Modus Error atau Gangguan Sistem
Ada juga modus lain yang terkesan teknis namun disalahgunakan, seperti adanya error atau hang pada sistem E-Katalog yang menghambat proses pengadaan. Situasi ini sering dimanfaatkan oknum tertentu untuk memanipulasi proses atau mendorong penggunaan metode alternatif yang kurang transparan.
Apakah E-Katalog Cukup Efektif untuk Pemberantasan Korupsi?
Jawabannya mungkin berada di antara "ya" dan "tidak." E-Katalog memang memberikan kontribusi besar dalam menekan potensi korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa, yang selama ini menjadi salah satu ladang subur bagi para koruptor. Namun, korupsi tidak semata-mata disebabkan oleh sistem yang tidak transparan; melainkan juga oleh oknum yang mengoperasikan sistem tersebut.
Pada akhirnya, E-Katalog hanyalah alat. Meskipun teknologi ini dapat membantu membuka jalan menuju transparansi, pengawasan manusia dan penegakan hukum yang tegas tetap sangat diperlukan. Tanpa pengawasan yang ketat, korupsi masih bisa terjadi meski dalam skala yang lebih kecil atau dengan modus operandi yang berbeda.
Oleh karena itu, Luhut mungkin benar bahwa digitalisasi dapat menekan korupsi lebih efektif daripada OTT dalam beberapa aspek. Namun, E-Katalog saja tidak akan cukup. Diperlukan upaya terpadu yang melibatkan berbagai elemen, termasuk penguatan regulasi, pengawasan ketat, serta penegakan hukum yang menjerakan.
Peran Undang-Undang Penyitaan Aset Koruptor
Salah satu langkah penting yang juga perlu didorong adalah pengesahan Undang-Undang Penyitaan Aset Koruptor, yang hingga saat ini masih terkatung-katung di DPR. Jika undang-undang ini disahkan, koruptor tidak hanya akan dihukum secara pidana, tetapi juga akan kehilangan semua hasil kejahatan mereka. Ini bisa menjadi langkah signifikan dalam memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi dan memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Korupsi adalah musuh utama yang masih menjadi tantangan besar bagi Indonesia. Teknologi seperti E-Katalog memang memberikan kontribusi positif dalam mengurangi celah-celah korupsi, terutama dalam pengadaan barang dan jasa. Namun, kita tidak boleh terlena dan beranggapan bahwa teknologi ini sudah cukup. Pengawasan yang ketat, penegakan hukum yang kuat, dan reformasi yang berkelanjutan tetap sangat diperlukan untuk benar-benar memberantas korupsi hingga ke akarnya.
Di sinilah pentingnya kolaborasi antara teknologi, regulasi, dan moralitas manusia. Korupsi bukanlah masalah yang bisa diatasi hanya dengan satu solusi; melainkan memerlukan strategi yang menyeluruh, dengan melibatkan seluruh elemen bangsa, dari pemerintah, penegak hukum, hingga masyarakat. Teknologi bisa menjadi salah satu senjata, tetapi tetap manusia yang memegang kendali apakah akan memilih jalan yang lurus atau justru menyalahgunakannya.***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H