Meluruskan Fakta di Balik Tuduhan Kriminalisasi dan Memahami Mengapa Korupsi Tak Bisa Ditoleransi
Kabar tentang penetapan Tom Lembong sebagai tersangka korupsi karena dugaan penyalahgunaan wewenang dalam impor gula telah menjadi perbincangan hangat.Â
Ada pihak-pihak yang mengklaim bahwa Tom Lembong hanya menjadi "korban politik" dan tengah dikriminalisasi tanpa alasan yang jelas. Mereka menilai, jika hanya karena impor gula, mengapa Tom Lembong harus menghadapi kasus korupsi sementara menteri-menteri perdagangan lainnya juga melakukan hal serupa?Â
Mari kita bedah isu ini dengan objektif, berdasarkan fakta yang ada, agar masyarakat tidak terjebak dalam narasi yang menyesatkan.
Menilik Alasan Jaksa Agung: Bukan Sekadar Impor, Melainkan Melanggar Prosedur
Kejaksaan Agung telah memberikan penjelasan rinci mengenai alasan di balik penetapan status tersangka kepada Tom Lembong.Â
Dalam perkara ini, ia dianggap tidak hanya sekadar mengimpor gula, namun melakukannya dengan cara yang tidak prosedural dan melanggar aturan perundang-undangan. Berdasarkan penyidikan, Tom Lembong memberikan izin impor gula kepada pihak swasta untuk mengimpor gula mentah, yang kemudian diolah menjadi gula putih konsumsi.
Padahal, sesuai aturan, impor gula hanya dapat dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan itupun hanya dalam bentuk gula putih, bukan gula mentah.
Ironisnya, impor ini dilakukan justru saat stok gula dalam negeri sedang surplus. Prosedur yang dilanggar tidak hanya terbatas pada izin impor, tetapi juga terkait dengan penggunaan gula tersebut.Â
Gula mentah yang diolah menjadi gula putih itu kemudian dijual ke BUMN dengan harga Rp16.000 per kilogram, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan sebesar Rp13.000. Akibatnya, negara dirugikan hingga Rp400 miliar.Â
Selain Tom Lembong, direktur BUMN terkait juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.Â