Prabowo Subianto, Presiden Republik Indonesia yang baru dilantik, dalam salah satu pidato utamanya menyampaikan pesan yang sangat penting dan relevan untuk bangsa ini. Dalam pidato tersebut, ia menggunakan metafora "burung onta menyembunyikan kepala" sebagai penggambaran sikap yang harus dihindari oleh bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan, terutama yang datang dari dalam negeri.Â
Prabowo dengan tegas mengingatkan bahwa sebagian besar masalah yang dihadapi bangsa ini bukan hanya berasal dari faktor eksternal, tetapi juga dari ketidakmampuan kita sendiri dalam mengelola sumber daya, kekayaan, dan potensi yang kita miliki.
Tantangan dari Dalam: Kebocoran dan Korupsi
Prabowo menggarisbawahi masalah kebocoran anggaran, penyimpangan, dan korupsi yang masih merajalela di berbagai tingkatan pemerintahan dan sektor ekonomi. Menurut data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sepanjang tahun 2023 saja, Indonesia mengalami kerugian negara hingga triliunan rupiah akibat tindak korupsi. Fakta ini memperkuat pernyataan Prabowo bahwa masih banyak yang harus diperbaiki dari dalam, terutama pada aspek pengelolaan keuangan negara dan penegakan hukum yang adil.
Menurut Transparency International, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2023 berada di angka 34, menunjukkan betapa seriusnya masalah korupsi di negeri ini. Angka ini menempatkan Indonesia pada peringkat 96 dari 180 negara yang diukur, menunjukkan bahwa kita masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Singapura dan Malaysia.
Prabowo juga menyoroti praktik kolusi antara pejabat pemerintah dan pengusaha-pengusaha yang tidak patriotik. Data dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap bahwa kebocoran anggaran di proyek-proyek pemerintah sering kali melibatkan kerja sama tidak sehat antara pejabat dan pengusaha. Kolusi ini tidak hanya mengurangi efektivitas penggunaan anggaran, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah dan institusi ekonomi.
Kemiskinan dan Ketimpangan Sosial
Selain masalah korupsi, Prabowo juga menyinggung fakta bahwa masih banyak rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023 menunjukkan bahwa 9,57% atau sekitar 26,36 juta penduduk Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan. Masalah ini diperparah oleh ketimpangan sosial yang terus membesar, di mana koefisien Gini Indonesia tercatat di angka 0,381, menunjukkan kesenjangan yang signifikan antara si kaya dan si miskin.
Prabowo juga mengingatkan tentang anak-anak yang berangkat sekolah tanpa sarapan dan kurangnya akses pendidikan yang layak. Laporan dari UNICEF mengungkapkan bahwa 27% anak-anak di Indonesia mengalami stunting atau kurang gizi, yang sebagian besar disebabkan oleh kemiskinan dan akses yang tidak merata terhadap pelayanan kesehatan dan nutrisi yang memadai.
Dalam sektor pendidikan, Prabowo mengakui bahwa banyak sekolah yang tidak terurus. Hal ini sesuai dengan data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), yang mencatat bahwa di beberapa daerah terpencil, infrastruktur sekolah masih minim, dan kualitas pendidikan belum merata. Kurangnya fasilitas pendidikan yang memadai turut berkontribusi pada rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia, yang pada tahun 2023 berada di peringkat 107 dari 191 negara.
Sikap Jangan Cepat Puas: Realita di Balik Kebanggaan
Salah satu kritik penting Prabowo adalah kecenderungan untuk cepat puas dengan pencapaian ekonomi. Memang benar bahwa Indonesia telah berhasil menembus G20 dan menjadi ekonomi terbesar ke-16 di dunia, tetapi apakah hal ini mencerminkan kondisi riil masyarakat Indonesia? Data dari World Bank menunjukkan bahwa meskipun PDB Indonesia terus tumbuh, kualitas hidup sebagian besar penduduk masih tertinggal. Pengangguran dan ketidakpastian pekerjaan menjadi salah satu isu utama yang dihadapi banyak masyarakat, terutama di kalangan muda.