Namun, meskipun mungkin lebih tegas, bukan berarti Prabowo akan menutup diri dari kritik. Prabowo sudah menunjukkan keterbukaannya terhadap kritik, terutama jika kritik tersebut bersifat konstruktif dan bertujuan untuk membangun. Kritik yang membangun, menurutnya, adalah sebuah bagian yang esensial dari demokrasi yang sehat. Ia pernah menyampaikan bahwa dirinya menghargai pandangan yang berbeda dan siap mendengar jika itu bermanfaat bagi bangsa.
Masyarakat Harus Belajar Memahami Kritik yang Membangun
Namun, tantangan sebenarnya terletak pada masyarakat. Banyak orang di Indonesia tampaknya masih perlu belajar membedakan antara kritik yang membangun dan ujaran kebencian yang destruktif. Kritik yang membangun harus didasarkan pada fakta, argumen yang logis, dan bertujuan untuk memberikan solusi. Sebaliknya, ujaran kebencian sering kali tidak didasarkan pada fakta, melainkan hanya bersifat menyerang individu secara personal tanpa tujuan yang jelas selain menimbulkan perpecahan.
Sebagai contoh, kritik yang membangun terhadap pemerintahan bisa berupa masukan yang konkret mengenai kebijakan yang dianggap tidak efektif. Misalnya, jika ada kebijakan ekonomi yang dinilai kurang berpihak pada rakyat kecil, seorang pengkritik bisa memberikan data atau solusi alternatif yang lebih berpihak kepada masyarakat. Di sisi lain, mengatakan bahwa seorang pemimpin "tidak berguna" atau "harus mundur" tanpa dasar yang jelas hanyalah bentuk penghinaan yang tidak produktif.
Selain itu, masyarakat juga perlu memahami bahwa kebebasan berpendapat bukanlah kebebasan untuk menghina. Setiap negara demokratis memiliki batasan hukum yang jelas mengenai ujaran kebencian dan penghinaan. Bahkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat atau Jerman, undang-undang yang mengatur ujaran kebencian cukup tegas. Di Indonesia, kita memiliki UU ITE yang mengatur penggunaan internet dan media sosial agar tidak digunakan untuk menyebar hoaks dan ujaran kebencian.
Bagaimana Seharusnya Masyarakat Bersikap?
Agar demokrasi dapat berjalan dengan baik di Indonesia, masyarakat harus memahami peran kritik yang sehat dalam pembangunan bangsa. Kritik yang sehat dapat membantu pemerintah melihat celah dalam kebijakannya dan memperbaikinya untuk kebaikan bersama. Namun, masyarakat juga harus menyadari bahwa penghinaan, ujaran kebencian, dan hoaks hanya akan merusak fondasi demokrasi itu sendiri.
Ada beberapa langkah yang bisa diambil agar masyarakat lebih cerdas dalam mengkritik:
Pendidikan Kritis: Pendidikan tentang berpikir kritis dan mengajarkan perbedaan antara kritik yang membangun dan penghinaan harus menjadi bagian dari kurikulum pendidikan di Indonesia.
Etika Bermedia Sosial: Penggunaan media sosial yang bertanggung jawab harus terus disosialisasikan. Setiap warga negara perlu memahami bahwa kebebasan berpendapat di media sosial tetap memiliki batasan yang diatur oleh hukum.
Kesadaran Hukum: Masyarakat perlu disadarkan tentang konsekuensi hukum dari ujaran kebencian dan penghinaan. Pelanggaran hukum di ranah ini dapat berdampak serius, baik bagi individu maupun negara.
Peran Media: Media memiliki peran penting dalam menyeimbangkan kritik dan informasi yang objektif. Media yang bertanggung jawab harus memisahkan antara opini pribadi dan fakta yang bisa diverifikasi.