Di Indonesia, Yesuit mengelola sejumlah institusi pendidikan bergengsi seperti Kolese Kanisius di Jakarta, Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta, dan Universitas Katolik Parahyangan di Bandung. Para Yesuit dikenal karena dedikasi mereka dalam menyediakan pendidikan berkualitas yang memadukan pengetahuan dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Nostalgia 25 Tahun yang Lalu
Menginjakkan kaki kembali di kampus Gregoriana setelah 25 tahun membawa penulis pada berbagai kenangan masa lalu. Seolah-olah baru kemarin berjuang memahami bahasa Italia dalam waktu singkat---hanya tiga bulan sebelum akhirnya bisa mengikuti perkuliahan di sini. Hingga hari ini, universitas ini menggunakan lima bahasa resmi dalam perkuliahannya: Italia, Latin, Inggris, Spanyol, dan Prancis. Ini mencerminkan semangat internasional dari Gregoriana, yang terbuka untuk semua bangsa dan budaya.
Bangunan universitas sendiri hampir tidak berubah, dengan arsitektur klasik yang tetap berdiri kokoh. Aula, ruang kelas, dan perpustakaan semuanya masih seperti dahulu. Namun, di sanalah letak keindahannya---setiap sudut membawa cerita dan kenangan, baik saat belajar maupun bercanda dengan teman-teman dari berbagai negara. Penulis teringat saat-saat berkumpul di perpustakaan, atau sekadar bersenda gurau di kantin dengan rekan-rekan yang kini telah menjadi pemimpin di berbagai bidang.
Pengalaman Tak Terlupakan dan Makna Kembali
Meski bangunan fisik tetap sama, hal yang berubah adalah komunitas manusia di dalamnya. Sayangnya, tidak ada satu pun profesor dari masa penulis masih mengajar di sini. Namun, hal itu tidak mengurangi makna dari kunjungan ini. Berjalan-jalan di sekitar kampus, berbicara dengan mahasiswa baru, serta merasakan semangat akademik yang masih hidup adalah pengalaman yang membangkitkan perasaan bangga. Ada kebanggaan tersendiri menjadi alumni universitas yang telah memberikan begitu banyak kontribusi bagi dunia dan gereja.
Kembali ke Gregoriana setelah 25 tahun adalah pengingat tentang perjuangan, pembelajaran, dan bagaimana pengalaman itu telah membentuk diri menjadi pribadi yang sekarang. Ini bukan sekadar nostalgia, melainkan refleksi tentang bagaimana pendidikan di universitas ini tidak hanya membekali dengan pengetahuan, tetapi juga dengan kemampuan untuk memahami dunia dan menghubungkan iman dengan kehidupan sehari-hari.
Bagi penulis, Gregoriana bukan hanya tempat menimba ilmu, tetapi juga tempat menempa nilai-nilai hidup. Sebuah pengalaman yang, meski waktu telah berlalu, tetap membawa kebahagiaan dan makna yang mendalam.***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H