Pada suatu pagi yang sibuk di stasiun commuters metro station di Washington, D.C. Seorang pria muda tampak asyik memainkan biola nya disalah satu sudut stasiun.
Seperti musisi jalanan pada umumnya, si pemuda juga menaruh semacam tempat dimana ia berharap mendapatkan sedikit uang dari pejalan kaki yang melintas.
Beberapa jam setelahnya, pemuda tersebut hanya berhasil mengumpulkan $59 dari pertunjukannya. Nama pemuda tersebut adalah Joshua BellSampai disini mungkin tidak ada yang aneh dari cerita tersebut. Namun tahukah anda, beberapa hari sebelumnya, bell adalah seorang violist yang memenangkan Avery Fisher Prize for outstanding achievement in classical music.
Disamping itu Bell adalah seorang violist bernilai jutaan dollar yang mampu membukukan 200 international show dalam setahun. Luar biasa!Lalu mengapa seorang Bell. Berdiri dan "mengamen" di stasiun? Sebetulnya adegan tersebut adalah bagian dari program washington post. How public recognize the maestro.
Tapi apa yang mau kita bahas disini bukan mampu atau tidaknya sekitar seribu orang yang melintas mengenali alunan musik Bell. Namun mengapa mereka tidak mampu mengenali nya.
Context vs content
Dalam konsep marketing modern. Banyak ahli yang percaya kalau "bungkus" alias konteks jauh lebih penting dari kualitas dasar alias konten itu sendiri.
Jika kita percaya hal ini, kita bisa memahami mengapa superdry bisa menjual sepotomg t-shirt lebih mahal dibanding t-shirt biasa yang kita beli di dept store biasa. Kalau bicara kualitas, anda pasti dengan mudah menemukan t-shirt lain yang memiliki kualitas dasar sama atau jauh lebih baik dari superdryIni juga menjelaskan mengapa burger king bisa menjual burgernya dengan harga tinggi namun tetap laris dibandingkan dengan toko burger rumahan
Yang dimaksud context disini bukanlah sekedar bungkus dalam arti sebenarnya. Namun "sepaket" upaya yang dilakukan untuk meningkatkan value produk itu sendiri. Bentuknya bisa macam-macam. Service yang juara, citra brand brand yang bagus, asosiasi brand yang kuat, dan lain sebagainya. Namun tanpa menyentuh aspek konten atau kualitas dasar produk sama sekali.
Kembali ke kasus Bell, alunan musik yang bell mainkan tentu adalah alunan yang tidak jauh berbeda dengan yang ia mainkan di theater house.
Perbedaannya adalah, tidak ada sorot lampu, panggung megah, kursi empuk yang menemani konser Bell di stasiun. Dan sekali lagi itu adalah context. Bell adalah Bell baik itu di stasiun maupun di gedung konser dan itu adalah contentContent sama context berbeda hasilnya tentu berbeda
3 reason why
Mohon dipahami bukan berarti kualitas alias context itu tidak penting, namun kami punya 3 argumen mengapa context is more important than content1. Quality is basic requirement
Kualitas adalah dasar dari value produk anda, disini berarti kualitas memang tidak boleh anda kompromikan. Tapi punya kualitas bagus tidak menjamin produk anda punya value yang bagus pula.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!