Mahfud MD, seorang tokoh berintegritas yang selalu membela kebijakan pemerintahan Presiden Jokowi dengan penuh semangat. Sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud kerap menjadi sosok yang membela kebijakan kontroversial, termasuk Undang-Undang Omnibus Law yang mendapatkan gelombang protes besar dari berbagai kalangan, termasuk ratusan guru besar dan profesor. Kala itu, Mahfud berkata lantang, "Seandainya saya di luar dan tidak mengikuti proses diskusi membahas Omnibus Law tersebut, saya menjadi bagian dari mereka yang memprotes Omnibus Law." Pernyataan ini menegaskan betapa kuatnya dukungan Mahfud terhadap pemerintah di bawah kepemimpinan Jokowi.
Rasanya seperti baru kemarin kita melihatNamun, itu dulu. Kini, Mahfud MD yang kita lihat hari ini tampak berbeda, seolah mengalami perubahan drastis dalam pandangannya terhadap pemerintahan yang pernah ia bela mati-matian. Hampir setiap hari muncul kritik dari Mahfud terhadap kebijakan Jokowi dan bahkan terhadap produk-produk hukum yang dihasilkan selama masa jabatannya sebagai Menkopolhukam. Seakan-akan, Mahfud MD yang dahulu dan yang sekarang adalah dua sosok yang bertolak belakang---sebuah kondisi yang bisa disebut Mahfud MD vs Mahfud MD.
Mahfud MD: Sang Pengkritik
Satu demi satu kritik muncul dari Mahfud MD, menyasar kebijakan-kebijakan yang pernah ia dukung. Kritik tersebut menyasar tidak hanya pada kebijakan yang lahir di masa pemerintahan Jokowi, tetapi juga situasi hukum yang diwarnai oleh kekacauan selama Mahfud masih menjabat. Beberapa kritik tajam yang dilontarkan Mahfud bahkan terasa sangat berani, seolah tanpa beban dari masa lalunya sebagai bagian integral dari pemerintahan. Ia kini tidak lagi berada di kursi kekuasaan, dan kebebasan ini tampaknya membuatnya lebih leluasa berbicara.
Namun, perubahan drastis ini tentu menimbulkan pertanyaan: Apa yang membuat Mahfud MD berubah?
Dari Kandidat Wakil Presiden Hingga Kekecewaan
Mahfud MD yang kita kenal saat ini adalah figur yang penuh semangat dalam kontestasi Pilpres 2024 sebagai calon wakil presiden. Dengan rasa optimis dan harapan besar, ia tampil sebagai pendamping Ganjar Pranowo, berharap kemenangan mudah dengan dukungan luas dari kalangan yang pernah mendukungnya ketika ia masih di pemerintahan. Dalam sebuah podcast, Mahfud bahkan mengungkapkan keyakinan dan harapannya terhadap dukungan yang akan datang dari Jokowi---sosok yang dulu pernah hampir memilihnya sebagai cawapres di Pilpres 2019.
Namun, kenyataan sering kali tidak seindah harapan. Mahfud MD memang pernah dipilih oleh Jokowi untuk menjadi calon wakil presiden pada 2019, tetapi ia gagal maju karena ditolak oleh partai-partai pendukung Jokowi. Bahkan kala itu, Mahfud sudah mengenakan pakaian putih, siap untuk diumumkan sebagai cawapres. Kekecewaan besar tersebut tampaknya membekas dalam diri Mahfud, dan pengulangan kegagalan dalam kontestasi politik ini mungkin menjadi salah satu alasan kuat di balik perubahan sikapnya.
Mengapa Mahfud MD Berubah?
Perubahan Mahfud MD tampaknya tidak hanya dipengaruhi oleh kekecewaannya dalam dunia politik, tetapi juga oleh kenyataan pahit yang ia hadapi sebagai seorang politisi yang pernah merasakan berada di puncak kekuasaan. Saat di dalam pemerintahan, Mahfud mungkin harus menelan kenyataan bahwa ada banyak kompromi dan tuntutan politik yang harus dipatuhi. Namun setelah ia keluar, perannya sebagai pengamat memberikan kebebasan lebih untuk menyuarakan apa yang selama ini mungkin tertahan.
Mahfud MD yang dulunya dikenal sebagai pribadi yang berani, berintegritas, dan sederhana, kini mungkin dirasakan berbeda oleh publik. Tidak sedikit yang merindukan Mahfud MD yang dahulu, yang konsisten dan tegas. Namun, politik memang kerap kali mengubah siapa pun yang terlibat di dalamnya, dan Mahfud MD bukanlah pengecualian. Kekecewaan mendalam yang mungkin ia rasakan dari dua kali gagal dalam kontestasi besar, baik dalam Pilpres 2019 maupun Pilpres 2024, bisa saja mempengaruhi sikap dan tindakannya saat ini.
Mahfud MD: Antara Dulu dan Sekarang
Lalu, bagaimana seharusnya Mahfud MD bersikap? Apakah tepat jika ia mengkritisi kebijakan yang dulu ia dukung? Ataukah ia seharusnya bersikap lebih diplomatis, mengingat peran besarnya dalam pemerintahan Jokowi?
Bagi sebagian orang, kritik yang datang dari Mahfud MD adalah bentuk tanggung jawab moral. Ia tidak ingin menutup mata terhadap kebijakan yang dianggapnya keliru, meskipun ia pernah berada di dalam lingkaran kekuasaan yang melahirkan kebijakan tersebut. Namun, bagi sebagian lainnya, perubahan sikap ini justru dilihat sebagai ketidakonsistenan, seolah Mahfud hanya berubah karena tidak lagi berada di dalam pemerintahan dan karena kekecewaannya terhadap proses politik yang ia alami.
Politik Mengubah Siapa Saja, Termasuk Mahfud MD
Politik memiliki kekuatan untuk mengubah siapa saja, bahkan tokoh-tokoh yang dikenal berintegritas dan memiliki prinsip kuat seperti Mahfud MD. Mahfud yang dulu dan yang sekarang adalah contoh bagaimana perjalanan politik bisa mempengaruhi pandangan, sikap, dan keputusan seseorang. Dalam kasus Mahfud, perubahan ini terlihat jelas---dari seorang pembela pemerintahan menjadi seorang pengkritik yang keras.
Apakah Mahfud MD yang sekarang masih sama dengan Mahfud MD yang dahulu? Mungkin tidak. Namun, yang pasti, Mahfud MD tetaplah sosok yang berani menyuarakan apa yang ia yakini, meskipun suaranya kini terdengar berbeda dari yang dulu. Dalam pertarungan Mahfud MD vs Mahfud MD, kita sebagai masyarakat bisa belajar bahwa dalam politik, perubahan adalah hal yang tidak terhindarkan.***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H