Dan untuk membalas kebaikan Kak Reno itu, aku juga selalu menyetrikakan seragam sekolahnya ketika aku menyetrika seragam sekolahku. Terkadang baju yang sudah dicuci oleh ibu yang dipakainya untuk sehari-hari pun aku ikutsertakan di dalamnya.
Aku meminta ibu untuk tidak memberitahu Kak Reno bahwa baju-bajunya aku yang menyetrika, ia pasti tak membolehkan adiknya melakukan itu semua. Namun, suatu hari ibu tak sengaja mengatakan hal tersebut pada Kak Reno, hingga ia mengatakan ini..
"Ibu, kok, membiarkan Rena menyetrika baju aku, sih? Kasihan rena, kan, Bu, pasti dia kecapekan?"
Merasa disalahkan oleh anak pertamanya itu, ibu pun menjawab. "Adik kamu yang mau sendiri, Kak. Ibu udah melarangnya, kok. Tapi dia tetap mau menyetrikakan baju kamu."
Aku ikut membela. "Ibu benar, Kak. Aku sendiri yang mau menyetrikakan baju kakak. Jadi kakak jangan menyalahkan ibu."
"Kakak gak mau kamu kecapekan, Rena. Baju kakak, kan, banyak. Belum lagi sama baju kamu. Kamu jangan menyetrika baju kakak lagi, ya? Biar kakak aja yang menyetrika sendiri,"
"Nggak, Kak. Aku gak capek, kok. Aku malah senang bisa bantu menyetrika baju kakak."
Kak Reno tersenyum mendengar jawabanku, seperti halnya aku kepadanya saat mendengar jawabannya kala itu. Ia juga pasti tak bisa menjawab ucapan adiknya tersebut, yang sama-sama saling menyayangi saudaranya.
Sebenarnya, Kak Reno juga pernah disukai oleh teman-teman perempuanku semasa SMP dulu. Setiap kali mereka main ke rumah selalu menanyakan dirinya. Kali pertama melihat Kak Reno, mereka berkata seperti ini..
"Rena, kakak kamu ganteng banget!"
"Kok, gak pernah cerita ke kita kalau punya kakak yang tampan?"