politik yang tak terbantahkan. Popularitasnya bahkan terus meningkat, ironisnya berkat kritikan tajam dari lawan-lawan politiknya, termasuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), partai yang pernah menjadi tempat Jokowi bernaung.Â
Meski masa jabatannya sebagai Presiden Indonesia sudah berakhir, nama Joko Widodo (Jokowi) tetap menjadi magnetPuncaknya, pemecatan dirinya dan anggota keluarganya dari PDIP menciptakan kegemparan politik yang berdampak besar, tak hanya bagi Jokowi tetapi juga bagi PDIP sendiri.
PDIP dan Blunder Pemecatan Jokowi
Keputusan PDIP untuk memutus hubungan dengan Jokowi terbilang blunder politik besar. Alih-alih memperkuat posisi partai, langkah ini justru merugikan PDIP. Pasalnya, Jokowi masih menjadi figur yang sangat populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan survei terakhir , tingkat kepercayaan publik terhadap Jokowi masih berada di angka di atas 80%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat elektabilitas PDIP yang hanya 16%.
Sebagai mantan kader PDIP yang sukses mengangkat nama partai tersebut melalui kemenangan di Pilpres 2014 dan 2019, Jokowi adalah aset politik yang sulit tergantikan. Keputusan PDIP untuk memecat Jokowi tidak hanya mempersempit basis dukungan partai, tetapi juga membuka ruang bagi Jokowi untuk mengambil langkah politik yang lebih strategis.
Pilihan Strategi Politik Jokowi
Setelah keluar dari PDIP, publik dan pengamat politik mulai berspekulasi tentang langkah Jokowi selanjutnya. Beberapa skenario muncul:
1. Menjadi Bapak Bangsa
Sebagian kalangan mengusulkan agar Jokowi mengambil peran sebagai Bapak Bangsa, yakni figur yang tidak terikat pada satu partai politik tetapi tetap memengaruhi arah politik nasional melalui pandangan dan kebijakan strategisnya. Pendekatan ini mirip dengan peran Gus Dur pasca lengser dari kursi presiden, di mana ia menjadi tokoh moral yang dihormati di berbagai spektrum politik.
2. Mendirikan Partai Politik Baru
Pilihan lain adalah mendirikan partai politik baru, seperti yang dilakukan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Partai Demokrat. Jokowi memiliki modal yang cukup kuat untuk langkah ini. Basis massa loyalnya, yang tergabung dalam berbagai kelompok relawan seperti Projo, Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP), hingga Jokowi Mania (JoMan), dapat dengan mudah dimobilisasi menjadi struktur partai.
Sebagai gambaran, Projo memiliki lebih dari 1 juta anggota aktif yang tersebar di seluruh Indonesia. Jika diasumsikan setiap anggota mampu menarik minimal 5 orang tambahan, Jokowi sudah memiliki basis awal sekitar 5 juta simpatisan. Dengan popularitas dan rekam jejaknya, partai baru Jokowi berpotensi menjadi pemain besar di Pemilu 2029.
3. Bergabung dengan Partai Lain
Alternatif lain adalah bergabung dengan partai politik yang sudah ada. Beberapa partai, seperti Partai Golkar, Gerindra, PAN dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), telah membuka pintu bagi Jokowi. Opsi ini relatif lebih mudah karena Jokowi tidak perlu membangun struktur partai dari awal. Namun, langkah ini bisa mengurangi independensi politiknya, yang selama ini menjadi salah satu kekuatannya.
Keuntungan dan Risiko Mendirikan Partai Politik Baru