Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kriminalisasi Versus Akal Sehat dan Hati Nurani

7 Maret 2015   18:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:01 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14257265431100550647

[caption id="attachment_354458" align="aligncenter" width="650" caption="Hentikan Kriminalisasi KPK/http://politik.rmol.co"][/caption]

Sebenarnya ada tidak sih kriminalisasi dalam kasus-kasus yang menjerat beberapa tokoh yang saat ini sedang terkait masalah sehubungan dengan situasi KPK? Pertanyaan ini mendasar karena nampaknya ada juga yang melihat kriminalisasi itu hanya ilusi, termasuk JK yang baru-baru ini mengatakan bahwa para tokoh yang sedang menghadapi tuduhan itu supaya, “menghadapinya dengan fair.”

Untuk melihat hal ini tentu harus ditelaah dahulu apa sebenarnya “kriminalisasi” itu. Kriminalisasi (bahasa Inggris: criminalization) dalam ilmu kriminologi sebuah proses saat terdapat sebuah perubahan perilaku individu-individu yang cenderung untuk menjadi pelaku kejahatan dan menjadi penjahat". Dalam perkembangan penggunaannya, kriminalisasi mengalami neologisme, yaitu menjadi sebuah keadaan saat seseorang dapat dinyatakan sebagai pelaku kejahatan atau penjahat oleh karena hanya karena adanya sebuah pemaksaan interpretasi atas perundang-undangan melalui anggapan mengenai penafsiran terhadap perlakuan sebagai kriminalisasi formal dalam peraturan perundang.

Dari pengertian ini jelas sekali ada peran penegak hukum yang secara subyektif memaksakan suatu “penafsiran” undang-undang dan hukum yang menyebabkan seorang dikriminalkan. Ada unsur “sistemik” dan “legalitas hukum” yang dipakai untuk menyembunyikan interpretasi keliru itu.

Kalau kita lihat ada beberapa ungkapanyang akhir-akhir ini digunakan untuk membenarkan kriminalisasi tersebut seperti: “kami hanya menindaklanjuti laporan masyarakat.... dan itu sudah menjadi tugas kami sebagai penegak hukum”, “Semua sudah dilakukan sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku”, “kalau memang mereka tidak bersalah, silahkan buktikan itu di pengadilan...”, “Semua warga harus sama di hadapan hukum”.

Semua ungkapan tersebut di atas, sekali lagi menampakkan bahwa pemaksaan interpretasi tersebut membuat “seolah-olah” tindakan mereka memang wajar dan sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

Lalu bagaimana menguji untuk melihat bahwa tindakan-tindakan itu adalah kriminalisasi?. Hal yang paling sederhana untuk mengujinya adalah: akal sehat, kewajaran, keadilan dan diskriminasi. Keempat unsur ini bisa digunakan agar kita melihat persoalan secarajujur dan jernih.

Kalau kita melihat segala peristiwa hukum yang dikategorikan sebagai “kriminalisasi” saat ini, lalu kita uji dengan salah satu hal di atas kita akan merasa memang ada bau kriminalisasi.

Kasus BW misalnya, tuduhan yang diberikan adalah “mempengaruhi supaya saksi melakukan kesaksian palsu di pengadilan MK”. Kejadian ini sendiri sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu, dan sebenarnya sudah dilaporkan oleh mereka yang kalah tetapi tidak ditindaklanjuti. Lalu tiba-tiba setelah ada pertikaian KPK dengan Polri, kasus inipun masuk jalan tol. Hanya dalam hitungan hari sudah ditanggapi dengan begitu serius, BW langsung dijadikan tersangka dan bukan itu saja, ia langsung ditangkap secara membabibuta. Ini sudah melanggar kewajaran dan akal sehat.

Kalau benar “kesaksian palsu” itu yang dijadikan tuduhan, mengapa mereka yang melakukan kesaksian palsu itu tidak terlebih dahulu diproses secara hukum? Karena mereka melakukan hal itu di pengadilan yang sudah di bawah sumpah dan jelas telah melawan hukum. Salah satu saksi seorang ibu yang pernah dijatuhi hukuman justru mengaku tidak menjadi saksi yang diminta keterangan bahkan dia bersedia membela BW. Kembali ini terasa ada ketidakwajaran dan melawan rasa keadilan.

Lalu kasus AS. Dia dituduh “memalsukan dokumen” karena Kartu Keluarganya dipakai oleh seseorang untukmembuat visa dengan memasukkan namanya pada Kartu Keluarga tersebut. Dan peristiwa inipun sudah terpendam beberapa tahun yang lalu. Mungkin ini adalah sebuah pelanggaran tapi tidak layak untuk dibawa ke pengadilan dikatakan oleh Mahfud Md, "Secara sosiologis nampaknya kurang tepat karena sebenarnya pelanggaran yang dilakukan Samad memang dilakukan puluhan ribu orang. Orang semua banyak yang pindah-pindah domisili tanpa dokumen," kata Mahfud MD saat dihubungi Selasa (17/2/2015)."Dan dalam kebijakan hukum ada restorative justice yang dijadikan kebijakan resmi MA yakni untuk perkara yang sebenarnya bersifat ringan dan tidak merugikan masyarakat itu tidak dibawa ke pengadilan," tegas dia. Jadi inipun sudah melanggar kewajaran, keadilan dan akal sehat yang sungguh ada indikasi kriminalisasi. Belum lagi jika dilihat bahwa keikutsertaan AS dalam perubahan KK ini juga masih belum terbukti.

Sebenarnya unsur ke empat yakni “diskriminasi” bisa digunakan sebagai penyaring untuk membuktikan bahwa memang ada kriminalisasi hukum terjadi. Kita bisa saksikan bahwa saat ini Polri memfokuskan semua kasus yang terkait dengan BG atau mereka yang mendukung KPK. Padahal ada ratusan bahkan mungkin ribuan kasus lain yang terabaikan. Bahkan kasus-kasus yang sebelumnya termasuk menjadi perhatian publik, seperti kasus “Obor Rakyat” dan “Ancaman Penyanderaan Ketua KPU”.

Jika masih ada yang menilai bahwa tidak ada “kriminalisasi” dalam kasus-kasus yang menyangkut pertikaian KPK dan Polri akhir-akhir ini, mari kita lihat kembali kejujuran, kewajaran, akal sehat yang ada dalam diri kita masing-masing, kejernihan hati nurani kita.... ***MG

Sumber bacaan:

http://berita.maiwanews.com/wapres-jk-sindir-kunjungan-bw-denny-dan-yunus-ke-seskab-40099.htm

http://news.detik.com/read/2015/02/17/155714/2835648/10/mahfud-md-kasus-abraham-samad-tak-layak-dibawa-ke-pengadilan

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun