Â
     Bibirku terus mengukir senyum saat kaki ini melangkah dengan semangat menuju tempat pemberhentian bus di sepulang sekolah hari ini untuk menemui seseorang. Seseorang yang akan kutemui itu sudah berhasil membuatku jatuh cinta padanya tanpa peduli bagaimana keadaannya. Seseorang yang juga sudah membuatku seperti orang gila karena suka tersenyum sendiri bila mengingat wajahnya.
     Seminggu lalu, masih dipulang sekolah, tidak sengaja aku menabrak seseorang yang sedang berdiri di tepi jalan dekat minimarket. Seorang laki-laki berseragam putih abu-abu sama sepertiku yang kelihatan juga baru pulang dari sekolahnya. Aku tidak terlalu memperhatikan jalan yang ada di sekeliling saat itu, karena terus menunduk sambil mendengus kesal mengingat kejadian di sekolah. Ya, ada insiden yang membuatku geram.
     Laki-laki itu jatuh tersungkur akibat tabrakan tersebut. Aku langsung meminta maaf karena sudah menabraknya. Namun, ia tidak mengindahkanku, ia terus meraba-raba jalan seperti mencari sesuatu. Aku tak tahu ia mencari apa. Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling agar mengetahui apa yang ia cari. Sampai akhirnya mataku terbelalak melihat sebatang benda panjang yang memiliki 3 warna yaitu hitam, putih dan merah yang berada tidak jauh dari depannya. Ternyata dia...?
     Dengan secepat mungkin aku bersegera mengambil tongkat itu untuk diberikan padanya yang sedang kesulitan mencari. Namun, langkahku terhenti ketika melihat anak perempuan yang datangnya entah dari mana langsung mengambil tongkat tersebut dan membantunya berdiri.
     "Kakak gak apa-apa, kan?" Gadis berseragam putih biru dengan rambut terurai panjang berkata sambil memberikan tongkat tersebut.
    "Gak apa-apa, kok." Jawab laki-laki yang kutabrak itu yang ternyata merupakan kakak darinya.
     Mataku kembali terbelalak dengan mulut menganga karena melihat matanya hanya memandang lurus ke depan tanpa melihat sang adik yang ada di samping kanannya. Ternyata ia tidak bisa melihat, dan dengan menggunakan tongkat itu dapat membantunya melangkah untuk mengetahui arah yang akan ia lalui. Maaf, untuk reaksiku yang berlebihan ini.
     Seusai kakak beradik itu bercakap-cakap, aku berjalan perlahan menghampiri mereka untuk kembali meminta maaf. Anak perempuan itu menoleh ke arahku ketika sadar akan adanya diri ini.
    "Maaf, ya? Aku gak tahu kalau ada kamu di depan. Maaf banget karna udah nabrak  kamu sampai jatuh," aku berkata dengan penuh penyesalan.
    "Gak apa-apa. Saya juga minta maaf, ya? Kayaknya saya berdirinya kurang ke pinggir, deh?" Ia menjawab sambil tersenyum lebar. Senyumnya manis sekali dengan bibirnya terlihat sangat sehat karena berwarna merah muda dan lembab. Tidak. Tidak. Aku yang salah. Aku yang berjalan tidak memperhatikan sekeliling.
    Aku terus memandanginya tanpa mengedipkan mata. Selain senyumnya yang manis, wajahnya juga tampan, sampai-sampai bibirku mengukir senyum melihatnya. Selama beberapa saat memandanginya, aku pun tersadar ketika mendengar suaranya yang berkata untuk meminta izin pulang terlebih dahulu.
   "Kita duluan, ya?"
   "Iya, hati-hati. Sekali lagi maaf, ya?"
Ia tersenyum sambil menganggukkan kepala menjawabnya.