Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kata JK Kurikulum Merdeka tidak Cocok untuk Indonesia, Benarkah?

12 September 2024   10:43 Diperbarui: 12 September 2024   10:46 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: Tribunnews.com

Dalam sebuah wawancara, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memberikan kritik tajam terhadap Kurikulum Merdeka yang baru diterapkan di Indonesia. Menurutnya, Indonesia tidak perlu meniru kurikulum dari negara lain seperti Finlandia atau Singapura, yang dianggapnya tidak sesuai dengan kebutuhan dan konteks pendidikan Indonesia. JK bahkan menyarankan agar Indonesia kembali ke sistem Ujian Nasional yang memberikan standar penilaian pukul rata kepada seluruh siswa. Namun, benarkah kritik ini?

Apa Itu Kurikulum Merdeka?

Kurikulum Merdeka adalah kurikulum terbaru yang diterapkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia. Filosofi utama dari kurikulum ini adalah memberikan fleksibilitas kepada siswa untuk belajar sesuai dengan minat dan bakat mereka. Sistem ini dirancang untuk mengurangi beban belajar yang tidak relevan dengan kebutuhan siswa, serta fokus pada pengembangan kemampuan berpikir kritis, kolaborasi, dan kreativitas.

Filosofi Kurikulum Merdeka menekankan bahwa siswa tidak lagi dipaksa untuk belajar berbagai mata pelajaran yang tidak sesuai dengan kemampuan mereka. Sebaliknya, mereka diberikan ruang untuk mengeksplorasi minatnya, belajar secara mendalam, dan mengembangkan keahlian yang relevan dengan masa depan mereka. Ini tentu berbeda dengan sistem pendidikan sebelumnya yang menekankan keseragaman dan penilaian standar melalui ujian besar seperti Ujian Nasional.

Kritik Terhadap Ujian Nasional

JK berpendapat bahwa Ujian Nasional (UN) memberikan ukuran standar yang adil untuk seluruh siswa di Indonesia. Namun, sistem ini telah mendapat banyak kritik karena menekankan pada penilaian berbasis tes yang bersifat tunggal. Ujian Nasional sering kali dianggap sebagai tekanan besar bagi siswa, memicu stres, dan mengabaikan potensi non-akademik seperti kemampuan berpikir kritis, kreatifitas, serta kecerdasan emosional (EQ).

UN dinilai kurang mempertimbangkan perbedaan individual setiap siswa. Padahal, tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama dalam akademik. Beberapa siswa mungkin lebih unggul dalam keterampilan lain seperti seni, olahraga, atau keterampilan teknis yang tidak dapat diukur dengan Ujian Nasional. Dengan menghilangkan Ujian Nasional, Kurikulum Merdeka berupaya untuk mengatasi masalah ini dengan memberikan penilaian yang lebih komprehensif.

Tantangan dan Peluang Kurikulum Merdeka

Salah satu kritik utama terhadap Kurikulum Merdeka adalah bahwa penerapannya memerlukan kesiapan yang matang dari guru dan infrastruktur pendidikan. Sistem ini menuntut kreativitas guru dalam menyusun pembelajaran yang tidak lagi bergantung pada buku teks standar. Dalam praktiknya, hal ini menjadi tantangan besar, terutama di daerah-daerah dengan akses pendidikan yang terbatas.

Namun, di sisi lain, Kurikulum Merdeka juga menawarkan peluang besar untuk menciptakan generasi muda yang lebih siap menghadapi tantangan dunia modern. Sistem ini memberi kesempatan pada siswa untuk belajar dengan cara yang lebih relevan dengan dunia nyata, di mana keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan kolaborasi menjadi hal yang lebih diutamakan dibandingkan sekadar menghafal teori.

Akibat dari Perubahan Kurikulum yang Terus-Menerus

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun