Bjorka. Kali ini, ia mengklaim telah meretas dan menjual 6 juta data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di pasar gelap, termasuk data milik Presiden Joko Widodo dan keluarganya. Meski pemerintah membantah klaim tersebut, ketidakpercayaan publik mencuat, mempertanyakan sejauh mana keamanan data di Indonesia dijamin. Aksi Bjorka menambah daftar panjang serangan siber terhadap data penting negara, mengingatkan kita pada kelemahan besar yang masih ada dalam sistem keamanan siber nasional.
Belum lama ini, publik Indonesia kembali dikejutkan oleh aksi peretas terkenal yang menggunakan aliasSiapa Itu Bjorka?
Bjorka pertama kali muncul di kancah siber global pada 2022, dengan serangkaian aksi peretasan yang mengguncang Indonesia. Identitas aslinya masih menjadi misteri, namun ia berhasil mencuri perhatian karena berani meretas data-data penting milik lembaga pemerintahan hingga tokoh-tokoh publik. Aksi-aksinya tak hanya sekadar meretas data, tetapi juga membangun narasi kritis terhadap lemahnya keamanan data pemerintah Indonesia. Ia meretas data pendaftaran SIM, data KPU, hingga dokumen rahasia pejabat pemerintah. Keberanian Bjorka tak hanya membuatnya populer di dunia maya, tetapi juga menciptakan ketakutan akan dampak dari setiap kebocoran data yang ia lakukan.
Aksi-Aksi Bjorka yang Mengguncang
Peretasan Data Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Salah satu aksi Bjorka yang paling menonjol adalah peretasan data pemilih dari KPU. Ia mengklaim memiliki data-data pemilih dari berbagai daerah di Indonesia dan siap menyebarkannya. Data ini mencakup informasi sensitif seperti nomor KTP, alamat, dan status pemilih.
Dokumen Rahasia Pejabat Pemerintah
Pada 2022, Bjorka juga mengklaim telah mengakses dokumen rahasia milik pejabat tinggi negara, termasuk korespondensi pribadi yang melibatkan diskusi kebijakan penting. Aksi ini tak hanya menunjukkan kemampuannya dalam menembus sistem keamanan negara, tetapi juga menyuarakan sindiran keras tentang ketidakmampuan pemerintah melindungi informasi rahasia.
Data Pengguna SIM dan BPJS
Selain data NPWP, Bjorka juga pernah mengklaim menjual data pengguna SIM dan BPJS di forum-forum gelap. Kebocoran ini berpotensi mempengaruhi jutaan warga negara, yang datanya bisa disalahgunakan untuk berbagai tindakan kriminal.
Mengapa Bjorka Tak Bisa Dibendung?
Keberhasilan Bjorka dalam meretas dan menyebarkan data-data penting mengungkap kelemahan mendasar dalam sistem keamanan siber Indonesia. Hingga saat ini, respons pemerintah terhadap ancaman siber masih terbilang lambat. Beberapa faktor yang berperan dalam lemahnya perlindungan data Indonesia antara lain:
1. Keterbatasan Sumber Daya Manusia di Bidang Keamanan Siber
Indonesia masih kekurangan pakar keamanan siber yang terlatih dan berpengalaman. Di tengah perkembangan teknologi yang semakin pesat, kebutuhan akan tenaga ahli yang bisa menangani serangan siber menjadi sangat mendesak.
2. Belum Maksimalnya Infrastruktur Teknologi
Infrastruktur teknologi yang ada di Indonesia masih belum setara dengan negara-negara maju. Sistem keamanan siber yang digunakan oleh lembaga pemerintah sering kali sudah usang dan tidak mampu menahan serangan dari peretas canggih seperti Bjorka.