Setelah menunggu lama, akhirnya Kak Reno datang ke kelas sambil menyapa kami seperti biasanya.
      "Pagi, Pak!"Jawab kami bersamaan.
      'Pak' atau 'bapak', begitulah panggilan Kak Reno di sekolah ini, sama seperti guru-guru lelaki yang lain. Usianya yang baru mau memasuki angka dua puluh lima, aku rasa belum pantas dipanggil dengan sebutan itu.
      Ia masih terlalu muda, juga wajah tampannya yang unyu itu masih memperlihatkan seperti anak SMA seperti kami. Tapi, tak apa. Aku lebih tak rela gadis-gadis centil itu memanggil Kak Reno dengan sebutan 'kakak', karena panggilan penghormatan itu hanya boleh aku yang memakainya.
       "Bapak hari ini ganteng banget. Aku makin cinta, deh!"
      Belum lama Kak Reno berada di ruang belajar ini, Inka, salah satu dari gadis-gadis pecintanya mulai berceloteh. Dengan gaya alaynya ia berkata begitu.
      Uweeek, serasa ingin mengeluarkan isi perutku yang tadi sarapan dengan nasi goreng ditambah susu cokelat setelah mendengarnya. Gadis itu memang sudah terhipnotis oleh ketampanan Kak Reno, ia sampai tak sadar mengatakan hal yang tidak sepatutnya dikatakan pada seorang guru, apalagi di hadapan kami semua. Eh, tapi tunggu, pekerjaan Kak Reno kan guru, bukan penghipnotis seperti Uya Kuya.
     Â
     "Wooo, centil banget kamu! Kaya Pak Reno mau aja sama kamu?"
     "Hahaha,"
     Seketika kelas menjadi riuh, karena tawa kami pecah setelah mendengar ucapan itu yang ke luar dari salah satu mulut murid lelaki di kelas ini. Arbi namanya. Ia merupakan murid lelaki terlucu di kelas. Kalimat apapun yang keluar dari mulutnya selalu mengundang tawa kami. Entah apa yang disukai ibunya ketika sedang mengandung dirinya dulu, sehingga ia tumbuh menjadi anak yang begitu lucu, seperti stand up comedy yang di TV.