'Tok.. tok.. tok..'
      Suara ketukan itu membuat kepala yang tengah kubenamkan di atas meja langsung menoleh ke arah pintu. Aku tersenyum lebar. Rasa kantuk yang disebabkan terlalu lama menunggu Kak Reno pulang seketika hilang, karena yakin seseorang yang ada di luar sana adalah dirinya.
      "Buka aja, Kak. Gak dikunci, kok." Jawabku dengan sedikit meninggikan suara. Aku pun mengembalikan foto-foto yang sempat kulihat pada tempatnya selagi tadi menunggu Kak Reno.
      Ada satu foto yang sukses membuatku tertawa, yaitu foto ketika Kak Reno kecil dengan gigi yang ompong di bagian depan. Aku tak bisa memperkirakan berapa umur Kak Reno kala itu, yang jelas adiknya ini belum terlahir di dunia. Meski begitu, ia tetap terlihat tampan, karena sedari kecil ia memang sudah tampan. Aku pernah bilang, kan? Hehehe.
      Ada satu foto lagi yang membuatku merasa bangga, bahagia dan beruntung memiliki kakak seperti Kak Reno. Bukannya berlebihan, kamu pun pasti merasakan hal yang sama pada kakak-kakakmu. Bersyukurlah yang memiliki saudara, baik itu kakak maupun adik, karena dengan adanya ia hidup kita tidak kesepian.
       'Tok.. tok.. tok..'
      Aku mengernyitkan alis mendengar ketukan itu lagi. Apa Kak Reno tak mendengar ucapanku tadi, sehingga ia tidak membuka pintunya sendiri?
      "Buka aja, Kak. Gak dikunci, kok." Aku kembali mengatakan itu dengan lebih meninggikan suara, agar ia mendengar jawabanku. Namun, ketukan itu lagi-lagi terdengar. Kak Reno tak mungkin tak mendengar suaraku, ia pasti menginginkan aku yang buka pintunya. Manja sekali ia.
      "Tadi, kan, aku udah bilang, pintunya gak dikun.." ucapanku terhenti setelah membuka pintu mendapati seorang gadis dengan seragam sekolah yang masih menempel di tubuhnya.
      "Inka!" Aku terbelalak melihat dirinya ada di hadapanku. Jadi, orang yang mengetuk-ngetuk pintu itu adalah gadis centil yang selalu mengusik hidupku, bukan Kak Reno yang tengah kutunggu-tunggu kedatangannya? Pantas saja, ia tak membuka pintunya sendiri.
      "Ngapain kamu ke sini? Mau menertawakan keadaanku yang cacat ini?" Aku berkata dengan menekankan kata 'cacat' padanya, yang seketika membuat ia mengangkat kepala yang sedari tadi tertunduk.