Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kasus Tom Lembong: Benarkah Kebijakan Tidak Bisa Diadili?

1 November 2024   15:51 Diperbarui: 2 November 2024   06:25 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: detik.com

Kasus korupsi yang melibatkan Tom Lembong telah membuka babak diskusi baru tentang apakah kebijakan bisa atau seharusnya diadili. Di satu sisi, ada argumen bahwa Lembong, yang mengeluarkan kebijakan terkait dalam kapasitasnya sebagai pejabat, tidak layak dituduh sebagai koruptor karena yang bersalah adalah para pelaksana kebijakan di lapangan. Di sisi lain, masyarakat mempertanyakan di mana garis batas antara kebijakan yang sah dan tindakan penyalahgunaan wewenang. Apakah benar bahwa kebijakan tidak dapat diadili?

Mengapa Kebijakan Sering Dianggap Kebal Hukum?

Berdasarkan prinsip dasar hukum, kebijakan yang dibuat oleh pejabat publik untuk kepentingan umum memang tidak seharusnya dikriminalkan. 

Kebijakan yang murni ditujukan untuk kepentingan masyarakat dapat dianggap sebagai bentuk tugas yang dijalankan sesuai mandat jabatan, dan selama tidak terdapat motif kepentingan pribadi atau niat jahat, kebijakan ini umumnya tidak akan berujung pada tuntutan hukum. 

Namun, situasi berubah jika kebijakan tersebut disalahgunakan untuk kepentingan tertentu atau dilakukan dengan motif yang tidak etis.

Dasar Hukum Kebijakan yang Tidak Dapat Dikriminalkan

Secara umum, pejabat publik memiliki wewenang untuk mengeluarkan kebijakan sebagai bagian dari tanggung jawabnya. 

Di Indonesia, prinsip diskresi atau kebijakan diatur dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan No. 30 Tahun 2014, yang memberikan hak kepada pejabat untuk membuat keputusan yang tidak diatur secara eksplisit oleh hukum guna mengatasi masalah yang dihadapi. 

Namun, undang-undang ini juga mengatur bahwa diskresi harus didasarkan pada asas-asas pemerintahan yang baik, termasuk kepastian hukum, keadilan, dan tidak adanya benturan kepentingan.

Dalam hal kebijakan yang bersifat teknis atau operasional, pelaksana kebijakan (aktor teknis) yang menyimpang dari pedoman sering kali dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan atau penyalahgunaan kebijakan. 

Namun, jika kebijakan yang dikeluarkan sejak awal sudah memiliki unsur kepentingan pribadi atau dilakukan dengan niat jahat, maka pejabat yang membuat kebijakan tersebut juga dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun