine yang sangat membantuku dalam mengatasi hal-hal seperti ini [http://www.google.com] dan menemukan beliau beserta akunnya di media kompasiana[http://www.kompasiana.com].

Setelah beberapa saat menelusuri koleksi tulisan yang telah beliau buat dalam akunnya, pada akhirnya aku menemukan 3 tulisan yang sama. Sama-sama membahas mengenai kematian. Dari ketiga tulisan dengan topik yang sama tersebut, aku menemukan ada dua point penekanan yang berbeda dari ke-3 tulisan tersebut. Penekanan pertama mengenai makna kematian bagi diri sendiri dan makna kematian bagi orang lain.

Dari ke-3 tulisan tersebut aku menemukan benang merah yang hampir mirip dengan beberapa tulisan yang aku temukan di berbagai situs dunia maya dan bahan-bahan yang lain seperti buku, diantaranya : sinopsis buku Psikologi Kematian yang ditulis oleh Rima dengan pengarangnya bernama Komaruddin Hidayat, selanjutnya di situs eramuslim.com dengan judul tulisan “Menyambut Kematian” dan satu buku yang ditulis oleh J. Sumardianta yang berjudul “Guru Gokil Murid Unyu”.

Setelah menimbang-nimbang sejenak, aku berpandangan bahwa beberapa bahan ini semoga bisa menjadi seberkas cahaya penenerang dalam kegelapan yang selama ini telah menyelimutiku. Bahan ini bukan menjadi bahan pertama dan akhir bagiku, tetapi biarlah bahan ini menjadi hidangan pembuka [pendahuluan] agar aku semakin sadar bahwa sangat diperlukan memahami makna kematian agar kelak tidak tersesat dengan pola pikir praktis yang telah diciptakan dunia dan telah membudaya saat ini.

Mari kita coba kupas satu persatu bahan ini, sehingga [mudah-mudahan] bisa menjadi perpaduan yang penuh dengan nilai estetika.

1.Makna Kematian Bagi Diri Sendiri

Kematian adalah :

Pintu Menuju Kehidupan yang kekal (Julianto, S)

Pertama-tama aku ingin membahas salah satu tulisan yang sangat menarik dari tulisan yang dibuat oleh Sdr. Julianto S (warga kompasiana) yang berjudul “Steve Jobs : Kematian, Buah terbaik Kehidupan.

Bila mendengar nama Steve Jobs, dengan keyakinan penuh aku berpikir bahwa teman-teman [setidaknya] pasti mengenal beliau, walaupun hanya mendengar namanya yang sangat kesohor tersebut. [Steve Jobs, seorang pengagum estetika. Keindahan dunia]. Apa rahasia kesuksesan beliau??? Pertanyaan ini kerapkali diajukan kepada orang-orang yang telah berhasil dalam bidangnya masing-masing, tak terkecuali Steve Jobs. Hingga kemudian setelah kepergiannya beberapa tahun yang lalu, banyak bermunculan buku-buku yang mengupas kehidupan dan rahasia perjalanan karir beliau yang dipajang diberbagai rak toko-toko buku. Orang-orang haus pengetahuan mengenai rahasia kesuksesan yang pernah diraih oleh Steve Jobs. Banyak buku yang berkaitan dengan dirinya di buru dan di baca. Apa rahasianya???? Eittssss... yang sssabar yaaaaa... Saya pasti akan memberitahukannya kepada kawan-kawan semua.

Ketika Steve Jobs berumur 17 tahun dia mendengar sebuah kalimat yang membawanya kepada kesuksesan yang tanpa batas, yaitu : “Bila kamu menjalani hidup seolah-olah hari itu adalah hari terakhir mu, maka suatu hari kamu akan benar” ungkapan ini bekerja dalam diri Steve Jobs. Sehingga selama 33 tahun terakhir [semasa hidupnya] dia selalu melihat ke cermin setiap pagi dan bertanya ke dalam diri sendiri : “Bila ini adalah hari terakhir saya, apakah saya tetap melakukan apa yang akan saya lakukan hari ini??”

Spirit dari ungkapan ini bermakna buatlah hari-hari mu menjadi hari-hari yang terbaik yang pernah kau lakukan. Atau bisa juga bermakna, lakukan yang terbaik selagi kamu diberikan kesempatan untuk melakukan yang terbaik di dalam hidupmu [hai para pria, kasihi wanita yang engkau cintai. Jangan ambil kehidupannya, tapi hidupi dia dengan cintamu-jangan berharap banyak dengan waktu yang sempit, lakukan sekarang dan cintai mereka dengan setulus dan segenap hatimu, MESS (2013) - nyelippp dikit tentang ini] Kalimat ini ingin mengajak kita agar memakna hidup ini bukan hanya sebatas menjalaninya biasa-biasa saja. Akan tetapi mari sambut kehidupan ini dengan membuat hidup kita berharga melalui pekerjaan yang kita lakukan dengan spirit yang tinggi, spirit yang mendorong kita untuk melakukan hal-hal yang luarrrr  biasa. Spirit yang membantu kita untuk meningkatkan hidup yang berkualitas.

Kalimat itu benar-benar membawa perubahan yang besar dalam kehidupan Steve Jobs. Dalam pidatonya di Stanford dia berkata : “Waktu anda terbatas, jadi jangan sia-siakan dengan menjalani hidup orang lain. Jangan terperangkap dengan dogma-dogma yaitu hidup bersandar pada hasil pemikiran orang lain. Jangan biarkan omongan orang menulikan anda sehingga tidak mendengar kata hati anda. Dan yang terpenting, miliki keberanian untuk mengikuti kata hati dan intuisi anda, maka anda pun akan sampai pada apa yang anda inginkan”

Steve Jobs juga hendak berbicara bahwa pelajaran yang terpenting dalam hidup ini adalah meningkatkan kualitas diri dengan melatih kepekaan untuk menggunakan intuisi. Karena Intuisi yang akan mengarahkan kita, dan dari intuisi ini lah akan timbul pemahaman yang berbeda dalam memaknai kehidupan ini. [tidak peduli apa kata orang, anda tetap dengan gagah berani terus bertahan dan berjalan dalam menghadapi setiap permasalahan kehidupan (dengan bidang kehidupan [pekerjaan] yang sedang anda geluti), karena anda yakin intuisi tidak pernah salah dalam membimbing dan mengarahkan kita, semua hanya persoalan waktu dan pada akhirnya anda akan menjadi pemenang] Syaratnya adalah kita harus berani mendengar dan melakukan [bertindak] seperti yang intuisi katakan kepada kita. Ketika ini dengan konsisten kita lakukan, maka kita akan menjadi pribadi yang bahagia. Rumus atau rahasia ini terkesan sederhana tapi amat berguna dan bermanfaat buat kita. Karena yang terpenting adalah : memahami apa tujuan mulia dari hidup kita, kemudian mencari dan menemukan panggilan hidup kita di dunia serta yang terpenting adalah melakukan panggilan tersebut.

Pemahaman ini amat penting untuk kita tanamkan di dalam diri karena seperti yang dituliskan oleh Rima dalam sinopsisnya : Kadang ada orang yang takut dengan kematian. Kadang juga ada orang yang merindukan kematian. Orang pertama yang takut dengan kematian, karena dia belum memiliki bekal yang cukup untuk menghadapi kematian. Sedangkan orang kedua yang merindukan kematian adalah orang yang sudah mempunyai bekal banyak untuk menghadapi kematian” Bekal disini jelas memiliki makna hal-hal penting dan benar yang sudah kita lakukan selama hidup di dunia. Dan untuk melakukan hal-hal itu kita perlu intuisi yang akan menuntun kita. Dengan intuisi itu maka kita menjadi tahu apa yang seharusnya kita lakukan di dalam hidup ini.

Dalam sinopsisnya Rima juga berpesan : “Kematian sebagai penyemangat kita melakukan sebanyak mungkin kebaikan” pemahaman ini jelas ingin mengajak kita untuk mengubah paradigma lama yang menganggap bahwa kematian adalah suatu hal yang mengerikan. Menatap kematian dengan pemahaman yang seperti ini mempunyai kesan yang mendalam mengenai eksistensi kita ada di dunia. Bermanfaat buat orang lain. Tidak ada yang lain, itu lah fungsi kita sebagai manusia.

Ada benang merah yang ingin disampaikan oleh para penulis dan Steve Jobs sendiri yakni, dengan mengenang bahwa kematian akan dekat, maka kita dituntut untuk merefleksikan keadaan hidup kita saat ini dan kedepan. Dalam bahasa sederhananya adalah : “adakah kita sudah melakukan persiapan sebelum ajal menjemput??” lantas kemudian pertanyaan selanjutnya adalah : “Apakah kita sudah menemukan makna sejati dari seorang yang disebut sebagai manusia-makhluk yang paling mulia di muka bumi ini???” dan pertanyaan terakhirnya adalah : “perbuatan baik apa yang sudah kita tinggalkan di atas muka bumi ini?? Sudahkah kita menjadi bermanfaat (yang sebesar-besarnya) bagi orang lain??”

Dengan meresapi kematian maka kita akan berusaha untuk terus disadarkan mengenai pertanyaan-pertanyaan ini, sehingga kemudian akan berdampak terhadap perubahan cara berpikir kita dalam memandang kehidupan dan akhirnya kita bekerja tidak lagi beroreintasi kepada kepentingan diri sendiri. Ajaran filsafat konfusianis juga berseru bahwa orang besar akan selalu mengabdikan dirinya bagi orang lain.

Kematian adalah jalan/pintu masuk dalam perjalanan hidup yang membahagiakan. Sebab kita bisa bertemu dengan Tuhan, Sang Pencipta. (Julianto. S)

2. Makna Kematian Bagi Orang Lain

Dalam masyarakat di dunia, ada berbagai macam adat dan budaya berkabung dan menguburkan jenazah. Yang ingin dijadikan point penekanan adalah bukan adat atau budaya berkabung dan menguburkan jenazahnya akan tetapi makna dari meninggalnya seseorang buat hidup kita. Ada seorang teman, saya lupa tahun berapa dia berujar kepadaku, yang terngiang dipikiranku sampai saat ini hanyalah kata-katanya saja. Dia berkata kepadaku, dulu dia pernah mendengar ceramah di Masjid yang berkata : “seharusnya kita bersyukur bisa mengikuti perkabungan dan mengantarkan jenazah ke tempat peristirahatan terkakhirnya, karena dari situ (makna yang seharusnya kita ambil) kita ingin diingatkan bahwa ajal tidak ada seorang pun yang tahu, yang kita tahu adalah kita bisa berbuat baik dan benar dan apakah kita sudah melakukannya??” seolah-olah dari mengikuti hal ini kita ingin disadarkan akan suatu pesan bahwa tidak ada waktu lagi yang harus kita buang. Segera berbuat baik. Lakukan sekarang. Mari kita membuat hidup kita berguna bagi orang lain.

Berbicara kematian aku juga jadi teringat ucapan seorang temanku (saat ini dia sudah bekerja di Batam) mengenai ciri-ciri yang dapat kita lihat. Dia berkata : “sewaktu kita lahir, yang umumnya terjadi adalah kita menggenggam kedua tangan kita. Coba perhatikan bayi yang baru lahir, pada umumnya berperilaku sama-menggeenggam tangannya. Lantas kemudian bandingkan dengan orang yang meninggal, yang tampak adalah dia tidak menggenggam tangannya, namun membukanya” Lantas aku bertanya apa makna dari itu semua. “dia berujar, ketika kita bayi, kita seolah-olah merasa menjadi manusia yang kuat-superior, mau menggenggam dunia dengan tangan dan tenaga kita. Akan tetapi ketika kita meninggal kita sadar bahwa hal itu adalah kesombongan belaka. Dan kita tidak pernah bisa menggenggam dunia dengan tenaga  dan kekuatan kita” setelah aku coba renungi laggi, aku mencoba memahami apakah hanya itu maknanya, ternyata aku seperti dituntun dengan sebuah pernyataan bahwa, ada makna lain yaitu : kita melepaskan diri kita dengan dunia ini. Dan sewaktu bayi kita menjadi bersatu dengan dunia.

Selain itu, kematian kita juga bermakna melepaskan segala sekat-sekat yang sewaktu kita hidup sering kali tampak dalam kehidupan kita. Coba mari kita perhatikan, seseorang yang sedang berkelahi dan salah satu diantaranya tiba-tiba meninggal maka yang terjadi adalah timbul rasa kesedihan, timbul rasa sedih. Sekat-sekat emosi dapat dihapuskan dari adanya kematian.

Tidak hanya itu, dari situs eramuslim.com ada suatu yang menarik untuk dibagikan mengenai cara kematian dalam menjemput seseorang. Dari pandangan kita, ada beberapa kasus yang unik, meninggal sewaktu tidur, sakit keras, kecelakaan dll. Disitus tersebut disebutkan, seseorang yang tidak berbuat baik dalam hidupnya akan meninggal dengan cara yang tidak baik. Berbeda dengan yang semasa hidupnya berhasil menjalani kehidupan dengan baik dan benar akan disambut dengan baik.

Jika Anda adalah orang yang sukses menjalankan Misi Ibadah dan Visi Khilafah dengan baik ketika hidup di atas bumi Allah ini, maka Malakul Maut datang dengan penampilan yang sangat sopan, berpakaian putih bersih dengan aroma harum kasturi. Sambil tersenyum ia mencabut nyawa dari badan Anda dengan sangat hati-hati sehingga nyaris tidak Anda rasakan. Sebaliknya, jika Anda adalah orang yang gagal menjalankan Misi Ibadah dan Visi Khilafah semasa mendapat jatah hidup di dunia, Izrail (Malakul Maut) akan datang kepada Anda dengan wajah yang marah, garang, hitam pekat dan berbau busuk. Ia akan memperlakukan Anda dengan sangat kasar sambil membentak-bentak dan berkata : Wahai Hamba Allah, Inilah balasan awal dari kegagalanmu dalam menjalankan Misi Ibadah dan Visi Khilafah, karena kesombongan diri, pembangkangan dan kedurhakaan pada Tuhan Pencipta, Allah Rabbul ‘Alamin (eramuslim.com)”

Ada sebuah kisah menarik mengenai kematian yang disampaikan dalam buku J. Sumardianta yang berjudul Guru Gokil Murid Unyu, mengenai cara kematian. Dikisahkan ada seorang anak yang mengidap kanker otak ganas. Sang Ibu merawat anak tersebut dengan penuh kasih sayang. Seluruh tenaga dan biaya pengobatan telah diupayakan orang tuanya agar anaknya bisa sembuh dari sakitnya. Akan tetapi dokter tidak dapat berbuat lebih baik. Sang anak dengan lugunya berkata : “Ma, ketika nanti saya meninggalkan Mama, saya ingin agar tubuh saya bisa disumbangkan kepada universitas untuk diteliti” ungkapan sang anak ini begitu menggugah perasaan orang tuanya. Setelah anak ini meninggal maka orang tuanya menyerahkan tubuh anaknya untuk diteliti. Dan saat ini perkembangan dunia medis mengenai penyakit kanker dapat terbantukan berkat jasa dari anak muda yang berhati mulia ini.

Terakhir, saya ingin mengutip tulisan yang juga dibuat oleh Bang Julianto S yang berjudul Sakitnya Kematian:

“Ayah mertua saya Prof. Ndraha 15 tahun lalu memberi pesan  bagi anak dan mantunya. Dia mulai dengan bertanya: “apakah ada anak anak bapak yang membawa foto bapak di dompet kalian…?”  ……Ternyata tidak ada satupun dari ketujuh anaknya  yang membawa foto

Lalu Ayah mulai memberikan nasehat:

” Oke, tak masalah jika kalian tidak membawa foto bapak. Kalian juga boleh lupa wajah Sayab kalau aku sudah meninggal. Tapi ada satu yang tidak boleh kalian lupakan, wariskanlah nilai dan tradisi luhur yang bapak ajarkan kepada cucu cucuku. Kalau kalian lakukan itu barulah aku ini berhasil.”

Ayah  melanjutkan: “Anak -anak, milikilah  kualitas hidup dan kualitas mati yang baik.   Hidup yang berkualitas adalah: kita mewarisi  hal- hal  yang baik dari para pendahulu kita. Meneruskan nilai leluhur dan para  pengajar  kita dengan baik. Hidup kita berguna. Sedangkan kualitas mati yang baik adalah, kita mewariskan atau meninggalkan hal yang baik kepada anak dan generasi sesudah kita. Kehadiran, ajaran, teladan hidup kita sungguh  berguna bagi mereka. Anak-anak, papa  merasa berhasil, hanya jika kalian mewariskan nilai dan ajaran hidupku pada cucu-cucuku.”

Orang yang mempersiapkan kematiannya akan bersemangat dalam hidup. Hiduplah hari ini seolah besok anda akan mati. Steve Jobs, pendiri Apple.

Kematian adalah sesuatu yang pasti, tetapi bagaimana kita meninggalkan dunia ini dengan cara yang benar, hal itu [sepenuhnya] tergantung pada pilihan yang telah kita tetapkan. MESS, 2013.

Semoga tulisan ini memberikan manfaat kepada kawan-kawan. Akhir kata saya ingin menyampaikan, mari kita sambut kematian dengan rasa yang bahagia dan penuh suka cita, rasa bahagia dan suka cita ini ada karena kita telah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dan melakukan perbuatan yang diinginkan Tuhan atas hidup kita dan untuk itu kita sudah siap untuk bertemu dengan Tuhan, Sang Pencipta.

Dimana letak sempurnanya hidup dalam kematian??? Sempurnanya hidup dalam kematian adalah bertemunya kita dengan Tuhan, Sang Pencipta. Kematian merupkan pintu untuk itu. Soooo..... mari... mari...Mari berbahagia dalam menyambut kematian. Salam.. J

Padang, 23 Juli 2013

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun