Nah, melihat situasi sekarang, mengaitkan Fufufafa dengan Gibran, lalu mengarahkan itu untuk "mengadu" antara Jokowi dan Prabowo, tak ubahnya seperti usaha "membelah air." Rasanya sia-sia, mengingat kini kedua tokoh tersebut sudah saling mendukung.Â
Prabowo yang kini adalah Presiden yang didukung Jokowi dan sebelumnya di kabinet Jokowi, bahkan keduanya sudah banyak kali tampil saling menghormati satu sama lain.Â
Mereka yang ngotot ingin "memakzulkan" Gibran dengan isu ini tampaknya lupa bahwa dunia sudah berputar, situasi sudah berbeda, dan kebanyakan pendukung Jokowi dan Prabowo sekarang berada di kubu yang sama dan bahkan Gibran sekarang adalah Wakil Presiden Prabowo.Â
Upaya untuk melestarikan polarisasi dengan isu basi ini lebih terlihat seperti nostalgia politik yang absurd dan kebablasan.
Andai saja mereka lebih cerdas, barangkali akan lebih produktif jika mencari tema lain yang rasional, relevan, dan benar-benar menyentuh akar persoalan bangsa.Â
Misalnya, isu pendidikan, kemiskinan, atau lingkungan hidup---hal-hal yang nyata dan dekat dengan keseharian rakyat. Tapi, ya, mungkin mereka pikir isu "klasik" seperti ini masih akan laku, masih bisa "menggoyang" publik.
Pada akhirnya, Fufufafa hanyalah satu episode lama dari drama politik yang kini sudah tak relevan. Alih-alih terus mengorek-ngorek isu ini, bukankah akan lebih bermanfaat bagi bangsa jika energi itu dialihkan ke isu-isu yang benar-benar berdampak pada kemajuan negara?***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H