"Loh, Rena, udah mau berangkat sekolah aja?" Ibu bertanya ketika mendapati anak perempuannya yang masih kelas satu SMA ini sudah siap untuk berangkat menuntut ilmu, padahal jam baru pukul enam. Karena berangkat sendiri, jadi aku melebih awalkan tiga puluh menit pergi dari biasa ketika bersama Kak Reno.
      "Gak bareng kakak berangkatnya?" Sambung wanita yang telah melahirkan kami itu.
      "Sekarang aku udah gak mau berangkat sekolah bareng kakak lagi, Bu." Jawabku.
      "Kamu sama kakak ada apalagi, sih?"
      Ya, sudah dua kali anak-anak ibu ini bertengkar. Padahal, sedari kecil kami tak pernah begitu. Semenjak Kak Reno menjadi guru di sekolahku, hubungan kami jadi tak seharmonis dulu. Jujur, aku jadi merasa serba salah berada di posisiku ini. Kamu paham apa yang aku rasakan, kan?
Dulu..
Kak Reno selalu membantuku mengerjakan PR atau tugas dari sekolah. Ia tak pernah merasa direpotkan ketika aku selalu datang ke kamarnya dan mengganggunya yang tengah juga belajar.
"Kalau ada PR yang gak bisa kamu kerjakan sendiri, bilang kakak aja, ya, kakak siap bantu kamu." Ia mengatakan itu seusai PR-ku terisi semua.
"Makasih banyak, ya, Kak. Maaf aku selalu merepotkan kakak,"
"Nggak, Rena. Membantu adik sendiri masa merepotkan, sih? Kakak malah senang bisa bantu kamu,"
Aku hanya tersenyum mendengarnya, tak bisa menjawab lagi. Kamu pasti tahu bagaimana perasaanku saat itu, bagaimana bahagianya aku memiliki kakak yang begitu sayang padaku?