[caption id="attachment_354117" align="aligncenter" width="490" caption="bangganya jadi anak Indonesia/http://herrypkn.blogspot.com"][/caption]
Saat ini sedang hangat-hangatnya kontroversi mengenai hukuman mati para terpidana mati narkoba. Salah satu pemerintah yang nampaknya tetap konsisten dan tidak menyerah membela warganya adalah pemerintah Australia. Tawaran terakhiryang mereka berikan adalah bersedia membarter tiga orang terpidana narkoba Indonesia yang saat ini sedang ditahan di Australia dengan dua warga Australia yang saat ini sedang menanti hukuman mati.
Saya tidak mau masuk pada perdebatan hukuman mati itu sendiri, karena sudah banyak yang mengulasnya. Saya justru tertarik dengan konsistensi pemerintah Australi yang nampaknya berusaha sekuat tenaga membela warganya. Walau ada yang menilai itu adalah bagian bargaining politik PM Australia di dalam negerinya, usaha pemerintah Australi tersebut tidak setengah hati untuk melindungi warganya yang sedang ada masalah di luar negeri.
Bila dibandingkan dengan pemerintah kita, harus saya katakan, pemerintah kita agak mengabaikan nasib warga Indonesia di luar negeri. Sekarang ini ada lebih dari 200 warga Indonesia yang sedang menghadapi hukuman mati di berbagai penjara di luar negeri dengan berbagai kasus yang menimpa mereka. Apa usaha negara kita untuk membela mereka? Mungkin dengan cepat pemerintah kita berkata, kita harus hargai hukum di negara itu tanpa melakukan usaha penyelamatan sedikitpun?
Memang kita tahu ada beberapa kasus di mana ada usaha Negara untuk membela warganya dari hukuman mati, namun itupun setelah ada kontroversi serta mendapat tekanan dan dorongan dari masyarakat Indonesia. Ada kesan “harga” orang Indonesia tidak terlalu berarti di mata pemerintah.
Saya punya pengalaman pribadi mengenai hal ini. Lebih 15 tahun yang lalu saya berkesempatan pertama kali ke Malaysia untuk menetap selama 2 bulan di sana. Walau sebagai mahasiswa dan bukan sebagai TKI saya merasa perihnya menjadi “orang Indon”. Rasa kebanggaan saya sebagai bangsa Indonesia merasa diinjak-injak. Betapa tidak. Saya dapat melihat dengan dengan mata kepala sendiri betapa Indonesia menjadi warga kelas dua.
Jika yang melakukan itu hanya orang lain mungkin perasaan itu tidak seberapa. Tapi yang terjadi adalah, bangsa kita sendiri “mengerjai” kita. Hal itu terjadi ketika warga Indonesia yang menjadi TKI di sana dapat masalah, dan coba minta bantuan ke Keduataan yang ada di sana. Mereka bukannya dibantu malahan diperas lagi. Hal itu terbukti dengan adanya kasus korupsi di Kedutaan Indonesia di Malaysia beberapa waktu yang lalu.
Sangat berbeda dengan perlakuan pemerintah Philipina yang juga pada waktu itu banyak di Malaysia. Mereka benar-benar diproteksi pemerintahnya. Setiap kelompok orang Philipina didampingi oleh seorang lawyer yang selalu siap membela warganya jika mereka terkena masalah hukum.
Hal yang sama saya juga alami ketika punya kesempatan study di Eropa. Agak sulit menjadi bangga menjadi orang Indonesia, apalagi waktu itu masih di bawah pemerintah Soeharto. Waktu itu kita lebih harus berjuang sendiri, tanpa ada proteksi yang cukup dari pemerintah kita.
Kembali pada sikap pemerintah Australia yang membela warganya. Sebagai orang Indonesia, terus terang saya iri dengan warga Australi. Seandainya pemerintah kita juga bisa “ngotot” seperti pemerintah Australi untuk membela warganya di luar negri. Alangkah bahagianya. Dan tentu sikap itu yang diharapkan oleh jutaan “pahlawan devisa negara” dan para terpidana mati Indonesia di luar negeri yang jumlahnya ratusan itu.... ***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H