Inka dan Kak Reno tertawa menyaksikan aku juga ibu berselisih. Ibu benar, memang Inkalah teman SMA pertamaku yang datang ke rumah untuk main. Namun, ibu tidak benar jika berpikir bahwa aku tak memiliki teman di sekolah.
      Aku berteman dengan anak-anak di sekolah, baik laki-laki maupun perempuan dan dari senior juga junior. Posisiku saat ini menjadi junior, sih. Tapi, tidak harus, kan, mereka kuajak ke rumah agar dibilang kami berteman atau aku memiliki teman?
      "Inka, kamu nginap di sini aja, ya. Udah malam soalnya kalau pulang ke rumah." Kak Reno mengatakan itu pada Inka di akhir makan malam kami.
      "Iya, Pak. Niat aku memang mau menginap di sini, aku juga udah bilang sama Rena. Besok, kan, libur sekolahnya."
      Mengetahui Inka memanggil Kak Reno dengan sebutan itu, ibu tertawa sambil berkata. "Kamu dipanggil apa, Kak? Pak? Bapak? Hahaha."
      "Iya, di sekolah Pak Reno dipanggil 'bapak', tante." Inka menjawab.
      "Anakku ini masih muda, jangan dipanggil 'bapak' ah. Panggil kakak aja," ucap ibu.
      "Pak Reno memang dari awal dipanggil 'bapak' tante, Pak Reno sendiri yang membahasakannya pada kami."
      Ibu kemudian bertanya lagi pada Kak Reno, dan ia membenarkan ucapan Inka itu. Ia bilang, biar sama seperti guru lain yang dipanggil 'bapak'. Tapi benar juga. Memang ada ya, guru laki-laki dipanggil 'kakak'? Ada!
      Karena diselingi mengobrol, tak terasa makan malam pun usai. Nasi beserta lauk yang ada di piring kami telah habis. Aku dan Inka membantu ibu membereskan piring-piring kotor untuk dibawa ke dapur.  Setelah itu, masuk ke kamar untuk beristirahat, begitu juga ibu dan Kak Reno.
      Malam ini aku sangat bahagia. Hubunganku dengan Inka akhirnya membaik. Ada hikmah di balik musibah yang aku alami. Tak apa jika keadaanku harus seperti ini, asal aku terus berteman baik dengannya.